Rabu, 21 Oktober 2015

MENEBUS MASA LALU


“Pembelajaran hidup adalah mengubah ketidakmampuan masa lalu
             menjadi bentuk kemampuan baru.” - Samuel A. Malone  -




Hari ini kita ada karena keputusan-keputusan di masa lalu dan setiap orang memiliki kenangan dengan masa lalunya. Sejujurnya, kita merupakan produk masa lalu tetapi tidak berarti kita dikendalikan oleh masa lalu. Tidak semua masa lalu buruk karena terkadang ada masa lalu yang indah. Namun, ada masa lalu yang berisi trauma yang menakutkan, dimana seseorang dalam hidupnya mengalami pengalaman-pengalaman emosional yang mengejutkan. Peristiwa yang tidak diharapkan dan berdampak besar baginya, dan tidak jarang peristiwa tersebut mengendap sekian lama di alam bawah sadarnya. Dan dalam kondisi tertentu, orang tersebut dikendalikan oleh kekuatan masa lalu. Tidak heran, jika ada orang yang hidup di hari ini, namun dia memilih untuk tetap berpikir dengan cara berpikir masa lalu. 
Ada banyak waktu yang terbuang dengan percuma ketika kita salah membuat keputusan-keputusan dalam hidup ini dan tidak sedikit masa lalu tersebut telah menggoreskan luka yang sangat dalam di jiwa kita. Kita perlu membuat keputusan untuk membereskan dengan masa lalu, menebus semua kerugian dari masa lalu dengan cara berdamai dengan diri sendiri dan memutuskan kekuatan masa lalu serta hidup di hari ini dengan anugerah Tuhan. Tulisan ini hanyalah sebuah tulisan yang membidik tentang pentingnya menebus masa lalu secara global dan tidak membahas kasus perkasus dari pahitnya masa lalu (butuh waktu untuk menulis). Karena setiap orang datang memasuki “hari ini” dengan membawa masa lalu yang berbeda-beda namun dampaknya sama yakni merugikan.

HIDUP YANG DIBENTUK OLEH PERISTIWA MASA LALU
Masa lalu setiap orang, berisi banyak kisah gembira dan duka. Ada orang yang masih teringat bagaimana dulu dia juara di kelas, pernah mengalami keberuntungan secara beruntun, atau pengalaman cinta pertama, dll. Namun ada juga masa lalu yang berisi konflik dengan keluarga, perceraian orangtua, peristiwa meninggalnya salah satu orangtua, peristiwa dibully di sekolah, atau dikhianati dalam persahabatan, pacar yang selingkuh di depan mata, pengalaman dipermalukan di depan orang banyak, dll. Dan di setiap peristiwa tersebut ada muatan-muatan emosi dan ketika kita mengingat kembali peristiwa tersebut, kita serasa ditarik untuk kembali hadir dalam peristiwa itu.
Dan tidak sedikit, ada orang yang tidak mampu membereskan peristiwa masa lalunya dengan baik sehingga masa lalu tersebut membentuk orang tersebut menjadi paranoid, pendendam, perilakunya impulsif atau mengalami harga diri yang rendah, dll.  Dan bentukan-bentukan tersebut akhirnya menjadi sisi gelap/kelemahan diri bagi dirinya. Bentukan-bentukan tersebut pada akhirnya berpengaruh pada interaksinya dengan orang lain baik dalam area keluarga, relasi dalam pernikahan, sekolah, dunia kerja atau relasi dengan orang lain.




MEMEGANG ERAT KISAH DI MASA LALU
Dalam suatu sesi konseling pranikah, Jovita (nama samaran) menangis ketika menceritakan bagaimana trauma masa lalunya ternyata mempengaruhi relasinya dengan calon suaminya  Petra (nama samaran). Keduanya sepakat akan menikah di pertengahan tahun. Sore itu mereka mengikuti sesi konseling pranikah, dan  bagaimana Petra harus menghadapi kecemburuan Jovita yang begitu besar terhadap Petra dalam relasi mereka. Dalam kematangannya, Petra mencoba menjelaskan kepada Jovita bahwa dia tidak ada hubungan apa pun dengan teman sekantornya yang wanita.  Sambil meneteskan air mata, Jovita menjelaskan kepada konselor bahwa dia tahu Petra setia kepadanya namun rasa cemburu itu kuat sekali, dan hal itu kerap kali memunculkan konflik yang sama yakni kecemburuan.
Dalam konseling sore itu, dengan ditolong konselor, Jovita mengakui bahwa kecemburuannya muncul dari ketakutannya yang diikuti dengan perilaku impulsif. Masa lalunya telah membentuk dia, dimana ketika dia mengalami jatuh cinta untuk pertama kalinya dan dia membangun hubungan yang serius selama 6 tahun dan mendekati proses pertunangan, tiba-tiba dia mendapati kekasihnya berselingkuh dengan wanita lain. Harapannya musnah, namun rasa cinta itu masih ada, Jovita masih tidak percaya bahwa pria yang dikenalnya baik, sopan, terhormat ternyata mengkhianati dirinya.
Selang beberapa waktu, Jovita berpacaran kembali dengan seorang pria namun relasi itu terjadi dengan tujuan untuk  membalas dendam kepada pria untuk melampiaskan sakit hatinya dengan mempermainkan cinta. Hanya sayang sekali, tujuan untuk membalas dendam terbalik karena kekasihnya tersebut juga berselingkuh dengan wanita lain. Semakin Jovita merasa tersakiti dan semakin dalam lukanya. Lalu Jovita berjumpa dengan Petra teman satu kantornya, dan disitu rasa kagumnya muncul dan mereka pun resmi untuk berpacaran. Jovita pun mulai bisa menghilangkan rasa cinta kepada pacarnya yang pertama dan memberikan perhatian dan cintanya kepada Petra. Namun, selama membangun relasi dengan Petra, Jovita dikendalikan oleh perasaan takut kehilangan Petra, seperti pengalaman yang sebelumnya, sehingga ketika Petra diganggu teman-teman wanitanya, rasa cemburu yang kuat dan trauma dari masa lalu mengendalikan dirinya dan Jovita mulai possesive dalam perilakunya. Dan bagi Petra, sikap dan perilaku Jovita sangat mengganggu relasi mereka.
Dalam konseling pranikah, Jovita mulai ditolong untuk melihat bahwa masa lalunya telah membentuk sikap, perilaku dan cara berpikirnya. Jovita mulai mengidentifikasi masalahnya dan mulai berkomitmen untuk menuntaskan masa lalunya. Bersyukurnya Petra merupakan pasangan yang terbaik dimana Petra mendukung perubahan Jovita dan menolong Jovita keluar dari masa lalunya.

