Rabu, 26 Juni 2013

Jangan Lepaskan Genggaman Tanganku..


Jangan lepaskan genggaman tanganku... 
meski tangan ini mulai terasa lelah, namun tetaplah pegang erat-erat genggamanku....
Ketika mata mulai meredup dan kekuatan mulai memudar ... 
tetaplah pegang  tanganku dan jangan pernah lepaskan....
biar kehangatan cinta itu terus mengalir dalam tubuhku...
 hingga  aku tertidur nyenyak dalam keabadian...



Pernikahan merupakan sebuah perjalanan hidup sepasang suami istri yang telah mengikatkan diri dalam suatu  janji pernikahan, “sampai maut memisahkan”. Namun tidak semua pasangan bisa melewati tahun-tahun pernikahannya dengan sukses. Banyak pernikahan kandas di tengah jalan, padahal di awal  pernikahan mereka begitu yakin sebagai pasangan yang terbaik, sebagai tulang rusuk yang tepat. Namun fakta menjelaskan kepada kita, bahwa banyak pernikahan yang diakhiri dengan perceraian, perselingkuhan bahkan ada pernikahan yang dijalani dengan hubungan suami istri yang dingin/beku dalam 1 rumah (rumah menjadi sebuah frezer/mesin pendingin - perceraian secara emosi).

Melihat hal ini, kita harus kembali kepada makna sejati dari sebuah pernikahan. "Mengapa Allah mendesign sebuah pernikahan?" "Seserius apakah Allah terhadap pernikahan?"  Norman Wright dalam bukunya So You’re Getting Married, menyebutkan bahwa “pernikahan adalah sebuah hadiah. Pernikahan adalah sebuah kesempatan untuk belajar tentang cinta. Pernikahan adalah perjalanan yang harus kita lalui dengan berbagai pilihan dan konsekuensi . Pernikahan adalah  panggilan untuk melayani, untuk bersahabat, untuk menderita. Pernikahan adalah proses pemurnian...” Pernikahan yang sehat selalu mengantar pada perubahan yang lebih baik bagi pasangan suami istri; sehingga menjadi pribadi-pribadi yang matang dan dewasa.

Lalu mengapa banyak pernikahan menjadi kandas di tengah jalan?Mengapa banyak impian dan harapan terkubur dalam ikatan pernikahan dan berakhir dengan perpisahan? Mengapa sesuatu yang indah dan manis yang didesign oleh Allah tidak dinikmati oleh beberapa pasangan suami istri dalam pernikahan mereka? Apa yang dituangkan dalam tulisan ini hanyalah beberapa dari penyebab mengapa perceraian atau perpisahan secara emosi menjadi pilihan sebuah pasangan bagi pernikahannya.
  • Ketika pernikahan dipengaruhi oleh masa lalu yang tidak terselesaikan. Ada beberapa pasangan suami istri masih membawa masa lalu kehidupan mereka yang belum dibereskan. Terkadang ada kenangan-kenangan dari masa lalu yang masih membayangi pernikahannya. Entah luka-luka dari masa kecil, bentukan-bentukan di masa remaja atau kekecewaan sebelum memasuki pernikahan, bahkan bisa juga kekecewaan di tahun-tahun awal pernikahan. Peristiwa yang melukai di masa lalu ini bisa terbentuk dari orangtua, saudara, saudara atau orang lain. Contoh yang sering terjadi adalah ada suami atau istri yang terperangkap kembali dengan cinta masa lalunya dengan mantan pacarnya melalui perjumpaan tanpa sengaja dikarenakan kisah cinta masa lalu belum diakhiri. Atau ada suami yang pemarah dan suka melakukan kekerasan pada istrinya dikarenakan luka bentukan masa kecilnya yang belum dituntaskan, dan masih banyak contoh lainnya . Memberi tempat bagi pengaruh dari masa lalu bekerja, sama halnya dengan memberikan kendali untuk masa lalu mengendalikan sebuah perkawinan. Praktek kendali ini akan selalu diikuti dengan kebiasaan mengintimidasi pasangan dan memanfaatkan kondisi  tersebut untuk mengambil keuntungan sepihak. Ada juga suami atau istri berada dalam posisi penyesalan yang tidak benar, sebuah campuran antara perasaan bersalah dan penyesalan atas pilihan-pilihan yang buruk di masa silam, sehingga menyalahkan diri sendiri. Pengaruh  dari masa lalu yang tidak dituntaskan akan menghancurkan kepercayaan pada pasangan maupun kepada diri sendiri. Betapa pentingnya pemberesan dari masa lalu dan dibutuhkan pengampunan dan penerimaan tanpa syarat di dalam kasih Tuhan Yesus Kristus.






