MEMBANGUN PERNIKAHAN
YANG HARMONIS
“Pernikahan kita adalah tempat Tuhan menguji kita,
agar
kita dibawa semakin dekat kepada-Nya.
Pernikahan
kita adalah tempat pelatihan dasar
untuk sebuah pernikahan kekal yang
tidak pernah mengecewakan.”
-
Dan Allender dan Trempet Longman III -
Di tengah trend perselingkuhan dan perceraian, pernikahan
yang harmonis menjadi suatu ikatan perjanjian yang mahal. Di dalam pernikahan yang harmonis ada perjumpaan antara kasih dan
kesetiaan suami dengan isteri. Ada
penghormatan dan penghargaan terhadap pernikahan yang merupakan gagasan dan
karya Tuhan. Pernikahan yang harmonis hanya bisa terwujud ketika suami dan
isteri memahami apa yang menjadi tujuan Allah melalui pernikahan.
Relasi yang rusak antara suami-isteri mengakibatkan
kekuatan dari ikatan perjanjian terabaikan dan dengan mudahnya kata “cerai”
terucap, tindakan kebencian termanifestasikan dalam hubungan mereka. Impian
memiliki keluarga yang sehat dan harmonis di awal pernikahan menjadi sebuah
impian kosong. Pada akhirnya pasangan akan saling menyalahkan ketika harapan masing-masing pribadi tidak
terealisasi. Bersyukur, bahwa dalam hal ini, tidak sedikit pasangan suami istri
yang merindukan kembali impian yang hilang ini dengan semangat pemulihan dan
pembaharuan, meski berat namun harapan bersama yang dipegang pasangan suami-istri
menjadi pendorong serta kekuatan untuk membuat
langkah baru.
Betapa pentingnya membangun dan merawat pernikahan yang
harmonis, karena atmosfir keharmonisan akan dirasakan tidak saja oleh suami atau
isteri tapi juga dirasakan oleh anak-anak dan akan berdampak kuat bagi komunitas
atau lingkungan dimana keluarga ini berada. Suami yang bekerja, maka dunia
kerjanya akan dipengaruhi oleh kondisi pernikahannya, demikian pula dengan
isteri, entah sebagai wanita karir maupun ibu rumah tangga akan merasakan ketenangan dan kedamaian di dalam rumah yang
diakibatkan dari keharmonisan relasi pernikahannya dengan suaminya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa tumbuh-kembang anak-anak pun akan dipengaruhi oleh kondisi
keharmonisan pernikahan orangtua mereka. Rumah akan menjadi tempat yang paling
menyenangkan dan paling dirindukan oleh seisi rumah.
Sebenarnya bagaimanakah membangun pernikahan yang harmonis?
Mungkin kita sudah banyak menerima masukan melalui buku-buku yang kita baca
maupun melalui para penasehat perkawinan atau melalui sumber-sumber yang bisa
kita percayai maupun melalui khotbah dan seminar keluarga. Saya hanya mencoba menawarkan beberapa tips
bagaimana membangun pernikahan yang harmonis:
- Menghadirkan Tuhan dalam pernikahan anda.
Mungkin kita sering mendengar tips ini dari
mimbar gereja ataupun dari sumber yang lain, dan memang itulah kebenaran yang
mendasar bagi sebuah pernikahan yang harmonis. Mengapa? Karena kita harus kembali
kepada Sang Pemilik ide pertama dari pernikahan yakni Tuhan. Betapa pentingnya
pasutri kembali kepada design awal pernikahan yang Tuhan kehendaki bahwa
pernikahan bukanlah sebuah ide manusia
atau sekedar sebuah unit kecil dari
suatu masyarakat yang disahkan oleh undang-undang pernikahan. Pasangan
suam-istri harus memiliki visi atas pernikahannya dan memahami apa yang menjadi
tujuan Tuhan melalui pernikahan. Pasangan suami-istri harus melihat pernikahan
lebih dari sekedar sebuah janji kudus dihadapan pendeta dan jemaat gereja.