Sama seperti pengalaman Jovita, ada hal yang menarik bila kita membicarakan kekuatan masa lalu yang mengendalikan kita, dimana seringkali kita akan temukan dalam diri kita adanya sisa-sisa kemarahan, rasa malu dan rasa bersalah yang menjadi satu. Sementara kemampuan untuk keluar dari keadaan tersebut sepertinya lenyap. Masa lalu yang tidak dibereskan akan melumpuhkan kemampuan kita untuk hidup di hari ini. Masa lalu yang tidak dibereskan akan mensabotase keindahan  hari ini dan di masa depan.
Setiap orang yang masih dikendalikan oleh masa lalu akan menunjukkan pengalaman dan respon yang unik; baik berkaitan dengan pemikiran, kebutuhan, ketakutan, kemampuan, dan hal lain, dimana respon-respon tersebut akan mempengaruhi cara dia berinteraksi. Dampak yang paling terlihat dari pengaruh kekuatan masa lalu adalah rusaknya relasi kita dengan orang lain khususnya dengan orang yang telah membuat kita kecewa di masa lalu. Respon setiap orang berkaitan dengan hubungannya dengan orang lain dapat berupa:
   1. Membiarkan hubungan itu tetap rusak dan tetap ada dalam kendali masa lalu, dimana dia menolak untuk memiliki hubungan dengan orang yang telah melukainya. Mengabaikan hubungan dengan orang lain dan merasa tidak perlu untuk memperbaiki relasinya. Ada kemarahan yang begitu kuat yang mengendalikan dirinya. Hal ini dapat terjadi karena peristiwa yang sangat memalukan atau mengecewakan di masa lalu.

  2. Tetap membangun hubungan namun ada jarak yang sengaja diciptakan serta  kualitas hubungan yang sangat dangkal. Ini merupakan respon kedua dari interaksi orang yang dikendalikan masa lalu. Ada perasaan tidak nyaman dan lebih baik memilih untuk menciptakan jarak dengan tujuan menghindari terjadinya pengulangan luka dan kekecewaan.

  3. Memperbaiki hubungan dan menciptakan suatu atmosfir baru dalam hubungan tersebut. Kedewasaan seseorang dalam menyikapi masa lalu akan terlihat dari cara dia berespon secara matang. Memperbaiki hubungan pun penuh dengan resiko, dimana bisa terjadi konflik atau luka-luka baru. Namun setiap resiko dapat dilihat dengan cara pandang baru yang datang dari kedewasaannya. Orang yang dewasa melihat resiko sebagai kesempatan untuk bertumbuh.





BERGERAK  TERUS DALAM LINTASAN TAHUN
Hidup itu bergerak maju dan kita harus ‘move on’ untuk mencapai semua impian dan harapan kita. Dalam garis perjalanan hidup, kita harus menemukan passion to action dalam hidup kita, sehingga hari-hari kita menjadi bersemangat dan bertujuan. Dalam garis perjalanan hidup kita, terkadang kita mengalami pengalaman di atas puncak gunung namun terkadang memasuki pengalaman di lembah. Bagi seseorang yang bebas dari beban masa lalu, pengalaman diatas puncak gunung maupun  pengalaman di lembah akan menjadi petualangan hidup yang menyenangkan. Namun berbeda bagi orang yang hidupnya dikendalikan oleh masa lalu, hal tersebut akan menjadi menjadi sebuah ketakutan besar untuk memasuki pengalaman baru.
Ada orang yang memilih untuk menggunakan masa lalu sebagai alasan untuk bersikap buruk di masa sekarang. Namun ada orang yang memilih masa lalu dijadikan sebagai batu pijakan untuk melompat lebih jauh ke depan. Paulus menyadari kekuatan dari masa lalu yang dapat mempengaruhi masa depan,  namun dia  tetap bergerak maju tanpa memberikan kesempatan bagi masa lalu untuk mengendalikan hidupnya.

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”  Filipi 3:13-14

Bartruff, menjelaskan Filipi 3:13-14 bahwa Paulus menyadari jika ia membiarkan tekanan-tekanan di masa lalu atau kelemahan-kelemahan membuatnya tidak berdaya, maka ia tidak akan se-efektif seorang hamba. Kelemahan-kelemahan, entah berupa pengalaman fisik, psikis atau emosi di masa lalu, dapat menjadi batu-batu bangunan, yang diataskanya kita dapat mengembangkan kekuatan rohani dan kepribadian yang kokoh.[1]
Bebas dari pengaruh kekuatan masa lalu menghasilkan kehidupan yang lebih efektif, lebih berguna dan bermakna. Masa lalu dapat menolong diri kita menemukan Tuhan secara pribadi dan juga menemukan potensi dalam diri kita sehingga kita menjadi pribadi yang maksimal.

PERTANYAAN EVALUASI DIRI:
Kita perlu mengambil waktu tenang dalam kesendirian, lepaskan diri dari kesibukan dan mulai meninjau ulang hidup kita dan kita dapat bertanya pada diri kita sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan di bawah. Jawablah dengan kejujuran tanpa membuat pembelaan diri:
a.   Apakah hari ini saya berjalan dengan beban masa lalu?
b. Adakah kekecewaan dan luka-luka emosional serta trauma masa lalu yang masih mempengaruhi saya hari ini?
c.  Bagaimana dengan respon atau reaksi-reaksi saya saat ini ketika menghadapi konflik, tekanan, krisis? Apakah reaksi saya masih sama seperti reaksi saya di masa lalu?
d. Masihkah kekuatan pengaruh kendali masa lalu mempengaruhi saya dalam berelasi dengan orang lain?
e.   Adakah ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran yang masih mengendalikan hidup saya? Jika ada peristiwa apa yang melatar-belakanginya?
f.   Apakah saya cenderung mengabaikan suatu peristiswa yang datang dalam hidup saya dan saya mencoba untuk tidak peduli, berpura-pura semuanya baik?
g. Apakah saya masih digerakkan oleh impian saya dan tujuan hidup saya ataukah saya hanya sekedar menjalani hidup?
h. Bagaimana saya mengembangkan relasi saya, apakah ditandai dengan kecurigaan, kecemasan, atau ketakutan?





Menebus masa lalu merupakan tindakan yang menuntut pengorbanan. Kita dapat mengembalikan keadaan diri kita sebagai seorang yang merdeka tanpa kendali. Menebus masa lalu merupakan keputusan yang kita ambil untuk mengambil alih kendali dan tidak mengijinkan kekuatan dari masa lalu mengarahkan hidup kita. Menebus masa lalu merupakan cara kita untuk mengisi hari-hari kita ke depan dengan karya,  ke-efektifan dan kemaksimalan hidup. Menebus masa lalu adalah mendapatkan kembali apa yang telah hilang dari dalam diri kita: citra diri yang sehat, kemampuan untuk mengelola semua yang Tuhan percayakan, berkarya melalui bakat dan talenta, dan kuasa untuk “menikmati hari.” Beberapa tips untuk menolong anda untuk keluar dari masa lalu (saya sudah mempraktekkannya dan hasilnya sangat menolong saya):
1.   Berdamailah dengan masa lalu melalui pintu pemaafan, entah itu menyakitkan atau menyenangkan.
Seperti johan Arnold katakan, yang dikutip oleh Julianto & Roswitha (2012), bahwa definisi memaafkan adalah ‘pintu perdamaian dan kebahagiaan’. Pintu itu kecil, sempit dan tidak dapat dimasuki tanpa membungkuk. Artinya bahwa kalau kita ingin menjadi pribadi yang bahagia dan penuh damai, maka kita perlu memiliki roh yang memaafkan. Kita perlu masuk dalam proses memaafkan orang-orang yang telah membuat kita pahit di masa lalu dan kita juga perlu untuk memaafkan diri kita atas perasaan gagal yang memenjarakan kita sehingga kita tidak maksimal dengan hidup kita di hari ini. Ijinkan Tuhan Yesus menyembuhkan luka-luka anda di masa lalu. Emosi-emosi negatif akan membentuk hati yang keras jika kita membiarkan emosi negatif tersebut tidak dibereskan. Sebagai contoh, jika anda membawa kemarahan dari masa lalu dan anda tidak membereskan maka kemarahan akan mengubah sudut pandang anda dalam berelasi, bekerja, merespon sesuatu, dll. Dan diperlukan keberanian untuk membuat keputusan mengampuni dan berdamai dengan masa lalu.
Jika anda mengalami masa lalu yang menyenangkan dan anda sulit untuk berpindah dari kenangan-kenangan indah yang begitu kuat, maka bersyukurlah kepada Tuhan untuk semua berkat, dan keberhasilan yang Dia telah berikan bagi anda dan ingatlah bahwa semua karena Tuhan. Mintalah kasih karunia Tuhan untuk anda mampu menampung kebaikan-kebaikan Tuhan di masa mendatang serta ijinkan Roh Kudus membawa anda keluar dari semua kenangan indah di masa lalu dan memasuki kebaikan-kebaikan Tuhan yang lain. Karena masa lalu yang menyenangkan dapat menjadi penghambat untuk kita bergerak memasuki wilayah baru yang Tuhan siapkan.

