Suatu hari seorang ibu bercerita
kepada saya tentang anak remaja putrinya yang baru memasuki jenjang SMA dan tinggal di
asrama. Si ibu bercerita bagaimana dia bersama suaminya mengalami pengalaman
pertama melepaskan anak putrinya keluar dari rumah dan tinggal di asrama
sekolah. Ada rasa berat namun di sisi lain ada rasa bangga melihat putrinya
telah bertumbuh menjadi remaja yang berproses menjadi dewasa dan mandiri. Si
ibu ini bercerita bagaimana dia bersama suaminya memiliki kedekatan sebagai seorang
sahabat bagi putrinya. Bahkan tidak ada hal yang disembunyikan oleh putrinya
dari orangtuanya, semua pasti diceritakan. Dari soal pelajaran di sekolah,
pertemanan, cowok yang menyukai dirinya, impian, konflik bahkan kesedihannya, putrinya
pasti akan menceritakan kepada papa mamanya. Bahkan ketika tinggal di asrama, putrinya tetap mengambil
waktu untuk bercerita tentang kisah-kisahnya melalui telepon.
Saya kagum dengan suami
istri ini yang memiliki relasi yang dekat
dan sehat,
bahkan bisa menjadi sahabat bagi remaja putrinya, tak terkecuali juga terhadap
anak bungsunya yang masih SD. Sesuatu yang menarik dan indah, ketika orangtua
bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya remajanya, akan membuat
pengasuhan dan mendidik anak remaja bukan menjadi suatu beban pergumulan,
justru remaja akan kooperatif atau bisa diajak bekerjasama.
Remaja terkadang harus
berhadapan dengan kesulitan, konflik dengan teman dan terkadang dengan perasaan
sendiri yang berubah-ubah. Mereka membutuhkan tempat yang nyaman dan aman
dimana remaja bisa menceritakan semuanya. Remaja seringkali mengeluhkan
ketiadaan waktu dan kurangnya perhatian orangtua kepada mereka. Tidak sedikit
pada akhirnya orangtua bermasalah dengan anak remajanya dalam hal berkomunikasi.
Komunikasi yang buruk tercipta karena orangtua yang membuat jarak dengan anak remajanya
melalui ketiadaan hubungan dan hal ini seringkali disebabkan orangtua yang terlalu
berfokus pada pekerjaan dan tidak meluangkan
waktu sedikitpun pada anak remajanya.
Terkadang ada pula
orangtua yang suka membuat perbandingan dengan kakak atau adiknya bahkan dengan
teman-temannya, sehingga remaja menjadi terluka dan menjaga jarak
dengan orangtuanya.
Tidak sedikit juga orangtua yang menekan
anak dengan tuntutan kesempurnaan, tuntutan berprestasi, membuat tindakan yang
selalu menyalahkan anak remajanya tanpa memberikan penjelasan dan bimbingan.
Bisa juga dengan adanya konflik papa-mama yang terus-menerus
sehingga menyebabkan anak remaja tidak nyaman berada di rumah, dan pada akhirnya menutup jalur komunikasi dengan orangtua.
ORANGTUA YANG BERJALAN
BERSAMA DENGAN ANAK REMAJANYA.
Alkitab menulis: “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika
mereka belum berjanji?” Amos 3:3
Orang yang berjalan bersama harus membuat perjanjian atau kesepakatan. Kesepakatan dalam keluarga antara orangtua dan anak harus dibicarakan bersama sehingga anak-anak dapat merasa nyaman dan percaya kepada orangtua, demikian pula sebaliknya. Orangtua perlu membangun komunikasi yang baik dengan anak-anaknya untuk mencapai kesepakatan bersama. Persoalan orangtua dalam relasinya dengan anak adalah persoalan keangkuhan dimana orangtua (khususnya ayah) lebih sering bertengkar dengan anaknya dan mempertahankan keangkuhan daripada merendahkan hati dan mulai berkomunikasi untuk mendapatkan kemenangan bersama dan kesepakatan.
Raja Salomo berkata
dalam Amasl 13:10 bahwa “Keangkuhan hanya
menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat.”