Tuhan memiliki rencana besar melalui pernikahan dan pasangan suami istri harus
menghadirkan Tuhan dalam pernikahan mereka, jika mereka ingin menjadi rekan
sekerja Tuhan melalui lembaga pernikahan. Artinya hadirkan Tuhan dalam
pernikahan dan anda akan menemukan
tujuan dari rencana Allah melalui
pernikahan anda. Kehadiran Tuhan akan menjadi dasar utama dari sebuah
pernikahan yang harmonis.
Kehadiran Tuhan dalam pernikahan akan
membuat perbedaan dalam sebuah pernikahan. Kehadiran Tuhan dalam sebuah
pernikahan akan memberikan dorongan kepada pasangan suami-istri untuk mengasihi
pasangannya di semua kondisi dan keadaan. Mereka akan melihat arah yang jelas kemana
pernikahan mereka akan bergerak karena ada tuntunan Tuhan atas pernikahan
mereka. Selain itu mereka akan dimampukann dalam memainkan perannya dan tanggung jawabnya
masing-masing, baik sebagai suami maupun sebagai istri. Dan juga tersedia
hikmat dan kebijaksanaan Tuhan untuk
mereka selaku orangtua dalam mendidik anak-anak. Yang menjadi persoalan adalah apakah suami istri memiliki
kesadaran diri akan kehadiran Tuhan dalam pernikahan mereka? Apakah pasangan suami-istri telah mengundang
kehadiran Tuhan dan menempatkan Tuhan sebagai otoritas tertinggi dalam
pernikahan mereka. Kekerasan rumah tangga terjadi disebabkan karena Suami atau
istri sebagai pelaku kekerasan tidak melihat dan tidak menempatkan Otoritas
Tuhan sebagai otoritas tertinggi dalam
pernikahan mereka.
- Jangan tergoda untuk membenci pasangan anda ketika kelemahan-kelemahannya terungkap.
Setiap orang yang menikah pasti akan
melewati titik dipertajam, digosok, mengalami benturan melalui konflik atau
perbedaan pendapat dalam pernikahan. Dan mereka akan melihat semua kelemahan
pasangan yang mungkin waktu pacaran tidak terlihat sama sekali atau ditutupi. Terungkapnya
kelemahan, apalagi bila dibumbui konflik yang keras, dapat memicu kebencian
muncul dalam hati. Untuk itu suami-istri perlu melihat kelemahan pasangan
dengan cara pandang yang benar, jika tidak hal ini akan menjadi perpecahan dan
bisa berakhir pada perceraian.
Kelemahan dari pasangan merupakan sarana
untuk saling menolong dan menopang. Kelemahan pasangan, merupakan tempat dimana
kasih tanpa syarat bekerja dengan leluasa, tanpa hambatan. Kelemahan pasangan
merupakan tempat persemaian dimana kita harus menabur benih-benih kebaikan pada
pasangan kita ; tidak ada penghakiman, tidak ada intimidasi, tidak berlaku
kebiasaan mengungkit kesalahan masa lalu yang sudah dibereskan, tidak ada keluhan maupun omelan kepada pasangan, dll.
Pasangan suami-istri perlu menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna di
bumi ini, tapi ini bukan menjadi sebuah alasan untuk membenarkan diri namun
sebagai evaluasi diri sendiri bahwa siapapun manusia pastilah memiliki
kelemahan atau kekurangan. Kelemahan pasangan juga menjadi ruang dimana pasangan melengkapi dan
menyempurnakan.
Seringkali yang terjadi ketika kelemahan
terungkap, kita cenderung menjadi kecewa,
marah, bahkan menjadi pahit hati dan ini merupakan reaksi yang banyak dipilih oleh pasangan suami-istri. Sikap kita yang
tepat adalah memandang bahwa
terungkapnya kelemahan pasangan kita akan menjadi sarana dimana kita
diproses untuk bertumbuh dewasa secara karakter, dilatih untuk melahirkan respon atau reaksi
yang positif sebagai tanda kematangan diri. Harus diakui , terkadang ada godaan
untuk memilih menyerah ketika berhadapan dengan kelemahan pasangan. Apalagi
ketika harapan-harapan kita diawal pernikahan sangat tinggi terhadap pasangan
kita. Sehingga kita terjebak pada perangkap ketidakpuasan terhadap pasangan
kita. Justru ketika kelemahan pasangan terungkap, kita dapat menolong pasangan
kita mengatasi kelemahannya, sehingga kelemahan bukan lagi menjadi dosa dan
sandungan tapi semakin mempererat relasi pasutri.