2.   Membereskan keyakinan-keyakinan yang salah/irrasional belief kita.
Terkadang ada keyakinan-keyakinan yang salah yang kita percayai karena bentukan peristiwa/kejadian di masa lalu. Sebagai contoh, “saya pernah gagal di masa lalu dan saya percaya bahwa saya memang tidak akan pernah berhasil dalam hal apapun yang saya kerjakan”, atau “saya memang tidak pernah beruntung seperti orang lain dan itulah saya, bahkan orangtua saya telah mengatakan hal itu sejak saya lahir bahwa saya telah menghadirkan kutukan bagi keluarga.” Kita perlu mengidentifikasi pikiran-pikiran yang muncul yang kita yakini hal itu sebagai kebenaran. Keyakinan yang salah akan  semakin diperkuat ketika kita mengalami kegagalan yang berulang atau harapan yang tidak menjadi kenyataan. Karena itu penting sekali untuk mengevaluasi apakah harapan-harapan yang anda milliki di masa lalu apakah realistis atau tidak. Harapan yang tidak realistis jika dipaksakan dan tidak terwujud pada akhirnya akan meyakinkan anda bahwa semua yang negatif adalah milik anda, dan anda akan merasa Tuhan dan orang-orang di sekitar anda  sedang memperlakukan dengan tidak adil adil selama anda hidup di dunia ini. Keyakinan yang salah menghasilkan tindakan yang salah.
Tindakan yang salah dan diulang-ulang akan menjadi pola kebiasaan yang nantinya menjadi identitas diri anda. Dan disitulah anda akan menentukan nasib anda sendiri. Karena itu anda perlu membereskan keyakinan-keyakinan yang salah yang selama ini memegang kendali hidup anda. Ijinkan kebenaran firman Tuhan  mengubah keyakinan anda yang salah sehingga anda akan menikmati buah dari kebenaran firman Tuhan yakni perubahan cara berpikir dan keyakinan anda selaras dengan firman Tuhan.

3.   Self Talk. 
Belajar untuk mengungkapkan secara lisan tentang hidup anda; “Saya adalah seorang pemenang kehidupan” atau “saya memiliki kehidupan yang baru di dalam Kristus serta dilipahi kebaikan-Nya”, atau “masa lalu tidak dapat menghentikan kerinduan saya untuk mencapai kemaksimalan hidup”, dll. Saat kita self talk kita sedang mengatakan hal-hal yang terbaik dari  diri kita serta apa yang Allah sedang kerjakan dalam diri kita sehingga kita tidak mengijinkan kata-kata negatif menguasai pemikiran kita. Mari perkatakan kata-kata yang indah, yang tepat, yang terbaik tentang diri anda karena Allah tidak pernah salah menciptakan anda. Dan masa lalu tidak akan pernah mengubah apa yang telah Allah ciptakan dalam diri anda.

4.   Membingkai ulang masa lalu dengan makna yang baru.
Maknai kembali peristiwa masa lalu yang melukai anda dengan makna baru  dan mengganti kesan negatif dengan kesan positif. Memang bukanlah perkara mudah, tetapi membingkai ulang masa lalu dengan makna baru akan menolong kita dalam membangun emosi yang sehat. Belajar melihat masa lalu dengan cara pandang yang baru sehingga anda tidak kembali terkungkung oleh kesedihan dan kekecewaan anda, melainkan anda akan bisa bersyukur karena diijinkan melewati peristiwa tersebut dan tidak semua orang mengalaminya seperti anda dan itu artinya anda adalah orang pilihan yang terkuat untuk mengatasi peristiwa tersebut.  Cara anda membingkai masa lalu akan menentukan seberapa dalam dampak dari peristiwa masa lalu. Dan ketika anda membingkai ulang masa lalu hal tersebut akan memberikan pengaruh dalam hidup anda. Kemampuan anda untuk membingkai masa lalu sangat mempengaruhi kedewasaan anda.

5.   Bereaksilah/bersikaplah dengan tepat ketika memasuki pengalaman/ peristiwa baru.
Hal ini disebabkan karena setiap peristiwa baru akan menjadi sebuah kenangan bagi masa lalu nantinya. Jika kita bijak menyikapi suatu peristiwa yang terjadi hari ini dan itu merupakan peristiwa yang menyakitkan, mengecewakan atau mendukakan, maka respon bijak kita akan menolong kita di masa mendatang, dimana kita tidak perlu membawa effect trauma atau kekecewaan di masa depan kita. Demikian pula ketika kita mengalami peristiwa yang sangat menyenangkan, kita pun perlu untuk menyikapi dengan bijak jangan sampai peristiwa menyenangkan ini justru menjadi faktor penghambat dalam diri kita sehingga kita menjadi ‘puas diri’ dan pada akhirnya kita mengalami stagnasi/kemandekan.

6.   Jika masa lalu anda terlalu berat dan sulit untuk dilepaskan, cobalah untuk tidak malu mendatangi bantuan profesional (konselor).
Seringkali beban masa lalu yang gelap menjadi sesuatu yang menakutkan sehingga anda mulai kehilangan gairah dalam hidup anda. Konselor akan menolong anda untuk membangkitkan kembali harapan baru, kekuatan-kekuatan anda yang terpendam, mengubah sudut pandang anda dalam melihat masa lalu. Atau anda juga bisa mendatangi mentor-mentor anda, pembimbing rohani baik itu pendeta atau kakak rohani yang memang kredibel dan berintegritas. Dalam hal ini anda harus yakin orang yang anda minta tolong adalah mereka orang-orang yang dewasa dan matang serta mampu menyimpan rahasia hidup anda.

Dr. Denis Waitley pernah berkata, “Jangan mengubah sesuatu yang tidak bisa diubah lagi, seperti masa lalu. Ubahlah apa yang masih bisa diubah dengan melakukan sesuatu, seperti menggunakan hari ini seoptimal mungkin. Hindari melakukan sesuatu yang bisa membuat anda menyesal di masa depan, seperti membiarkan hari ini tanpa melakukan apa-apa.”


