“Kata-kata itu ibarat pisau tajam
yang mampu memotong, memisahkan bagian demi bagian. Ketika kata-kata tidak
dapat dipertanggung jawabkan, maka akan ada banyak kehancuran dan kerugian yang
dialami oleh dirinya dan orang lain dan akan mempengaruhi perjalanan hidupnya.”
Peran seorang ayah sangat penting
dalam kehidupan anak-anaknya (bukannya
saya mengecilkan peran seorang ibu, tapi tulisan ini akan lebih berfokus
tentang peran seorang ayah). Kualitas kehidupan pribadi seorang ayah akan
mempengaruhi kehidupan anak-anaknya. Baik itu kualitas kepemimpinannya,
kualitas karakter dan integritasnya, kualitas kedalaman pengenalannya secara
pribadi dengan Tuhan dan kualitas relasinya dengan istrinya serta kualitas yang
berkaitan dengan dunia kerjanya. Kualitas-kualitas tersebut akan terlihat jelas
dan dipelajari oleh anak-anak, salah satunya
adalah melalui kata-kata yang diucapkan oleh seorang ayah.
Kata-kata seorang ayah memiliki
kuasa dan akan mempengaruhi masa depan anak-anaknya. Sebagai seorang pemimpin
di rumah, perkataan seorang ayah merupakan pencerminan dari dirinya dan hal itu
akan terpancar bagi anak-anaknya. Ketika seorang ayah tidak dapat menghidupi
apa yang dikatakannya maka kekuatan pengaruh dari dirinya sebagai seorang ayah
akan menjadi tumpul. Namun, yang harus disadari oleh para ayah adalah bahwa
kata-kata yang mereka lepaskan entah positif atau negatif memiliki kuasa
penciptaan. Anak-anak dan masa depannya akan dibentuk oleh perkataan ayahnya. Ditengah
banyak para ayah yang berjuang untuk mengumpulkan harta kekayaan yang nantinya
bisa diwariskan kepada anak-anaknya, terkadang para ayah lupa bahwa anak-anak
tidak sekedar menerima warisan harta kekayaan melainkan mereka juga menantikan
warisan melalui kata-kata berkat ayahnya. Sepertinya ini merupakan hal yang
sepele, tetapi kita bisa kembali kepada prinsip dasar bahwa perkataan memiliki
kuasa yang mampu menciptakan, membangun atau meruntuhkan. Dan perkataan seorang
ayah akan mampu mengubah arah hidup seorang anak, khususnya di masa dewasanya.
KISAH KEKUATAN PERKATAAN SEORANG
AYAH DI ALKITAB
Alkitab menegaskan akan
pentingnya para ayah untuk berkata-kata dengan tepat kepada anggota keluarganya,
khususnya kepada anak-anaknya. Bahkan dalam beberapa kisah di alkitab, di
perjanjian lama ada beberapa kasus yang mengisahkan kekuatan perkataan seorang
ayah. Kisah seorang ayah yang bernama Yakub, dimana sebelum kematiannya datang,
dia mengumpulkan anak-anaknya dan meletakkan tangannya diatas kepala
anak-anaknya dan melepaskan kata-kata berkat, kata-kata penuh kasih dan iman
atas mereka tentang masa depan.
(Kejadian 49) Dan apa yang diperkatakan oleh Yakub, kata-katanya telah
mengarahkan anak-anaknya menghidupi masa depan tepat seperti apa yang
diperkatakan oleh Yakub. Perkataan Yakub menjadi sebuah warisan yang tidak
terlihat awalnya, namun perkataan Yakub menuntun anak-anaknya memasuki
kehidupan yang berbeda.
Yakub belajar dari ayahnya
tentang pentingnya berkata-kata yang benar tentang masa depan anak-anaknya.