Ketika orangtua dapat membangun komunikasi yang dapat dipercaya maka
orangtua menuai kemajuan dalam relasinya dengan anak remajanya. Beberapa
orangtua mempertahankan keangkuhan karena merasa dia memegang kekuasaan di rumah
dan merasa sudah jauh lebih berpengalaman dibandingkan anak remajanya.
Padahal pengalaman orangtua tidak seluruhnya bisa dijadikan referensi untuk anak-anak
mereka di jaman yang telah berubah, kecuali pengalaman-pengalaman yang telah
dievaluasi. Hal ini pada akhirnya menyebabkan anak remaja cenderung menarik
diri dari orangtua dan mendekatkan diri mereka kepada kelompok bermainnya,
sehingga orangtua
mulai kehilangan komunikasi dengan anak remajanya dan lambat-laun seiring waktu,
orangtua akan kehilangan anaknya meskipun anak ada di dalam rumah. Mereka akan
menjadi sulit untuk diajak bekerja sama, sulit diajak berdialog dan lebih
banyak menghindar dari pertemuan-pertemuan keluarga.
Anak remaja membutuhkan
teman seperjalan dalam meraih impian mereka. Mereka membutuhkan nasehat dan
arahan dalam hidupnya. Selain itu mereka membutuhkan model keteladanan yang
bisa dicontoh. Orangtua harus memfungsikan dirinya sebagai sahabat yang baik
dengan cara:
1. Memberikan waktu yang
berkualitas bukan waktu yang sisa di tengah kesibukan bekerja. Hal ini akan membuat
anak menyadari bahwa orangtuanya sangat memberikan perhatian kepadanya dan
memprioritaskan dirinya ditengah kesibukan pekerjaan
orangtuanya.
Investasi waktu yang berkualitas pada anak akan memunculkan anak yang memiliki
harga diri yang sehat sehingga mereka tidak mudah jatuh dalam pergaulan yang negatif.
Mereka akan merasakan kebahagiaan dalam diri mereka karena orangtua menyediakan
waktunya yang penting bagi mereka. Remaja ketika melihat orangtuanya memberikan
waktu berkualitas, mereka sedang menangkap pesan dari orangtua bahwa “aku (orangtua) selalu hadir disaat
kamu membutuhkan, bahkan di waktu-waktu tergelapmu sekalipun.” Kehadiran
orangtua ditengah kesibukan pekerjaan akan memperkuat sinyal yang bagus bagi relasi orangtua dengan
remaja. Tanpa ada paksaan, mereka akan mudah untuk bercerita dengan terbuka,
dan mereka mudah untuk mendengar arahan orangtua mereka. Memberikan waktu
berkualitas dapat diwujudkan juga dengan
orangtua dapat melakukan kegiatan
bersama-sama dengan anak remajanya; nonton bioskop, bermain bersama, berlibur,
memancing, dll.
2. Menjadi pendengar yang
baik bukan komentator atau pun penasehat. Anak remaja
terkadang
hanya butuh didengarkan dan dipahami dan tidak butuh dikomentari. Ketika
orangtua mampu dan mau merelakan dirinya menjadi pendengar yang baik, anak remaja akan
merasa dihargai sebagai satu pribadi. Terkadang apa yang disampaikan anak remaja tidak
masuk akal atau konyol, bahkan sebagai orangtua ketika mendengar apa yang
diceritakan anak remajanya, terlihat hanyalah persoalan yang sangat kecil/sepele.
Namun, orangtua perlu menahan diri untuk tidak memotong pembicaraannya,
tahanlah untuk tidak mengomentari atau meremehkan persoalan atau hal-hal yang
disampaikan anak remaja dan juga jangan memberi nasehat kecuali diminta.
Dibutuhkan penguasaan diri bagi orangtua untuk tidak merusak moment yang baik
ketika anak remaja sedang mengungkapkan isi hatinya. Dan dibutuhkan orangtua
yang bisa dipercaya ketika anak remajanya menceritakan hal-hal yang sangat
rahasia baginya. Khususnya, ketika terjadi konflik orangtua
dengan anak remaja, orangtua tidak diperkenankan untuk mengungkap semua
apa yang sudah pernah diceritakan oleh anaknya sebagai bentuk ekspresi
kemarahan orangtua atau senjata intimidasi. Orangtua perlu menghargai
keterbukaan anak remajanya, memberi ruang dan
kesempatan bagi anak remaja untuk curhat sehingga
jarak bisa direkatkan. Dengan melakukan pendekatan sebagai seorang sahabat,
anak remaja dapat bertukar pikiran dan bercerita kepada orangtuanya dengan
bebas tanpa tekanan bahkan orangtua dapat memberikan masukan kepada anak
remajanya.