“Mujijat yang terjadi dalam hidup anda hari ini adalah dimana ketika anda bisa bersyukur atas hidup anda di masa sekarang tanpa terbebani oleh masa lalu, sehingga anda bisa bergerak maju oleh karena kasih karunia Tuhan Yesus.”


[1] B.D. Bartruff, Menjadi Pribadi yang Dikehendaki Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, hlm. 50-51

Selasa, 06 Oktober 2015

SIKAP MENERIMA KEKALAHAN DENGAN LEGOWO


Mendidik anak  menjadi pribadi yang bertanggung jawab 
atas kekalahan/kegagalan.


 
             “Kekalahan bagi beberapa orang merupakan akhir dari dunia,                  namun bagi orang yang memiliki mental pemenang, 
kekalahan hanyalah sebuah penundaan sesaat dan menjadi waktu untuk mempersiapkan diri bagi kemenangan esok hari.
 Kekalahan  juga merupakan kesempatan untuk memberikan ucapan kemenangan bagi orang lain yang sedang mengalami kemenangan 
 tanpa ada kemarahan sedikitpun.”  


“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali,                            tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.”
Amsal  24:16  - Salomo



Saat saya masih kecil (sekitar kelas 4 SD), saya sedang bermain kartu bergambar dengan kakak saya beserta teman-teman yang lain. Permainan kartu gambar sangat disukai oleh anak-anak saat itu. Kami saling bermain untuk memperoleh kartu gambar yang bagus-bagus dari teman yang kalah. Saat permainan berlangsung dengan seru, saya mengalami kekalahan dan karena merasa kalah, saya pulang dengan kemarahan.
Di saat saya hendak pulang, kakak saya tersenyum dan mengajak saya untuk tetap bermain. Namun, hal itu membuat saya menjadi jengkel dan marah, dalam kemarahan saya megambil batu kecil dan melemparkan ke arah kakak saya dan tepat mengenai kepala kakak saya....crass! Saat itu mengalir darah dari kepala kakak saya dan saya berlari meninggalkan kakak saya dan pulang ke rumah dengan ketakutan. Bisa ditebak apa yang terjadi dengan saya di ruma, saat orangtua saya tahu kalau saya telah melukai kakak saya karena saya tidak siap untuk menerima kekalahan dalam bermain (saya dihajar oleh papa saya).
Pernahkah anda mendengar kisah seorang ibu yang tiba-tiba datang ke sekolah anaknya dan marah-marah dihadapan para guru karena anaknya tidak menjadi juara di sekolah? Hal yang aneh namun itu yang terhadi. Harus diakui bahwa yang seringkali tidak siap menerima kekalahan adalah orangtua dan bukan anak. Hal ini disebabkan yang memiliki ambisi untuk mendapatkan rangking pertama adalah orangtua, anak hanya menjadi korban dari gengsi/sikap egois dari orangtua dan menurut saya perilaku orangtua seperti ini merupakan tindakan kekerasan pada anak.
Rheinald Kasali mengungkapkan bahwa seringkali potensi anak hanya  dilihat dari nilai, yang merupakan cerminan kemampuan mengopi buku dan catatan.[1] Tetapi itulah fakta, masih begitu banyak orangtua yang hanya mengukur kecerdasan anak dari nilai akademis, sementara pada diri anak masih memiliki kecerdasan yang lain di luar akademis, namun tidak tergali.
          Dorothy & Rachel Harris  dalam bukunya “Remaja belajar dari apa yang mereka alami” (2004) bahwa masa remaja adalah masa eksplorasi dan eksperimen. Mereka akan mencoba peran-peran yang berbeda dan menjalankan beragam aktivitas. Dan dalam prosesnya mereka akan mengalami kesuksesan dan kegagalan.[2] Sayangnya tidak semua orangtua siap menerima kekalahan atau kegagalan anak-anaknya. Anak menjadi frustasi dibawah tekanan orangtua yang menuntut mereka harus menang dan tidak boleh kalah, harus berhasil dan tidak boleh gagal. Kekalahan atau kegagalan bagi sebagian orang merupakan peristiwa yang sangat menakutkan dan memalukan, sementara bagi sebagian orang yang lain, kekalahan atau kegagalan merupakan bagian atau pelengkap dari sebuah kesuksesan.
Di tengah era kompetisi yang sangat sengit sekarang ini, banyak cara yang dilegalkan demi meraih keberhasilan dan kemenangan. Dari cara-cara yang curang pada perebutan posisi atau jabatan dalam sebuah perusahaan maupun dalam lembaga pemerintahan, hingga cara-cara curang dalam mengerjakan ujian nasional masih saja terjadi di bangsa ini. Cara-cara  yang curang tersebut merupakan bukti dari ketidaksiapan orang-orang di bangsa ini yang tidak rela menerima kekalahan.
Jika orangtua berambisi menang dan tidak mentolerir kekalahan atau kegagalan yang terjadi pada anak-anak mereka, maka anak-anak akan memiliki sikap tidak siap untuk menerima kekalahan ataupun kegagalan dan hal ini akan menyebabkan anak-anak kehilangan integritas dan harga diri yang sehat. Anak-anak akan terdorong untuk mencoba berbagai macam cara supaya  mendapatkan kemenangan meski dengan cara yang salah. Mereka tidak akan sanggup menjalani kehidupan dengan benar, berempati, dan mencintai kehidupan itu sendiri.
Ketika orangtua tidak mendidik anak-anak mereka untuk siap menerima kekalahan atau kegagalan, maka anak-anak akan bertumbuh menjadi orang dewasa yang tidak siap dengan kompetisi yang sehat. Dalam hal apapun mereka cenderung melakukan kecurangan atau tindakan-tindakan yang tidak sportif, baik dalam pekerjaan, dalam pernikahan, dan dalam bermasyarakat. Mengapa?
    
    a. Karena kekalahan berarti mengalami rasa malu. Rasa malu yang kuat membuat beberapa orang yang merasa kalah memilih jalan pintas: mengasingkan diri, menyalahkan diri terus-menerus, bunuh diri, dll. Bagi anak yang memiliki harga diri yang tidak sehat, kekalahan merupakan peristiwa terburuk dalam hidupnya. Bagi anak yang perfectionis kegagalan merupakan akhir dari hidupnya karena kekalahan/kegagalan adalah tidak tercapainya kesempurnaan dalam diri mereka. Sehingga tidak sedikit pula mereka yang tidak dapat menyikapi kekalahan/ kegagalan dengan benar pada akhirnya menyerahkan hidup mereka pada kecanduan sebagai bentuk pelarian dari rasa malu; pornografi, narkoba, alkohol, free sex, judi, dll.

   b. Karena kekalahan bila dilihat dari perspektif yang negatif berarti kebodohan atau ketidakmampuan diri. Beberapa orang dengan harga diri yang rendah berpikir bahwa kekalahan merupakan kesalahan fatal dan menjadi bukti dari ketidakmampuan mereka. Padahal dalam proses perjalanan kehidupan, setiap orang akan mengalami kekalahan dan kemenangan  dan itu merupakan hal yang normal. Tokoh-tokoh yang memberi kontribusi pada dunia ini adalah mereka yang pernah mengalami kekalahan atau kegagalan dalam rentang hidupnya.