Yakub bukan sekedar belajar tapi dia sendiri juga mengalami kuasa dari
kata-kata berkat yang dilepaskan Ishak ayahnya. Bahkan untuk memperebutkan
kata-kata berkat yang diucapkan dengan iman dari seorang ayah, Yakub berkelahi
dengan Esau kakaknya (Kejadian 27). Mereka tidak memperebutkan warisan harta
melainkan warisan kata-kata berkat dari ayahnya, dan mungkin ini sesuatu yang
berbeda dengan kondisi hari ini, dimana banyak anak-anak meributkan, bahkan
saling menghancurkan hanya untuk warisan dari orangtuanya. Tidak sedikit
terjadi pembunuhan, melaporkan saudara kandungnya ke pengadilan bahkan saling
bermusuhan hanya karena warisan. Mereka mengorbankan hubungan darah hanya untuk
warisan materi. Tragis.
Esau Dan Yakub memahami benar kuasa
dari kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya sebagai otoritas Allah yang telah
ditetapkan dalam keluarga mereka. Para ayah harus menyadari bahwa dalam
perkataan mereka ada kuasa yang meng”create” masa depan anak-anak mereka.
Kata-kata para ayah akan menentukan atmosfir seperti apa yang akan menguasai
rumah mereka. Para ayah harus menyadari bahwa hidup mereka telah ditetapkan
Tuhan bukan sekedar menjadi suami dan ayah tapi Allah meletakkan otoritas Ilahi
dalam hidup mereka, dan otoritas itu akan bekerja salah satunya melalui
perkataan. Sudah seharusnya para ayah melepaskan kata-kata berkat, kata-kata
nubuatan tentang masa depan anak-anaknya.
Suatu prinsip kebenaran yang
sederhana dari Firman Tuhan, dimana para ayah diminta untuk melepaskan
kata-kata yang memberkati dan bukan kata-kata negatif. Namun jika tindakan para
ayah menyederhanakan tentang pentingnya berkata-kata yang tepat kepada
anak-anak mereka, maka para ayah cenderung menyepelekan kuasa kata-kata yang
keluar dari mulutnya. Dan hal ini merupakan tindakan kebodohan dari para ayah. Berapa banyak kita bisa jumpai para ayah yang
berkata-kata jahat terhadap anak-anak mereka. Kata-kata yang diucapkan para
ayah ini, menunjukkan betapa anak tidak dihargai sebagai satu pribadi. Mereka
merendahkan anak mereka dengan kata-kata
yang tidak sepantasnya dikeluarkan dari mulut seorang ayah, seorang figur
teladan di rumah dan seorang pemimpin keluarga.
Bukan hal yang mengejutkan jika anak-anak pada akhirnya kehilangan rasa
hormat terhadap ayah mereka. Dan lebih parahnya, anak-anak harus kehilangan
warisan dari janji Allah tentang masa depan mereka. Mereka menjadi tepat
seperti apa yang ayah mereka katakan dan nubuatkan.
Saya akan membagikan beberapa hal
penting yang perlu para ayah cermati
sebagai evaluasi pribadi, jika ingin menjadi ayah yang memperkatakan kata-kata
berkat & profetic, serta rindu melihat anak-anaknya memasuki kehidupan yang
berlimpah di masa hidup mereka :
1.
PERKATAAN YANG BENAR MENGALIR
DARI SUMBER YANG BENAR. (Seorang ayah harus terlebih dahulu menjadi sumber yang
benar sehingga yang keluar adalah hal-hal yang benar).
Sejauh mana para ayah menjaga
hidupnya benar dihadapan Allah akan menentukan dirinya menjadi sumber yang
bagus atau tidak dalam mengalirkan perkataan. “Apakah ada mata air yang memancarkan air tawar dan air pahit dari
sumber yang sama?” Yakobus 3:11
(IBIS) Dari kehidupan yang benar, akan mengalir perkataan yang benar,
karena kita tahu kekudusan tidak pernah menghasilan dua macam aliran perkataan
yang baik dan jahat, berkat dan kutuk. Sebuah panggilan Ilahi bagi para pria
untuk berdiri menjadi ayah yang mampu menjaga hatinya dengan segala kewaspadaan
karena dari hatilah kehidupan yang sebenarnya terpancar (Amsal 4:23).