3. Ekspresikan bahasa cinta pada anak remaja.
Berikan kata-kata peneguhan ketika anak remaja
anda merasa
kurang yakin. Berikan pelukan kehangatan dan yakinkan bahwa anda sebagai
orangtua memahami apa yang menjadi kesulitannya dan anda akan selalu ada
bersamanya untuk menjadi pendukung tetapnya, apapun yang terjadi. Kata-kata
peneguhan akan memberikan kepastian akan rasa aman dalam diri remaja. Orangtua
perlu memahami emosi remaja yang seringkali masih labil. Orangtua dapat memberikan
reward atau hadiah ketika anak melakukan hal-hal yang baik, atau saat membuat kemajuan dalam diri mereka. Setiap
reward/hadiah yang diberikan dengan BIJAK oleh orangtua akan menjadi perekat
hubungan. Kasih dan penerimaan orangtua terhadap anak remajanya bahkan disaat
mereka membuat keputusan-keputusan yang salah
sekalipun,
akan memberikan rasa aman dalam diri
mereka bahwa mereka tidak pernah sendiri dan hal itu juga akan membangunkan
sikap optimisme bahwa mereka bisa membuat langkah-langkah besar untuk masa
depan mereka. Mereka akan yakin dengan dirinya bahwa mereka bisa membalikkan
keadaan kegagalan menjadi keberhasilan.
4. Mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan
anak remaja anda.
Seringkali orangtua selalu menganggap remaja yang sudah beranjak
dewasa masih seperti anak kecil, sehingga remaja tidak merasa nyaman
ketika berbicara dengan orangtua. Orangtua perlu menyadari bahwa anaknya sudah
remaja dan bukan lagi anak-anak dan tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak.
Orangtua perlu mengembangkan komunikasi yang empatik, dimana orangtua dapat memahami
kondisi anak remajanya dan bisa menempatkan diri pada situasi anak remajanya. Dalam masa perkembangan, remaja seringkali
berhadapan dengan pergumulan identitas diri sehingga memunculkan konflik diri,
belum lagi pergumulan dengan peer groupnya, rasa ketertarikan pada lawan
jenisnya dan seks, impian, pergumulan dalam studinya, dll. Semua ini bisa
menjadi stres tersendiri dan remaja membutuhkan orang dewasa yang bisa
membimbingnya dan menemaninya dalam menjalani semua pergumulannya sehingga
mereka bisa melewati semuanya dengan baik.
Orangtua tidak hanya membuat keputusan untuk menjadi Sahabat tapi juga menjadi Pelatih bagi anak remajanya
Dalam perjalanan
hidupnya remaja akan mengalami perkembangan dan otomatis akan terjadi
perubahan-perubahan pada dirinya baik secara fisik, emosional, kognitif/mental,
seksual,
dan hal ini anak membutuhkan seorang pelatih kehidupan yang bisa mendampingi,
mengarahkan dan menemukan kekuatan atau kelebihan seorang remaja. Selain menjadi sahabat,
orangtua juga harus memfungsikan dirinya sebagai pelatih kehidupan anak
remajanya. Remaja membutuhkan pelatih kehidupan untuk mengembangkan
dirinya sehingga bisa mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam dirinya. Apa
yang bisa dilakukan orangtua sebagai seorang pelatih kehidupan bagi anak
remajanya?
a. Orangtua
dapat menolong anak remajanya dengan membangun kesadaran akan potensi-potensi
yang ada dalam dirinya yang perlu digali untuk kemaksimalan hidupnya. Sehingga
pencapaian dari impian-impiannya dapat terwujud. Orangtua dapat menolong remaja
untuk mengenali apa yang menjadi kekuatan anak remajanya lalu menggali bersama
kekuatan tersebut.
b. Orangtua
dapat menantang anak remajanya untuk membuat perubahan-perubahan dalam dirinya
sehingga perubahan itu dapat menolong dirinya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang muncul dalam kehidupannya. Perubahan-perubahan itu termasuk di dalamnya
adalah perubahan karakter, perubahan cara berpikir dan perubahan sikap.
c. Orangtua
dapat melatih dan memperlengkapi anak remajanya dengan keterampilan kehidupan.