Pasangan suami-istri bisa saling menolong
untuk mendewasakan serta mengatasi kelemahan
pasangannya. Hal yang sangat menolong pasutri ketika melihat kelemahan pasangan
adalah dengan tetap berfokus pada kelebihan pasangannya dan pada kasih karunia
Allah. Kelemahan pasangan adalah sebuah ujian untuk tetap mengagumi dan
menghormati pasangan.
- Menerapkan aturan main firman Tuhan yakni Efesus 5:22-33 dalam pernikahan: “Suami yang mengasihi istri dengan sepenuh hati dan Istri yang menundukkan diri pada suami dengan penuh kerelaan hati.”
Paulus menegaskan kepada kita bahwa dasar dari relasi suami
istri di dasarkan pada kasih Kristus. Suami diwajibkan mengasihi istrinya sama
seperti. Tuhan mengasihi jemaat-Nya. Ukuran kasih suami adalah pengorbanan
kepada istrinya seperti Kristus mengorbankan nyawaNya di kayu salib. Tidak ada
yang namanya kasih tanpa pengorbanan. Demikian pula dengan istri harus
mengimbangi kasih suami dengan sikap penundukan diri yang datang dari kerelaan
hati. Saya menyukai definisi penundukan diri seorang istri yang ditulis oleh
John Piper, beliau memberikan pengertian penundukan diri dari efesus 5 bahwa
penundukan diri adalah panggilan Tuhan kepada istri untuk menghormati dan
meneguhkan, dan menolong suaminya menjalankan kepemimpinan suaminya sesuai
dengan karunia yang dimilikinya.[1]
- Memperkuat relasi dan keintiman suami isteri.
Beberapa pasangan menyukai kedangkalan
dalam relasi dan bukan kedalaman relasi, sehingga acapkali pasangan menjadi
terkaget-kaget begitu melihat hal-hal baru dari perilaku pasangannya, yang
disebabkan relasinya dengan pasangannya tidak dalam. Bagi pasangan yang membawa
luka yang belum sembuh dari masa lalunya, cenderung akan menyukai kedangkalan
dalam relasi karena ada perasaan takut untuk dilukai jika terlalu dalam
relasinya. Ada istri yang begitu mengasihi dan menghormati suaminya namun
menjaga jarak dalam relasi karena takut terjadi konflik yang keras dan itu
melukai hatinya. Semakin relasi kita kuat dengan pasangan maka hal itu akan
membawa kita semakin mengenal pasangan dan memahami akan setiap tindakannya.
Relasi yang dalam akan mengantar kita pada keintiman. Disinilah peran komunikasi memainkan fungsi
sangat penting. Pasangan suami istri harus mengembangkan skill mendengar
sekaligus empati.
Dalam komunikasi yang berjalan dengan baik
bukan hanya sampai pada ‘penyampaian informasi’ tapi sampai pada tingkat ‘memahami kebutuhan’ pasangan. Dalam sebuah
relasi yang dalam pasangan suami istri tidak takut untuk mengungkapkan
perasaannya karena mereka tahu pasangannya akan memberi rasa aman pada dirinya.
Keterbukaan demi keterbukaan akan dialami dalam proses membangun relasi yang
dalam. Keuntungan lain yang bisa diperoleh adalah kepercayaan pasangan akan
terbangun dalam pernikahan. Hari-hari yang dilewati akan menjadi hari-hari yang
membawa mereka kepada pengenalan yang lebih dalam satu sama lain, ada
kepercayaan, ada kebutuhan yang saling terpenuhi.
- Menikmati hubungan seksual dengan sukacita.