Yesus memberikan gambaran tentang
hati sebagai tempat perbendaharaan atau tempat penyimpanan dan apa yang keluar
dari mulut kita menunjukkan kondisi hati kita yang sebenarnya (Matius 12:35-37).
Jika hati kita kudus maka yang keluar adalah perkataan yang benar dan kudus
serta memberkati. Namun yang sangat menyedihkan adalah banyak ayah yang
menunjukkan kondisi hatinya kotor dengan mengeluarkan kata-kata kutuk dan jahat
kepada anak-anak mereka. Ditopang juga dengan kondisi jiwanya yang terluka
dan emosi yang tidak sehat semakin
memperkuat para ayah mudah melepaskan kata-kata jahat, kutukan kepada anak-anak
mereka. Ketika kata-kata jahat dan kutukan dilepaskan kepada anak-anak,
kata-kata tersebut akan mudah sekali menancap kuat dalam hati dan pikiran
anak-anak, apalagi yang mengucapkan adalah ayah mereka yang memiliki otoritas
di rumah. Bagi anak-anak yang sedang bertumbuh mereka akan mudah mempercayai
apa pun yang dikatakan oleh orangtua mereka sebagai kebenaran karena orangtua
adalah figur otoritas bagi mereka. Kata-kata itu akan membentuk masa depan
anaknya.
Menjadi sebuah tantangan bagi
para ayah untuk berjalan dalam kehidupan yang bersih sehingga hidup kita
mengalirkan air kehidupan yang bersih pula. Pengaruh dari kehidupan yang bersih
akan dirasakan oleh seisi rumah. Pemazmur berkata, ketika seorang ayah atau
suami hidup dalam takut akan Tuhan, maka kebahagiaan akan menjadi bagian dari
seisi rumahnya. Tidak hanya berhenti pada berbahagia tapi juga berkat akan
melimpah bagi seisi rumah. Itu artinya para ayah atau suami menjadi penentu
kebahagiaan dan kelimpahan dari seisi keluarganya (Mazmur 128). Beranikah kita sebagai para ayah dan suami membangun
kehidupan kita menjadi sumber atau mata air yang bersih?
2.
SETIAP KATA-KATA YANG TELAH DILEPASKAN
TIDAK DAPAT DITARIK ULANG. (Seorang ayah harus bertanggung-jawab atas setiap
kata-katanya dihadapan Tuhan).
Sebagaimana waktu yang tidak
dapat diputar ulang atau seperti anak panah yang lepas dari tali busur dan
terbang melesat dan tidak bisa kembali lagi ke busur, seperti itulah ketika
kata-kata yang telah diucapkan, tidak akan bisa ditarik ulang atau pun diralat.
Dan kuasa dari kata-kata itu akan bekerja dan memberikan dampak bagi kehidupan
diri sendiri maupun orang lain, dalam hal ini adalah pribadi dan masa depan
anak-anak. Ketika kata-kata kutukan atau kata-kata jahat dilepaskan, maka akan
ada anak yang terluka dan hancur. Alkitab banyak mengajarkan kepada kita untuk
lambat bicara dan cepat untuk mendengar. Artinya ketika kita para ayah tidak
bisa mengontrol dengan baik kecepatan dan ketepatan kita dalam berbicara, maka
kita akan lebih banyak mengalami kerugian dan kita akan kehilangan
moment-moment terbaik kita.
Para ayah harus menyadari betapa pentingnya untuk menjadi bijak dalam berkata-kata, memikirkan terlebih dahulu kata-kata apa yang pantas diucapkan bagi anak kita dan apa dampak dari perkataan kita bagi anak ketika mereka mendengar dan menangkap setiap kata-kata yang telah kita ucapkan. Sering kita mendengar bahwa penyesalan selalu datang terlambat akibat kurangnya kedewasaan diri dalam berkata-kata. Kisah yang cukup tragis adalah ketika Esau meminta ayahnya Ishak untuk memberkati dirinya setelah Yakub menerima warisan berkat anak sulung (Kejadian 27:35-38), Ishak berkata:
35 Jawab ayahnya: "Adikmu telah datang
dengan tipu daya dan telah merampas berkat yang untukmu itu."