Contoh: remaja sangat membutuhkan bimbingan dalam hal membangun relasi yang
baik dengan masyarakat, memperlengkapi remaja dengan keterampilan memilih dan mengembangkan
relasi yang sehat dengan peer groupnya, termasuk dalam berpacaran, remaja juga membutuhkan keterampilan dalam hal
mengelola waktu dan keuangan yang baik, dll.
d. Orangtua
dapat mengarahkan anak remajanya untuk dapat mengaktualisasi dirinya sehingga
hidupnya bermakna dimulai dari usia muda. Bagaimana hidup yang memberi inspirasi bagi
orang lain, bagaimana menjadi remaja yang memberi nilai tambah dan
memberikan keteladanan hidup dimana pun dia berada, bagaimana menjadi pemimpin
di usia remaja, dll.
Menjadi pelatih
kehidupan bagi anak remaja, merupakan bagian penting dalam fungsi yang harus
dimainkan oleh orangtua. Usia remaja merupakan usia pengembangan diri ke arah
yang lebih positif dan mereka membutuhkan peran orangtua yang dapat melatih
mereka untuk membangun diri mereka menjadi lebih baik. Hal mendasar bagi orangtua untuk dapat
menjadi pelatih kehidupan yang efektif bagi anak remajanya, sedikitnya datang
dari 3 faktor dasar ini:
1.
Menjadi Pelatih
kehidupan remaja dimulai dari orangtua yang mau belajar. Remaja hari ini dikenal
sebagai generasi Netizen, dimana internet telah membentuk budaya baru, cara pandang baru, nilai-nilai, dalam
generasi ini. Orangtua, mau tidak mau harus belajar mengenali ciri-ciri
generasi hari ini untuk memudahkan membangun relasi dengan mereka. Membesarkan
remaja hari ini sangat berbeda dengan membesarkan remaja jaman orangtua.
Orangtua yang malas belajar akan semakin tidak memahami dunia remaja hari ini.
Bukan berarti orangtua harus tahu semuanya. Paling tidak, orangtua tahu
bagaimana membangun jembatan dengan anak remajanya dan bukan membangun tembok
pemisah, mengenali dunia anak remajanya sehingga dapat menolong anak remajanya
tidak teperangkap dalam hal-hal yang salah, dan juga dapat mengelola konflik
dengan baik ketika berbenturan dengan remaja sehingga dapat berakhir dengan
kebahagiaan, dan kreatif dalam melakukan pendekatan pada remaja.
Orangtua perlu belajar dengan tujuan untuk memperlengkapi diri dengan informasi/pengetahuan sehingga dapat melatih anak remajanya. Orangtua hanya bisa melatih atau membagikan sesuatu kepada anak remajanya sesuai dengan apa yang dimilikinya. Orangtua yang malas belajar tidak akan dapat membagikan sesuatu kepada anak remajanya karena dia tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan (bukan materi/uang yang saya maksud). Dan kalaupun orangtua bisa membagikan sesuatu kepada anak remajanya, hal itu tidak akan sesuai dengan kebutuhan anak remajanya karena orangtua tidak memiliki informasi apapun yang sebenarnya bisa didapat dari pembelajaran. Orangtua akan menjadi sulit terkoneksi dengan dunia anak remajanya. Karena itu kita sering menemukan konflik tajam antara orangtua dengan anak remajanya hanya karena “tidak saling connect”.