Dalam kitab Amsal 15:18-19 Salomo
menegaskan bahwa seorang suami harus bersukacita dengan pengalaman hubungan
seksual dengan istrinya karena hal itu memberikan kenikmatan kepada suami
istri. Menurut tim Lahaye persetubuhan memberikan makna yang dalam bagi seorang
istri. Bagi seorang istri, hubungan seksual yang dialaminya merupakan salah
satu bentuk ungakapan kasih sayang dan kemesraan kepada suaminya dan seorang
istri akan selalu mengingat pengalaman hubungan seksual ini sebagai pengalaman
hidup yang paling indah. Selain itu hubungan seksual memberikan kepastian kepadanya bahwa suaminya
mengasihinya. Sedangkan bagi suami selain memuaskan dorongan seksnya, juga
membuat suami lebih mengasihi istrinya dan mengurangi perpecahan dalam rumah
tangga dan ada beberapa keuntungan yang lain lagi.[2]
Seperti kata Salomo, suami harus menikmati hubungan seksual
dengan “istri dari masa mudamu” itu artinya tidak ada pihak ketiga yang diijinkan merusak relasi pernikahan dan Allah
melarang hal tersebut. Mengapa harus
bersukacita? Karena relasi suami istri yang dalam dan penuh dengan keintiman
akan memberikan pengalaman hidup yang paling menyenangkan dan disinilah
keharmonisan akan terbangun.
Ada banyak cara untuk membangun
keharmonisan dalam pernikahan dan tentunya keharmonisan hanya bisa terjadi jika
suami dan isteri mengupayakan bersama-sama keharmonisan tersebut dalam sebuah
pengharapan dan visi yang sama pula. Selalu ada proses untuk mencapai
keharmonisan pernikahan dan tidak ada jalan pintas. Untuk itulah betapa penting
kesepakatan suami dan istri tetap terjaga dan tetap tinggal dalam anugerah
Tuhan Yesus Kristus.
“Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Jikalau bukan Tuhan yang mengawal
kota, sia-sialah pengawal yang berjaga-jaga.”
– Mazmur 127:1
Ada
beberapa Indikator dari Pernikahan yang harmonis, dan dari indikator ini suami
istri bisa mengevaluasi pernikahannya dan terus bersemangat merawat dan menjaga
pernikahannya:
- Peran dan fungsi pasutri maupun anak-anak berjalan dengan baik dan saling mendukung. Anggota keluarga menjadi team support bagi anggota keluarga lainnya.
- Ada kehangatan dalam keluarga, saling menghargai dan menghormati anggota keluarga lainnya. Ada suasana penerimaan yang dirasakan di dalam rumah.
- Dalam pernikahan yang harmonis tetap akan terjadi konflik antara suami dan isteri, namun yang membedakan adalah semua konflik dapat terselesaikan dengan baik, yang disebabkan karena adanya sistem komunikasi yang bagus, penghormatan dan penghargaan serta adanya kemampuan mengelola konflik yang baik.
- Adanya hubungan seksual yang dinikmati bersama suami istri. Hubungan seks yang dilakukan bukan karena keterpaksaan namun datang dari hubungan kasih mereka. Dalam pernikahan yang sehat, seks tidak menjadi alat untuk menghukum pasangan. Hubungan seks merupakan sebuah perayaan yang harus dinikmati oleh pasangan suami istri.
- Anggota keluarga mengalami pertumbuhan secara spiritual, bisa ke gereja bersama-sama , ada family altar, terlibat dalam pelayanan gereja. Kasih mereka kepada seisi anggota keluarga adalah kasih mereka kepada Tuhan dan kasih mereka juga terpancar dalam komunitas gereja. Seisi anggota keluarga akan menghormati dan mengasihi tubuh Kristus.
Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip kembali Amsal 5:18 “Diberkatilah kiranya sendangmu,
bersukacitalah dengan istri masa
mudamu.” Bagi para suami, ada sebuah perintah untuk bersukacita dengan istri dari masa muda. Artinya, Tuhan
menghendaki setiap suami menikmati pernikahannya bersama istrinya tanpa ada pihak
ketiga yang merusak. Kualitas pernikahan yang sehat adalah ketika suami istri
dapat menikmati relasi mereka sebagai sebuah pasangan. Dan pernikahan yang harmonis akan membentengi suami isteri dari
godaan perselingkuhan maupun perceraian. Dimana ada pernikahan yang harmonis, maka
akan ada keluarga yang sehat dan harmonis, dan juga akan menghadirkan masyarakat yang sehat
dan harmonis pula.
Pustaka:
[1] Piper, John. This Momentary Marriage.
(Jakarta: Pionir Jaya, 2012)
2 Lahaye Tim.