36 Kata Esau: "Bukankah tepat namanya
Yakub, karena ia telah dua kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya,
dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku." Lalu katanya:
"Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?"
37 Lalu Ishak menjawab Esau, katanya:
"Sesungguhnya telah kuangkat dia menjadi tuan atas engkau, dan segala
saudaranya telah kuberikan kepadanya menjadi hambanya, dan telah kubekali dia
dengan gandum dan anggur; maka kepadamu, apa lagi yang dapat kuperbuat, ya
anakku?"
38 Kata Esau kepada ayahnya: "Hanya berkat
yang satu itukah ada padamu, ya bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!"
Dan dengan suara keras menangislah Esau.
Ishak dan Esau tidak dapat
menarik perkataan berkat yang sudah dilepaskan bagi Yakub. Dan kebenarannya adalah “setiap ayah harus memahami bahwa
apapun bentuk kata-kata yang anda lepaskan bagi anak-anakmu, entah itu kata-kata
berkat atau kata-kata kutuk, maka kata-kata itu tidak akan dapat ditarik ulang
dan kata-kata itu akan bekerja dalam kehidupan anakmu dan akan membentuk masa
depan mereka.”
3.
ANAK-ANAK MEMBUTUHKAN KATA-KATA
BERKAT AYAHNYA. (Seorang ayah harus mengenali kebutuhan anak-anak dan
pentingnya kata-kata dalam memenuhi kebutuhan tersebut).
Setiap anak memiliki kebutuhan
psikologis, salah satunya adalah rasa aman. Rasa aman di dapatkan di rumah
dalam bentuk penerimaan, dikasihi, dan tersedianya kebutuhan bagi fisik untuk
bertumbuh seperti makanan yang cukup dan bergizi. Rasa aman bagi anak-anak akan
membuat mereka bertumbuh dengan sehat, baik secara fisik, emosi, spiritual, intelektual
maupun sosial mereka. Namun jika anak-anak dirumah lebih sering mendapatkan
kata-kata kutukan, makian, dan kata-kata jahat lainnya, hal itu akan
menghancurkan rasa aman mereka. Dampak yang dialami oleh anak dalam keluarga
yang suka mengeluarkan kata-kata jahat akan membentuk harga diri anak yang
tidak sehat, anak menjadi stres, motivasi belajar anak menjadi rendah dan lebih
parah adalah anak akan mempercayai apa yang dia dengar sehingga menjadi
keyakinan dalam diri mereka bahwa kata-kata yang diucapkan oleh orangtuanya
khususnya ayah merupakan kebenaran bagi dirinya. Tanpa disadari anak akan
menjalani sebuah kehidupan tepat seperti apa yang diperkatakan oleh ayahnya.
Pola kebiasaan ini juga akan membentuk anak menyukai untuk berkata-kata kasar
dan jahat kepada orang lain, hatinya menjadi keras dan memberontak, dia akan
kehilangan empati atas orang lain.
Kita pasti menyetujui bahwa sedari
kecil setiap anak menyukai kata-kata yang positif, kata-kata yang benar dan itu
akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak. Kita bisa melihat seorang ibu yang
memuji-muji bayi yang digendongnya dan si bayi menjadi tenang dan tersenyum.