   c. Karena kekalahan adalah sebuah penolakan secara langsung. Perasaan kalah atau gagal dapat memunculkan perasaan yang tidak diingini atau ditolak oleh semua orang. Orang yang gagal akan menerima pesan negatif yang datang dari dirinya sendiri bahwa semua orang tidak menginginkan dirinya dan dia tidak layak dicintai. Menjadi sebuah evaluasi diri dan perhatian dari orangtua bahwa kekalahan atau kegagalan bisa terjadi kapanpun, dan apakah anak-anak sudah siap menerima kekalahan yang datang dalam hidup mereka? Orang yang tidak siap menerima kekalahan akan berhenti bermimpi. Mereka akan cepat menyerah ketika kesulitan datang dan ketika kegagalan menghampiri mereka, maka “mengeluh” akan menjadi bahasa mereka, kecenderungan menyalahkan orang lain akan menjadi ciri khas mereka. Otomatis mata mereka tertutup untuk melihat pintu kesempatan dalam kekalahan. Mereka tidak belajar dari kekalahan sehingga di usia dewasa pun hidup mereka tidak berkembang dan hanya hidup untuk meratapi diri sendiri dan membuat penolakan diri terhadap orang lain.



“Mari kita belajar dari kekalahan.
Kekalahan dapat menjadi proses pembelajaran bagi semua orang orang tergantung apakah orang tersebut memiliki hati yang mau belajar atau tidak. Kekalahan dapat didaur ulang menjadi kemenangan melalui proses pembelajaran. Apakah cukup sakit? Saya pikir iya, namun rasa sakit akan melahirkan kebijaksanaan.
Kekalahan merupakan peristiwa yang dapat dijadikan pelajaran bagi siapapun, tanpa melihat usia dan jabatan seseorang. Peter F. Drucker berkata, “Semakin baik seseorang, semakin banyak kesalahan yang akan dia buat, karena semakin banyak hal-hal yang akan dia coba. Saya tidak akan mau memberikan jabatan pimpinan puncak kepada seorang yang tidak berani melakukan kesalahan. Pastilah dia orang yang biasa-biasa saja.” Setiap orang yang mengalami kekalahan pasti dapat belajar dari kekalahan tersebut, dan menemukan apa yang menjadi kesalahannya yang menyebabkan dia kalah atau gagal.
Pembelajaran dari kekalahan akan membedakan orang tersebut dengan seorang pecundang. Karena seorang pecundang selalu takut dengan kekalahan, kegagalan dan kesalahan sehingga dia menolak belajar dari pengalaman tersebut. Seorang pecundang adalah seorang yang memiliki rasa tidak aman dalam dirinya yang akan mempengaruhi stbilitas hidupnya. Daya juang yang dimilikinya sangat kecil sehingga membuat hidupnya tidak pasti dan hal ini yang menyebabkan dia tidak mau terlihat kalah, dan ia akan memilih untuk tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya (bermain aman), tidak mau belajar dalam proses “daur ulang kekalahan” dan hidupnya tidak berkembang.
Pembelajaran dari kekalahan/kegagalan akan mempertajam kejelian kita untuk menangkap kesempatan baru, mengenali hal-hal yang harus diperbaiki, mempertajam visi hidup dan memperbesar kobaran api dari passion hidup kita. Beberapa hal-hal yang bisa kita pelajari dari kekalahan dan bisa kita diskusikan kepada anak-anak:

   1. Kekalahan mengajarkan anak untuk menghormati pemenang dan belajar mengakui kemenangan orang lain bahkan merayakan kemenangan tersebut bersama-sama. Sangat sedikit orang yang berani mengakui kemenangan orang lain dan turut bergembira atas kemenangan orang lain. Orangtua perlu mengajarkan kepada anak-anak tentang sikap yang “legowo” untuk menerima kekalahan dan bersukacita bersama dengan orang lain yang sedang mengalami kemenangan dalam suatu prestasi. Hal ini akan mengajarkan karakter kerendahan hati kepada anak dan keberanian untuk mengakui kekalahannya tanpa harus bersikap negatif terhadap dirinya sendiri maupun kepada orang lain yang sedang mengalami kemenangan. Sikap sportif ini, juga akan menolong anak untuk tetap berada dalam persaingan yang sehat baik dalam studi, dalam pertandingan olah raga ataupun bentuk kompetisi lainnya. Dan sikap ikut serta merayakan kemenangan orang lain akan melatih anak untuk tidak mengijinkan kecemburuan atau iri hati mengendalikan hidup anak. Justru orangtua yang seringkali mengikis sikap sportif anak dengan menyalahkan kekalahan anak, memberikan hukuman pada anak yang kalah, tidak mengijinkan anak mengucapkan kata selamat atas kemenangan orang lain karena orang itu adalah lawan yang menyebabkan dia kalah, atau merendahkan anak karena kekalahannya.

    2. Kekalahan mengajarkan anak untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk meraih kemenangan yang tertunda. Meresponi kekalahan atau kegagalan dengan baik, akan membentuk pribadi yang kuat dan menjadikan waktu kekalahan atau kegagalan menjadi waktu persiapan untuk masuk dalam arena kemenangan. Tidak semua peristiwa kekalahan akan merendahkan  anak-anak kita, semua tergantung pada dukungan orangtua dan pribadi anak.  Kekalahan/kegagalan dapat membuat anak menyadari dan mempelajari apa yang membuat mereka gagal dan kalah sehingga mereka dapat memperbaiki diri dan melakukan tindakan positif. Dalam hal ini, sudut pandang anak akan berubah, mereka akan mampu melihat peluang kemenangan disaat mereka mampu menemukan hal-hal yang harus diperbaiki. Kekalahan akan memberikan waktu untuk anak-anak lebih mempersiapkan diri, banyak belajar untuk meraih kemenangan yang tertunda, dan hal ini akan membuat anak menjadi mudah untuk menerima masukan dari orangtua sebagai pelatih kehidupan.

   3. Kekalahan mengajarkan anak untuk memasuki kemenangan yang besar dan layak bagi anak untuk menerimanya. Siap menerima kekalahan akan mendorong anak untuk  memiliki pemikiran yang kritis dan memberikan keterampilan untuk memecahkan permasalahan serta kemampuan untuk memotivasi diri. Merupakan hal yang berbahaya jika anak meraih kemenangan sementara anak tidak siap untuk menerimanya, maka kesombongan atau sikap merendahkan orang lain bisa menjadi karakter anak. Hal yang sama juga bisa terjadi ketika kekalahan tidak disikapi dengan baik oleh anak, maka kekalahan akan menghancurkan hidup anak. Karena itu orangtua dapat menjadikan peristiwa kekalahan bukan  sebagai peristiwa yang menakutkan melainkan peristiwa yang dapat dijadikan masa mempersiapkan anak untuk meraih kemenangan yang akan datang dengan lebih bijaksana, menjadi waktu untuk mempersiapkan diri dengan latihan-latihan serta mendewasakan karakter dan cara berpikir anak.