  • Ketika pernikahan tidak lagi menjadi sebuah keintiman yang mencakup segala bidang yang harusnya di rawat dan dikembangkan. Beberapa pasangan suami istri berfokus hanya membangun keintiman seksual, namun mengabaikan keintiman yang lain. Ketika keintiman yang dibangun tidak mencakup keintiman segala bidang maka akan sering memunculkan konflik-konflik baru dan kesalahpahaman. Sebenarnya keintiman pasangan suami istri akan semakin berkembang ketika mereka memiliki perspektif yang sama. Ketika keintiman di segala bidang dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, maka kepuasan dan kenikmatan akan menjadi milik pasangan suami istri. Dibutuhkan kesamaan perspektif dalam mencapai keintiman di segala bidang sehingga aktivitas apapun yang dikerjakan dapat dinikmati bersama. Pria lebih mengutamakan keintiman fisik sedangkan wanita lebih mengutamakan keintiman emosional tetapi  pasangan suami istri seharusnya mengembangkan semua keintiman di semua bidang/area dan bukan hanya pada satu atau dua bidang/area keintiman.  Norman Wright menyebutkan ada 9 area/bidang  keintiman yang harus dicapai pasangan suami istri:
1.       Keintiman Seksual.
2.       Keintiman Emosional (Selaras satu sama lain)
3.       Keintiman intelektual (Kedekatan dalam pemikiran).
4.       Keintiman Estetika (Berbagi tindakan dalam menciptakan keindahan)
5.       Keintiman Kreativitas (Berbagi tindakan dalam menciptakanbersamaan)
6.       Keintiman Rekreasional (Hobby dan kesenangan yang saling berhubungan)
7.       Keintiman kerja (Kedekatan dalam membagi tugas-tugas umum)
8.       Keintiman Krisis (Kedekatan dalam menghadapi masalah dan penderitaan)
9.       Keintiman Konflik (Menghadapi dan bergumul melawan perbedaan)
         
       Sebagai tambahan, pasangan suami istri perlu mencapai keintiman sosial dan 
       keintiman spiritual.




  • Ketika cinta  dalam pernikahan menjadi hambar. Seiring waktu terkadang perlakuan suami atau istri kepada pasangannya tidak lagi mesra seperti dulu. Ada beberapa pasangan yang mengatakan  bahwa hubungan mereka sudah seperti kakak-adik bahkan ada yang seperti bos dan pelayan (menempatkan pasangan hanya untuk melayani saja). Banyak pernikahan berjalan sepertinya terlihat baik tapi pada kenyataannya pernikahan berjalan dengan hambar diakibatkan kehilangan romans. Menurut Paul Gunadi, seorang pembicara, pengajar dan terapis keluarga, menjelaskan bahwa fungsi romans sebagai perekat pernikahan. Dimana kita akan menghadirkan pasangan  di dalam hati kita dan kita akan berfokus pada kelebihannya. Dan fungsi kedua dari romans adalah menghapus kesalahan-kesalahan pasangan dari hati kita. Ketika romans hilang dari diri seorang suami atau istri, mereka tidak akan lagi menghadirkan pasangan mereka di hati mereka, mudah melupakan dan menjadi tidak akrab. Selain itu ketika romans hilang dari pernikahan maka yang selalu diingat bukan kebaikan pasangan melainkan kesalahan-kesalahan yang diperbuat, bahkan kesalahan masa lalu yang sudah dibereskan pun akan tetap diingat. Tidak heran jika ada istri atau suami yang suka mengungkit-ungkit kesalahan pasangannya dan sulit mengampuni.