Lebih spesifik lagi, bahwa setiap anak membutuhkan kata-kata berkat dari
ayahnya, karena ayah merupakan kepala keluarga dan memiliki otoritas rohani. Seorang ayah dapat
berbicara kepada anaknya: “anakku, Tuhan
akan menjagai hidupmu”, “engkau adalah anak yang cerdas”, dll. Anak-anak juga membutuhkan kata-kata berkat penerimaan
sehingga rasa aman itu dialaminya, “ayah,
sangat mengasihimu nak, ayah bangga padamu”, atau “Kenzie, papa akan beri Kenzie ciuman besar”, dll. Para ayah dapat
berdoa dan memberkati dengan kata-kata berkat yang bersifat nubuatan: “anakku Devon, engkau akan bertumbuh
menjadi besar dan ketika saatnya tiba, engkau akan menjadi orang terpenting di
bangsa ini, Tuhan akan mengangkat dan menempatkan engkau untuk memberkati
banyak orang. Engkau akan menjadi tempat perteduhan dimana orang-orang yang
lemah akan merasa aman dan terlindungi, orang-orang yang lapar akan
dikenyangkan dengan kebaikan Tuhan melalui dirimu. Seperti singa yang mengaum,
kepemimpinan dalam dirimu akan membawa orang-orang untuk hidup benar dan mereka
akan mengenal Tuhan Yesus.” Para ayah, anda bisa berdoa dan memperkatakan
kata-kata iman dan profetik yang akan membawa anak anda untuk menghidupi apa
yang anda perkatakan.
Para ayah buanglah kata-kata
kutukan atau kata-kata jahat seperti, “kamu
bodoh”, “semua menjadi kacau gara-gara kamu”, “ayah yakin kamu besar tidak akan
memiliki masa depan”, “siapa yang mau dengan kamu gadis yang sakit-sakitan”,
“ayah tidak pernah menemukan hal-hal yang baik dari kamu”, “dasar, anak yang
tidak pernah diuntung, ayah menyesal punya anak seperti kamu”, dll. Dari
kata-kata jahat dan kutukan inilah lahir generasi minder dengan harga diri yang
rendah, pemberontak, liar, menolak aturan, sulit konsentrasi, jatuh dalam free
sex dan kecanduan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki berkat rasa
aman, merasa tidak dipedulikan, ketakutan, tidak mengalami kata-kata peneguhan
akan hidup mereka yang lebih baik untuk masa mendatang.
4.
AYAH YANG MEMBANGUN KEDEKATAN
DENGAN ANAK-ANAKNYA (seorang ayah adalah seorang pribadi yang dikenali luar
dalam oleh anaknya bukan hanya dikenal sebagai pencari uang)
Saya belajar untuk memperkatakan
kata-kata berkat kepada kedua anak saya baik melalui doa bersama mereka maupun
saat bermain dengan mereka. Bagi saya yang dibesarkan dari ayah yang jarang
melepaskan kata-kata berkat, saya harus melatih diri untuk membiasakan melepaskan
kata-kata berkat. Namun untuk memulainya, saya harus membangun relasi dengan
anak-anak saya sejak awal. Sejak kelahiran anak pertama, saya belajar untuk
membangun kedekatan dengan anak saya. Karena tanpa adanya kedekatan, sulit bagi
para ayah untuk melepaskan kata-kata berkat. Mengenal anak-anak saya secara
pribadi, mengenali keunikan kepribadian mereka masing-masing dan kelebihan
mereka, membuat saya mudah untuk melepaskan kata-kata berkat.
Para ayah harus memiliki
kedekatan dengan anak khususnya ketika anak sudah remaja, sehingga para ayah
dapat memiliki akses untuk dapat berkomunikasi dan berbagi perasaan. Ketika
para ayah melepaskan kata-kata berkat, namun tidak memiliki kedekatan sebagai jembatan
penghubung, sangat mudah bagi anak-anak khususnya remaja mengabaikan setiap
kata-kata berkat yang diucapkan ayahnya, anak bisa juga tidak mengimani, bahkan bisa
mencurigai motif ayahnya dan tidak menghargai apa yang ayahnya perkatakan,.