   4. Kekalahan mengajarkan anak untuk berani dan tidak takut melakukan kegagalan. Kegagalan merupakan bagian dari perjalanan hidup yang maju dan bertumbuh. Kegagalan akan membuka cara  berpikir anak bahwa ada yang bisa mereka pelajari dari kekalahan/kegagalan sehingga kekalahan/kegagalan tetap mengobarkan semangat kebangkitan. Keberanian menghadapi kekalahan/ kegagalan akan membuat anak-anak menjadi terbiasa menangani kekalahan/kegagalan dengan baik. Karakter keberanian perlu dibangun dalam diri anak-anak sehingga mereka tidak memilih potong kompas saat mereka berhadapan dengan kekalahan/ kegagalan, justru mereka akan bertanggung jawab dengan kekalahan/kegagalan yang mereka alami.

   5. Kekalahan mengajarkan anak untuk menjadi kreatif. Orang-orang yang berhasil di dunia ini adalah mereka yang pernah mengalami kekalahan/kegagalan, namun mereka memandang peristiwa tersebut dengan perspektif yang baru sehingga mereka menemukan kesempatan baru dan pikiran yang kreatif, hal itu membuat mereka dapat keluar sebagai pemenang. Mereka yang kreatif bukanlah orang yang tidak pernah kalah atau gagal tetapi mereka menemukan ide-ide baru ketika mereka menyikapi semuanya dengan tepat. Orang yang kreatif merupakan orang-orang yang mencoba mencari cara-cara baru untuk keluar dari keadaan yang lama dan berpindah pada suatu kehidupan yang lebih berkualitas. Orang yang kreatif akan membuat perbedaan dalam pilihan hidupnya, apakah dia akan menyerah dalam kekalahan ataukah dia akan terus berjuang untuk menemukan pintu keluar dari kekalahannya menuju kemenangan. Orang yang kreatif merupakan seseorang yang mampu melahirkan sesuatu terjadi dalam hidupnya, baik itu dalam bentuk ide, karya, dan  pemecahan masalah/solusi. Orang yang kreatif mampu memandang kekalahan dengan cara pandang yang berbeda dan menghasilkan gairah, kekuatan, dan menggugah jiwanya untuk terus bangkit.

    6. Sikap menerima kekalahan mengajarkan anak untuk sportif dalam hidup ini. Sikap ini akan mencegah anak kita menjadi pribadi yang suka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan, meski kemenangan tersebut didapat dari jalan tanpa kehormatan. Ujian integritas lebih banyak terjadi pada masa kekalahan, meskipun juga dapat terjadi pada masa kemenangan. Namun, masa kekalahan akan memperlihatkan siapa kita sebenarnya dan keaslian kita betul-betul akan terungkap. Sikap berbesar hati akan dialami oleh anak ketika mereka menerima kekalahan dengan legowo. Berbesar hati menolong anak untuk menghormati apapun hasilnya, menghormati siapapun pemenangnya, dan ketika gagal dalam kehidupannya dia akan berani untuk memulai dari awal dan bangkit untuk mencoba kembali.

Mungkin anda sering mendengarkan pernyataan bahwa kesalahan, kekalahan atau kegagalan bukan akhir dari segalanya dan  itu benar. Namun tidak semua orang bisa meyakini hal ini ketika berada dalam pengalaman kegagalan. Mengapa? Karena hidupnya dikendalikan oleh kekecewaan, rasa malu, ketakutan,  sifat perfeksionis bahwa hidup harus sempurna dan tidak ada ruang bagi kegagalan sedikitpun, atau karena daya juang yang lemah. Orang dengan ciri-ciri seperti ini akan mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan akan mengatakan bahwa “ini adalah takdir atau nasib hidupku.”
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua  saat anak kita  berada dalam pengalaman “kekalahan”. Godaan besar untuk memilih jalan pintas merupakan godaan yang sangat kuat baik berupa; menyerah atau  menghalalkan cara, bahkan tindakan negatif yang merusak kemenangan orang lain. Dan hal ini dapat dilakukan oleh seorang anak, jika orangtua tidak merespon dengan tepat kekalahan anak. Orangtua harus menolong anak untuk mengarahkan kekecewaan dengan baik dan menolong anak untuk memberikan respon yang tepat.



MERUBAH SUDUT PANDANG ANAK TENTANG KEKALAHAN / KEGAGALAN. Sama halnya dengan pernyataan yang berkata bahwa "rumput tetangga lebih hijau” apakah benar? Semua tergantung bagaimana cara seseorang memandang, dan hal itu akan mempengaruhi apa yang dia rasakan dan apa yang akan dia lakukan. Kita perlu merubah cara kita melihat rumput dihalaman kita sendiri dengan cara pandang yang tepat, lalu kita perbaiki juga cara kita bertindak dan cara hidup kita. Tindakan selalu mengikuti cara pandang kita. Hal yang sama yang bisa kita lakukan adalah merubah sudut pandang anak tentang kekalahan: 
   a. Dalam diri setiap orang percaya ada DNA pemenang. Di dalam Kristus kita bahkan lebih dari pemenang. Amsal berkata 7 kali orang benar jatuh namun bangkit kembali. Pernyataan yang sering saya dengar mengatakan bahwa seorang pemenang bukanlah seorang yang tidak pernah gagal, melainkan seorang yang tidak pernah menyerah untuk mencoba. Apa yang membuat seseorang tidak pernah berhenti untuk mencoba? Hal ini disebakan karena di dalam dirinya ada DNA seorang pemenang.

   b. Roh Allah menjadi penolong bagi anak kita. Tidak ada hal yang paling indah dalam hidup ini ketika kita menyadari bahwa kita tidak berjalan seorang diri karena ada Roh Kudus yang berjalan disamping kita untuk menopang, menghibur, meneguhkan dan menjadi sahabat bagi kita. Orangtua harus mengajarkan kepada anak-anak akan peranan dari Roh Kudus dalam hidup mereka. Menyadari bahwa Roh Kudus yang senantiasa hadir dalam perjalanan kita membuat hidup menjadi menggairahkan. Meskipun anak mungkin mengalami peristiwa kekalahan atau kegagalan, namun hal itu tidak akan melemahkan hati anak karena arti kehadiran Roh Kudus dapat membuat mereka terus berjalan dalam kekuatan Allah.

c. Ada kualitas Ilahi dalam diri anak-anak yang merupakan benih kebesaran yang kita kenal sebagai kemuliaan Allah. Allah melengkapi setiap orang percaya untuk menghasilkan perkara-perakara besar. Menyadari ada kualitas Ilahi dalam diri anak-anak maka perlu kerja sama dari anak-anak untuk mengeluarkan seluruh kualitas dalam diri mereka yang selama ini belum tergali dan masih berbentuk potensi besar. Karena itu sebagai orangtua kita perlu menggali untuk mengetahui potensi diri dari anak-anak kita seperti  apa dan bagaimana mengubahnya menjadi suatu kualitas yang diwujudnyatakan. Dalam hal ini anak-anak perlu berlatih sehingga mereka menjadi ahli. Jika potensi dapat tergali dan dan dapat diubah menjadi kualitas hidup anak-anak maka tidak ada alasan bagi anak untuk menyerah pada kekalahan.

d. Tujuan Allah yang diletakkan dalam hidup anak merupakan alasan untuk anak dapat bangkit kembali dari kekalahan/kegagalan. Orang yang menyerah pada kegagalan merupakan orang-orang yang tidak mengetahui tujuan Allah dalam dirinya. Tujuan Allah dalam hidup setiap anak yang Allah letakkan di dalam diri mereka jauh lebih besar dari peristiwa kekalahan dan kegagalan itu sendiri. Dia yang menciptakan anak-anak telah menetapkan tujuanNya bahkan saat mereka  masih ada dalam pikiran-Nya. Tujuan Allah yang besar inilah yang harus menjadi alasan untuk anak tetap bangkit dari kekalahan dan kegagalan hidup dan menggenapi apa yang Allah kehendaki dalam hidup mereka.