Orangtua perlu belajar dengan tujuan untuk memperlengkapi diri dengan informasi/pengetahuan sehingga dapat melatih anak remajanya. Orangtua hanya bisa melatih atau membagikan sesuatu kepada anak remajanya sesuai dengan apa yang dimilikinya. Orangtua yang malas belajar tidak akan dapat membagikan sesuatu kepada anak remajanya karena dia tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan (bukan materi/uang yang saya maksud). Dan kalaupun orangtua bisa membagikan sesuatu kepada anak remajanya, hal itu tidak akan sesuai dengan kebutuhan anak remajanya karena orangtua tidak memiliki informasi apapun yang sebenarnya bisa didapat dari pembelajaran. Orangtua akan menjadi sulit terkoneksi dengan dunia anak remajanya. Karena itu kita sering menemukan konflik tajam antara orangtua dengan anak remajanya hanya karena “tidak saling connect”.
2.
Menjadi Pelatih
Kehidupan remaja dimulai dari orangtua yang rindu memberikan warisan yang
terbaik bagi anak-anaknya dan cucunya. Orangtua harus memiliki cara pandang yang jauh
kedepan melintasi generasinya. Bahwa apa yang dia kerjakan dan putuskan hari
ini akan dinikmati oleh generasi kedua, ketiga dan seterusnya. Sangat
disayangkan ada beberapa orangtua yang memiliki cara pandang hanya “hari ini.”
Orangtua seperti ini masih asik dengan dirinya sendiri, menghabiskan waktu
hanya untuk dirinya sendiri, melakukan tindakan-tindakan yang merusak dirinya
sendiri (mabuk, judi, selingkuh, dll), tidak memberikan
keteladanan yang baik, tidak mau memperlengkapi
diri untuk anak-anaknya. Orangtua seperti ini selalu beranggapan bahwa “anak-anak saya nantinya toh, akan bertumbuh
dengan sendiri, yang penting tugas saya sebagai orangtua memberi makan, dan
menyekolahkan.” “Kalau anak remaja
saya tidak mau dengar perintah dan kemauan saya, ya sudah, biar dia keluar dari rumah saya.”
Orangtua semacam ini adalah orangtua yang “lebih dari para pemenang”,
dia menang untuk dirinya sendiri dan telah mengalahkan dan menghancurkan anaknya.
Kelak, kenangan pada orangtua semacam ini adalah kenangan tentang gagalnya
warisan terbaik yang seharus diterima oleh generasi terbaik. Sebagai orangtua kita
harus tetap memiliki mimpi yang besar untuk anak-anak kita dan memberikan
warisan yang terbaik untuk generasi yang akan datang.
3.
Menjadi Pelatih
kehidupan remaja dimulai dari hati yang mengasihi Tuhan. Tanpa mengasihi Tuhan,
orangtua akan menolak kebenaran firman Tuhan. Padahal firman Tuhan adalah
prinsip hidup yang harus diwariskan kepada anak-anak. Tanpa mengasihi Tuhan
otomatis anak-anak akan kehilangan suasana surga di rumah dan kehilangan
gambaran bapa di surga melalui ayah dan ibunya
di rumah.
Tanpa mengasihi Tuhan maka kita tidak akan mengalami dan tidak akan memahami
bagaimana hidup dalam indahnya anugerah. Dan itu akan berpengaruh pada hubungan
dengan anak remajanya. Tanpa mengasihi Tuhan, orangtua tidak akan memiliki
benih-benih Firman Tuhan yang dapat ditaburkan dalam hati anak-anaknya, dimana
benih-benih itu seharusnya menjadi pegangan dalam perjalan hidup bagi anak remajanya.
Orangtua adalah orang
kepercayaan Tuhan atau wakil Tuhan yang dipercayakan untuk mengasuh dan
mendidik anak-anak sehingga mereka mencapai tujuan Ilahi atas hidup mereka.
Peran dan fungsi orangtua dalam hidup anak
remaja
sangat penting. Cara orangtua mengasuh, mendidik, mendewasakan dan kedalaman
relasi orangtua-anak akan mempengaruhi masa dewasa anak-anak mereka. Menjadi
sahabat dan pelatih dalam kehidupan anak remaja, akan membuat mereka menjadi lebih produktif, lebih mampu, lebih berfungsi
dan maksimal. “Selamat menjadi seorang sahabat dan pelatih kehidupan bagi anak
remaja anda!” (AW)