  • Membiarkan kerusakan tetap ada tanpa membuat perbaikan. Beberapa pasutri menyepelekan konflik-konflik yang terjadi dan terkadang memiliki sikap membiarkan konflik-konflik internal tidak terselesaikan. Sehingga konflik-konflik tersebut terakumulasi dan menjadi rintangan dalam perjalanan pernikahan mereka. Ada banyak luka disana-sini karena sikap membiarkan masalah tidak terselesaikan. Sikap cuek ini pada akhirnya berubah menjadi sikap mendiamkan pasangan. Ketika sikap mendiamkan terjadi dalam pernikahan, maka memunculkan sikap saling membalas sehingga mengakibatkan konflik baru yang lebih besar. Ketika konflik tidak diselesaikan maka yang ada hanyalah konflik yang berkepanjangan dan hal ini akan menghancurkan pengharapan dari pasangan  maupun diri sendiri. Kerusakan  seringkali juga terjadi pada suami atau istri yang tidak memainkan peran dan fungsinya dengan tepat. Suami yang tidak tegas dan lemah dalam membuat keputusan berkaitan dengan hal-hal penting sehingga istri mendapat celah untuk menjadi dominan dan mengambil fungsi sebagai kepala keluarga, mengakibatkan kekacauan peran. Namun bukannya ada perbaikan tapi semakin menguat, sehingga suami kehilangan wibawa dan otoritas. Atau terjadinya kerusakan dalam komunikasi karena suami atau istri dibesarkan dari keluarga yang minim dalam hal  keterampilan berkomunikasi, sehingga mengakibatkan seringnya terjadi kesalah-pahaman dalam relasi suami istri. Evaluasi bersama merupakan hal penting untuk melihat kerusakan telah terjadi dimana saja dan berusaha untuk membuat perbaikan tanpa mencari siapa yang  “pantas” dikambing-hitamkan atau disalahkan.




Kabar baiknya bahwa di dalam Tuhan Yesus Kristus selalu ada harapan untuk sebuah pemulihan pernikahan. Seburuk apapun keadaan sebuah pernikahan, seberat apapun kegagalan sebuah pernikahan, selalu ada harapan untuk sebuah pemulihan pernikahan dan itu hanya bisa terjadi melalui Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus  sangat menghargai dan menghormati sebuah pernikahan, untuk itulah alkitab mencatat bahwa Allah sangat membenci perceraian. (Maleakhi 2:15-16). Namun hal ini tidak lepas dari peran serta suami atau istri untuk merendahkan hati memperbaiki apa yang salah dalam sebuah pernikahan mereka. Ada beberapa langkah-langkah  untuk menolong pasangan suami-istri dapat melewati tahun-demi tahun pernikahannya dan menjadikan pernikahan sebagai  ikatan perjanjian yang saling mendewasakan.
  • Menempatkan Tuhan Yesus Kristus sebagai pusat dalam pernikahan. Hal yang utama dan terutama dalam sebuah pernikahan adalah dengan mengundang kehadiran Sang Perancang pernikahan itu sendiri yakni Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi Pusat dari kehidupan pernikahan. Dalam kehadiranNya akan mengalir kuasaNya, sukacita, damai sejahtera, kasih dan kekuatan yang memampukan suami istri untuk saling mengasihi dan menerima pasangan tanpa syarat. Mencapai pernikahan yang langgeng tidak bisa dilepaskan dari faktor kehadiran Tuhan Yesus Kristus karena tanpa faktor ini, sebuah pernikahan akan menjadi pernikahan yang kering dan lambat-laun akan hancur. Pernikahan kristen yang menempatkan Tuhan Yesus sebagai pusat dalam pernikahan tersebut akan memberikan ruang kebebasan bagi Tuhan Yesus untuk memimpin dan mengarahkan pernikahannya untuk mencapai apa yang menjadi gambaran besar dari rencanaNya melalui pernikahan.
  • Tetap Berpegang pada komitmen. Sebuah pernikahan akan selalu mengalami ujian komitmen. Janji pernikahan akan semakin kokoh dan  berakar kuat ketika ujian datang. Janji pernikahan akan menjadi hidup ketika pasangan suami istri belajar berkomitmen pada janji tersebut. Berkomitmen dalam pernikahan akan menolong pasangan suami istri tetap bertahan dalam segala keadaan. Komitmen bukanlah sebuah komitmen sampai komitmen itu dinyatakan dalam tindakan.  Pernikahan merupakan sebuah tindakan memelihara dan menjalankan komitmen yang tidak bersyarat yang melibatkan dua orang. Saya menyukai pernikahan kristen yang berada dalam  frame kebenaran Fiman Tuhan, bahwa dalam pernikahan kristen, sejatinya  tidak mengenal kata pembatalan janji nikah, tidak ada revisi janji nikah dan tidak ada keuntungan sepihak. Merupakan hal yang lucu, bila dalam sebuah pernikahan yang baru dimulai dalam sebuah perberkatan pernikahan di gereja, dan salah satu pasangan sudah mengantisipasi, bahwa jika suatu saat terjadi perceraian atau  perpisahan maka sudah ada rencana nanti anak-anak akan ikut siapa, harta harus dibagi dengan  adil, dll. Jika pernikahan sudah diramalkan akan bercerai , mengapa tidak memilih untuk memperkuat komitmen pernikahan? Permasalahan yang menerpa sebuah pernikahan boleh jadi  belum pergi, tetapi pernikahan akan semakin kuat ketika komitmen menjadi pegangan bagi pasangan suami istri.