Bila kita kembali mengevaluasi dalam perjalanan hidup kita, maka kita  akan temukan faktor penyebab seseorang mudah menyerah pada kekalahan atau kegagalan yang menghampirinya.
1. Daya juang yang rendah. Hal ini bisa tercipta melalui pola pengasuhan orangtua yang permisif dimana orangtua terlalu memanjakan atau protektif. Anak-anak diciptakan menjadi senyaman mungkin, terhindar dari kesulitan atau tantangan hidup sehingga anak-anak menjadi lemah dan tidak tahan menghadapi kesulitan hidup. Sementara di luar rumah kompetitor sangat banyak, bahkan mereka bisa berhadapan dengan kompetitor yang tidak sehat. Daya juang yang rendah menyebabkan seseorang tidak sanggup menjalani kesulitan khususnya dengan tantangan dari dunia yang keras.

2. Mau hasil tanpa mau proses. Ditengah kemajuan jaman yang canggih, segala sesuatu menjadi mudah dan tersaji dengan cepat dan  generasi hari ini bertumbuh dalam budaya cepat saji/instan. Anak-anak sekarang tidak terlatih untuk menghargai proses, mereka tidak mengerti akan artinya membayar harga, berdiam diri, pengorbanan, menanti waktu yang tepat dan bertekun. Mereka hanya mau hasil tanpa mau berada dalam proses. Hal ini yang mengakibatkan anak-anak sekarang akan cepat bereaksi negatif ketika masuk dalam proses, mereka tidak belajar bertekun dan bersabar. Padahal kekuatan karakter ketekunan dan kesabaran akan membuat mereka kuat saat menghadapi kegagalan. Mereka cenderung menolak kekalahan karena mereka mau hasil yang enak, mendapat tepukan tangan, menyukai cahaya kamera sedangkan di sisi lain mereka menolak proses. Seseorang dapat mencapai keberhasilan instant tapi tidak akan bertahan lama, kecuali mereka menginjinkan diri mereka melewati proses pembentukan keberhasilan. Proses selalu menuntut harga yang harus dibayar, ada kesakitan yang harus dirasakan. Sama seperti tentara yang berjuang di medan tempur untuk suatu kemenangan, mereka kembali dari medan tempur dengan banyak tanda luka-luka untuk suatu kemenangan.

   3. Keyakinan yang salah. Seringkali orangtua tanpa sadar dalam kehidupan anak menanamkan keyakinan-keyakinan yang salah. Saat anak mengalami kekalahan /kegagalan, orangtua mempertegas kekalahan/kegagalan anak dengan pernyataan yang pada akhirnya menjadi keyakinan si anak. “kamu memang tidak akan pernah berhasil”, “apa yang kamu lakukan selalu salah dan tidak ada yang benar”, “sangat wajar kalau kamu gagal, karena sejak awal ayah sudah yakin bahwa kamu pasti gagal”, dll. Keyakinan-keyakinan yang tertanam dengan kuat dalam memori anak menyebabkan hidup anak dikendalikan oleh keyakinan tersebut. Keyakinan yang salah pada akhirnya menjadi kepercayaan diri dan mempengaruhi keseluruhan hidup dan masa depan anak.



Bagaimana sikap orangtua ketika melihat anak-anak mereka mengalami kekalahan atau kegagalan? Saya percaya sebagai orangtua kita ditentukan untuk mengangkat dan menolong anak-anak untuk bangkit dari kekalahan. Saya melihat bukan masalah menang atau kalah, gagal atau berhasil melainkan proses pembelajaran bagi sia anak. Apa yang mereka pelajari dan didapatkan dari kekalahan atau kemenangan tersebut. Dan hal itu jauh lebih penting dari prestasi, piala, hadiah, tepukan tangan, kilatan blitz foto karena dalam proses pembelajaran menyikapi kemenangan atau kekalahan, mereka akan tampil sebagai pribadi yang tangguh atau pribadi yang rapuh. Sebagai orangtua kita harus bijaksana menyikapi kemenangan atau kekalahan, kegagalan atau keberhasilan anak dan bagaimana kebijaksanaan kita akan mencetak anak-anak yang tidak menyerah pada kekalahan atau kegagalan tapi justru mereka dapat bermain cantik dalam kehidupan ini dan tetap keluar sebagai pemenang kehidupan. Kalaupun anak kita menang mereka menang tanpa merendahkan orang lain karena karakter mereka kuat.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh orangtua untuk menolong anak mereka yang sedang mengalami kekalahan/kegagalan dalam perjalanan hidup mereka?

   1. Jangan mengabaikan peristiwa kekalahan/kegagalan yang dialami oleh anak. Setiap peristiwa kekalahan atau kegagalan anak, orangtua dapat mengambil momen tersebut sebagai kesempatan untuk membantu anak mengambil keputusan yang baik, mengajarkan untuk memberi respon yang tepat terhadap kegagalan karena kemenangan yang sesungguhnya adalah ketika anak menjadi pribadi yang sportif dan matang. Orangtua dapat menolong anak untuk mengelola perasaan kecewa, sedih, marah dan perasaan lainnya untuk dikelola dengan baik oleh si anak sehingga mereka dapat terlatih menjadi cerdas secara emosi. Seringkali ketika anak mengalami kegagalan maka kecenderungan untuk mengambil keputusan potong kompas lebih sering diambil dan disinilah peran orangtua untuk menolong anak untuk membuat keputusan yang bijak dan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

   2. Berikan waktu untuk anak dapat mendiskusikan kekalahan atau kegagalannya bersama orangtua. Disini orangtua dapat mengubah cara melihat anak terhadap kegagalan. Kekalahan ataupun kegagalan bukanlah akhir dari kehidupan. Menurut Dorothy dan Rachel Harris, sebagai orangtua kita dapat membantu anak remaja kita pada masa-masa kekalahan dengan tenang dan objektif, dengan mengajukan pertanyaan supaya kita bisa memahami apa yang mereka lewati, dengan menyediakan empati dan membantu mereka bergerak menemukan solusi alternatif, karena anak remaja tidak selalu bisa melihat pilihan lain yang mungkin tesedia.[3] Dibutuhkan komunikasi yang baik dari orangtua untuk mendiskusikan kekalahan atau kegagalan sehingga anak dapat merasa didukung. Orangtua perlu menunjukkan empati, dan kasih tanpa syarat kepada anak sehingga anak tidak merasa ditolak. Orangtua harus menyadari bahwa dalam kekalahan/kegagalan anak, mereka telah mencoba melakukan yang terbaik dan orangtua harus menghargai semua upaya mereka, secara khusus saat anak mencoba untuk bangkit kembali meraih kemenangan.