Pengabaian ini akan membuat luka baru baik bagi ayah maupun bagi anak. Secara
khusus bagi ayah yang sudah terbiasa mengucapkan kata-kata kutuk atau jahat,
maka untuk memulai memperkatakan kata-kata berkat, seorang ayah harus mengupayakan
membangun jembatan hubungan terlebih dahulu dan meminta maaf untuk semua
kata-kata jahat yang pernah diucapkan sambil mematahkan kekuatan kuasa
penciptaan dari kata-kata jahat/kutuk tersebut melalui kuasa darah Tuhan Yesus.
5.
SEORANG SUAMI MENGENALI TUJUAN
HIDUPNYA SEBAGAI SEORANG AYAH. (Panggilan Allah pada seorang suami untuk
menjadi ayah merupakan anugerah terbesar).
Menjadi seorang ayah bukanlah
sebuah kebetulan karena faktor istri tidak mandul tetapi menjadi ayah merupakan
sebuah kepercayaan dari Allah. Dalam panggilan menjadi ayah, Allah meletakkan
sebuah tujuan, dimana ayah akan mempresentasikan kemuliaan ALLAH BAPA, dan
memperkenalkan pribadi-Nya dan karakter-Nya. Bagaimana seorang anak dapat
mengenal Allah sebagai Bapa yang baik? Melalui ayahnya di rumah. Bagaimana anak
dapat mempercayai karakter Allah Bapa? Melalui karakter ayahnya di rumah.
Bagaimana seorang anak dapat meyakini pemeliharaan Allah Bapa? Melalui tanggung
jawab ayahnya yang bekerja.
Serangan dari kerajaan gelap
untuk menghancurkan generasi hari ini dan yang akan datang adalah dengan
merusak figur ayah di rumah dengan cara sederhana yakni membuat para ayah tidak
mengenali tujuan hidupnya sebagai ayah. Panggilan yang mulia ini dirusak
sedemikian rupa agar anak-anak menjadi sulit mengenali Allah Bapa karena para
ayah tidak dapat mempresentasikan kemuliaan Allah Bapa di rumah.
Rick Warren dalam bukunya purpose
driven Live mengatakan, “Tanpa Allah,
kehidupan tidak memiliki tujuan, dan tanpa tujuan kehidupan tidak memiliki
makna. Tanpa makna, kehidupan tidak memiliki arti atau harapan.” Banyak ayah
justru mengerjakan hal-hal di luar panggilannya sebagai ayah sehingga hidup
mereka tidak bermakna dan pencapaian mereka di dunia kerja hanyalah sebuah
kedangkalan hidup karena mereka tidak menghidupi apa yang menjadi tujuan Allah
dalam panggilannya sebagai seorang ayah.
PARA AYAH YANG MEMBERIKAN HASIL
Saya tidak menganjurkan para ayah
sekedar berbicara baik kepada anak-anaknya melainkan lebih dari itu bahwa
kata-kata yang diucapkan dan diimani dari seorang ayah, datang dari hati yang
mengasihi anak dan mampu melihat masa depan anak dengan mata iman dan
memperkatakan hal tersebut kepada anak.
Namun kita tidak bisa lepas dari
prinsip dasarnya bahwa seorang ayah yang melepaskan kata-kata yang menciptakan
kepribadian anak yang tangguh dan masa depan anak yang baik, terlebih dahulu harus mengenal dan mengalami
kasih dari ALLAH BAPA di sorga. Pengalaman kehidupan berjalan bersama ALLAH
BAPA di sorga akan membedakan ayah yang sekedar berbicara baik kepada anaknya
dengan ayah yang berbicara dengan otoritas Allah kepada anak-anaknya. Para ayah
seperti ini akan memberikan hasil bagi generasi masa depan. Hidupnya akan
memberikan warisan kekal bagi anak-anaknya.
"Kehormatan dan keteladanan seorang ayah akan dikenang oleh generasi keturunannya sebagai sebuah keharuman sejarah keluarga." Salam perjuangan dari saya untuk para ayah yang membaca tulisan ini, dan mari kita hargai dan mainkan panggilan kita sebagai seorang ayah bagi anak-anak kita. (*Andi Wijaya)