  • Perlunya mengembangkan keterampilan merawat pernikahan. Melatih keterampilan sebagai usaha merawat pernikahan menunjukkan bahwa untuk sebuah pernikahan yang langgeng dibutuhkan usaha dan perhatian untuk menjaga hubungan yang penuh kasih dan sehat sehingga pernikahan bukan suatu hubungan yang hanya sekedar dijalani. Mengembangkan keterampilan merawat pernikahan ibarat memberikan oksigen bagi pernikahan untuk tetap hidup. Mengembangkan keterampilan merawat pernikahan menyangkut bagaimana pasutri terampil dalam berkomunikasi, terampil dalam mengelola konflik, terampil dalam memenuhi kebutuhan pasangan, terampil dalam mengelola cinta, terampil dalam mengembangkan keintiman, dll. Merawat sebuah pernikahan membutuhkan usaha keras dari suami istri, ada kerja sama, ada kerinduan yang sama untuk pernikahannya menjadi lebih baik. Pasangan suami istri yang mengembangkan keterampilan merawat pernikahan merupakan  pasangan yang memahami hakekat pernikahan, berusaha untuk tetap berada dalam jalur rencana Tuhan melalui pernikahan, mengetahui bahwa nilai sebuah pernikahan dan keluarga adalah harga yang mahal dan bernilai tinggi dan tidak bisa dipandang rendah.
  • Jika perjalanan pernikahan anda mulai terasa berat dan melelahkan, ambillah waktu untuk beristirahat sejenak bersama pasangan anda.  Anda dapat kembali membuka kenangan masa-masa awal perkenalan, membuka kembali album foto pernikahan, meluangkan waktu untuk retreat khusus pasangan suami istri,  nonton film berdua, memasak berdua di dapur, mengambil waktu honey moon kembali, atau merayakan tahun-tahun perjalanan pernikahan anda berdua. Ada banyak cara yang bisa kita ambil sebagai waktu untuk beristirahat sejenak dan mengumpulkan kekuatan kembali untuk melanjutkan perjalanan pernikahan. Pasangan suami istri dapat kembali mengisi tangki cinta dengan berbagai kreativitas mengelola cinta. Penting pula untuk membicarakan kembali visi pernikahan, harapan-harapan yang ingin dicapai bersama, dll karena hal ini akan memperkuat kembali otot-otot pernikahan anda.


  • Menyadari bahwa pasangan kita adalah pribadi yang melengkapi setiap kekuatan dan kelemahan kita. Setiap pasangan suami istri sedang ada dalam proses pengenalan akan pasangannya yang tidak akan pernah berakhir. Saya pernah menjumpai ada suami bahkan istri juga,  memperlakukan pasangannya dengan seenaknya tanpa rasa hormat, apalagi ketika berjumpa dengan kelemahan pasangannya, mereka memborbardir pasangan mereka dengan kata-kata yang menyakitkan. Jagalah perkataan kita dengan sungguh-sungguh. Jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut kita dan merendahkan pasangan kita.  (Efesus 4:29-30). Dalam hal kemarahan; marahlah dengan  cara yang benar, pada saat yang tepat dengan tujuan yang benar. Jangan sampai kemarahan kita merendahkan  pasangan kita. Jika kita perlakukan pasangan kita dengan hormat maka pernikahan akan berjalan ke arah yang baik bukan pada kesulitan. Hargai pasangan anda dan perlakukan dengan baik dan hormat sebagai teman seperjalanan anda dan teman pewaris dari kasih karunia.   