   3. Orangtua dapat mengajarkan dan mendorong anak untuk tetap bertekun. Ketekunan merupakan hal yang jarang didapati pada  anak jaman sekarang yang terbiasa dengan pola instant. Namun pengalaman kekalahan, kegagalan, kesalahan dapat menjadi momen terbaik untuk mengajarkan anak-anak tentang karakter ketekunan. Ketekunan yang dipahami dengan benar oleh anak, akan membawa anak menghargai proses dengan baik. Ketekunan membuat anak tidak mudah menyerah dengan kesulitan apapun karena mereka akan menyadari bahwa kesulitan yang dihadapi dengan keberanian akan membawanya pada hasil yang lebih baik. Tanpa ketekunan seorang anak tidak akan pernah menghargai apapun yang diperolehnya. Melalui ketekunanlah anak-anak akan belajar menghargai arti sebuah nilai, arti perjuangan, proses dan ketekunan itu sendiri.

   4. Berikan quality relationship pada anak-anak, sehingga anak-anak tidak merasa sendirian. Kekalahan atau kegagalan  bagi seorang anak merupakan sebuah penolakan, untuk itu orangtua perlu memberikan waktu khusus untuk mendampingi anak sehingga tidak merasa sendirian dan tertolak. Kehadiran orangtua akan memberikan arti tersendiri bagi anak. Anak tidak akan merasa ditinggalkan, tidak merasa tertolak ataupun merasa hancur. Pengalaman ikut merasakan suka dan duka anak-anak akan membawa orangtua semakin mengenal karakter dan kepribadian anak-anak kita dan mempererat kebersamaan dengan mereka. Dalam pengalaman suka dan duka seorang anak, orangtua harus tetap terhubung dengan kehidupan mereka dengan mendalam. Pengabaian orangtua merupakan sikap penolakan secara langsung dalam kehidupan mereka, karena mengakibatkan anak merasa tidak aman dengan diri mereka sendiri dan dapat memunculkan kecemasan dalam diri anak.

   5. Orangtua dapat mengajarkan harapan yang realistis kepada anak-anak. Seringkali anak-anak memiliki gambaran keberhasilan, kemenangan, atau  kesuksesan dalam bentuk yang tidak realistis. Hal ini bisa dipengaruhi oleh media massa, mereka berpikir bahwa keberhasilan dapat terjadi dalam waktu semalam, kemenangan dapat direbut tanpa pertempuran dan bahkan tanpa luka sedikitpun. Mereka dapat berpikir pula bahwa kesuksesan datang karena memiliki mimpi dan didoakan tanpa harus diupayakan. Sehingga anak-anak tidak belajar dan tidak memahami apa itu ketekunan, kesabaran, kerja keras, dan kerajinan. Yang mereka ketahui adalah bagaimana mereka hidup dan terlayani dengan baik. Dengan mengajarkan harapan yang realistis, anak dapat mengukur kekuatan untuk mencapai kemenangan tersebut dan juga anak dapat memikirkan strategi untuk merebut kemenangan.

   6. Orangtua menolong anak untuk memiliki cara pandang yang alkitabiah dalam menyikapi kegagalan. Apakah yang anak anda pikirkan tentang kekalahan atau kegagalan yang dia alami? Apa yang akan anak anda katakan tentang dirinya sejak saat itu? Bagaimana cara anak anda menyikapi kekalahannya ketika anak lain bertanya tentang kekalahannya? Apa yang anak anda pikirkan tentang Allah, pertumbuhan rohani, keadilan Allah, kemenangan atau iman? Merupakan tanggung jawab orangtua untuk memuridkan anak-anak mereka untuk memiliki cara pandang yang alkitabiah tentang kehidupan termasuk tentang kekalahan. Hal ini penting karena orangtua harus menolong anak untuk dapat memberikan respon yang alkitabiah disetiap peristiwa yang mereka alami. Selain itu anak akan memasuki proses membangun fondasi kehidupan dalam menyikapi pandangan dunia atau tekanan-tekanan dari teman-teman mereka yang akan membuat mereka menjadi bingung tentang iman maupun hidup mereka jika mereka tidak memiliki sudut pandang yang alkitabiah.

   7. Orangtua harus menolong anak untuk menjaga 5 hal yang tidak boleh hancur saat mereka mengalami fase kekalahan, kegagalan atau kesalahan:
a.   Rasa aman
b.   Perasaan diri yang berharga
c.   Pengharapan
d.   Kontrol diri
e.   Impian
f.   Iman pada Yesus Kristus dan bahwa Kristus ada bersama mereka bahkan disaat mereka terjatuh atau di saat berada dalam lembah kegagalan.

Dunia ini berisi orang yang menang dan kalah tapi bukan berarti orang yang kalah memiliki  kualitas yang buruk. Kualitas yang buruk adalah mereka yang kalah dan memilih untuk menyerah tanpa mau memperbaiki dan mencoba untuk bangkit kembali. Seseorang yang mengalami kekalahan, tidak akan selamanya kalah kecuali dia berhenti untuk berjuang. Orang yang gagal tidak selamanya hidupnya pasti gagal, karena selama dia berani untuk mengevaluasi hidupnya, dan berani untuk bangkit maka orang tersebut akan mengubah kegagalan menjadi kemenangan. Orang yang berbuat kesalahan bukan berati orang tersebut selamanya akan berbuat kesalahan karena ketika orang tersebut dapat menemukan apa yang menjadi persoalan inti yang membuat dia melakukan kesalahan dan dia berani mengakui dan berubah, maka kesalahan akan berganti menjadi kemenangan yang gemilang.
Tuhan tidak menciptakan orang-orang yang menyerah pada kekalahan, kegagalan ataupun kesalahan karena Tuhan meletakkan kemampuan untuk mengelola kekalahan, kegagalan dan kesalahan dalam diri setiap orang menjadi kemenangan. Kekalahan, kegagalan, kesalahan menyadarkan bahwa manusia pada hakekatnya tidak bisa lepas dari kebergantungannya pada Allah “karena di luar Aku (Yesus), kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:4-5). Kalaupun orang percaya mengalami kegagalan, hal itu terjadi untuk membuat orang percaya semakin matang dalam perjalanan kehidupannya, karena melalui kegagalan disitulah diijinkan adanya proses pembentukan karakter. Dalam proses kekalahan/kegagalan maka seseorang akan menggali dirinya untuk menemukan potensi diri yang terpendam sehingga dia dapat menggunakan potensinya untuk menghasilkan kemenangan.

 “Menerima kekalahan bukanlah akhir sebuah perjuangan, namun merupakan perjuangan itu sendiri dimana kita dituntut untuk  memberikan respon yang benar yakni sikap untuk bertanggung jawab atas kekalahan dan mengubah kekalahan  menjadi kemenangan yang layak kita terima.

* Tulisan ini saya dedikasihkan untuk orangtua yang sedang berjuang untuk mengembangkan karakter anak yang kuat yang tidak menyerah pada kekalahan atau pengalaman kegagalan yang berulang kali.


[1] Rheinald Kasali, Self Driving, Jakarta: Mizan, 2015, hlm 50
[2] Dorothy & Rachel Harris, Remaja Belajar dari Apa yang Mereka Alami dalam Kehidupan ini. Batam: Interaksara, 2004, hlm. 38
[3] Ibid., hlm 53