Semakin lama kita menjalani pernikahan (dimana di dalam perjalanan tersebut terkadang mengalami konflik), maka semakin kita mengenal pasangan kita. Tidak sedikit ada yang bereaksi negatif setelah semakin mengenal pasangannya “kenapa aku harus menikah dengan dia, betapa bodohnya aku, menyesal aku telah menikahi dia!” Seharusnya semakin kita mengenal pasangan kita, maka hal itu akan semakin mendorong kita untuk membuat perubahan-perubahan dalam diri kita tentang apa yang pasangan kita tidak sukai dari diri kita. Semakin besar tuntutan kita pada pasangan kita agar berubah sedangkan kita tidak membuat perubahan apapun akan menciptakan jarak, konflik baru, kebekuan dalam komunikasi dengan pasangan kita. Merupakan hal yang bijaksana jika kita yang memulai langkah pertama dengan membuat perubahan pada  diri kita terlebih dahulu, maka hal itu akan menginspirasi pasangan kita untuk ikut berubah. Saya teringat dengan tulisan  Julianto & Roswitha, dari buku   Keterampilan Perkawinan, mengatakan  bahwa tingkat kecepatan setiap orang untuk membuat perubahan berbeda-beda. Jadi jangan paksa pasangan kita berubah dalam waktu satu hari karena hal itu menjadikan pasangan kita stres berat dan jengkel. 



Semakin besar pengharggan dan rasa hormat kita pada pasangan akan membuat pasangan kita menjadi aman dan nyaman menjalani tahun-tahun pernikahan selanjutnya. Bagi para istri yang bekerja, berikan penghargaan dan penghormatan kepada suami meskipun mungkin gaji suami lebih kecil dari gajimu. Dalam pernikahan, seseorang harus memiliki kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi pasangannya,  sehingga dia dapat memahami perbedaan yang ada dan melihat perbedaan tersebut sebagai keunikan pasangannya dan menjadi kekuatan bersama. Berfokus pada kekuatan pasangan akan menolong kita dalam menjalani pernikahan dengan sukacita dan saat melihat kelemahan/kekurangan pasangan, hal tersebut akan membuat kita mampu melihat  bahwa kita ada disisinya bukan untuk menghakimi atau menyalahkan melainkan untuk menolong dan melengkapinya.

Pernikahan  merupakan sebuah perjalanan hidup dua pribadi yang dibangun diatas dasar kepercayaan, kasih dan kesetiaan. Mari, jadikan pernikahan kita sebagai inspirasi bagi setiap orang bahwa pernikahan bukanlah sebuah permainan  melainkan sebuah ikatan perjanjian yang indah yang diikrarkan oleh 2 anak manusia dan Tuhan Yesus yang menjadi saksinya untuk pernikahan tersebut  dijalani dengan penuh kasih , dinikmati dan bertujuan.
 


“Cinta yang baru bagaikan sebuah api, sungguh cantik, sungguh panas, dan bergelora. Namun itu tetap hanya sebuah cahaya yang berkelap kelip. Tapi Cinta dari hati yang  lebih dewasa dan berdisiplin bagaikan batubara, membara tidak terpadamkan.”
(Henry Ward Beecher)


* Tulisan ini aku dedikasikan untuk istriku Wenny Wijaya  teman seperjalanan hidupku, "sampai maut memisahkan kita".



Buku yang disarankan untuk dibaca:

·        Keterampilan Perkawinan, Julianto & Roswitha, Pelikan Publishing

·        So Yo’re Getting Married, H. Norman Wright, Gloria Graffa

·        Pernikahan Sebuah Surga Dunia, Charles R. Swindoll, Metanoia Publishing