Kamis, 05 November 2015

MENGEMBANGKAN KARAKTER PEDULI DALAM DIRI ORANG KRISTEN


Pendahuluan 
          Di tengah arus modernisasi dan semangat individualis, menyebabkan  kepedulian terhadap sesama menjadi tindakan yang langka. Tanggung jawab untuk menumbuhkan dan mengembangkan karakter peduli menjadi suatu hal yang harus direspon oleh setiap orang percaya. Alkitab mencatat bagaimana Tuhan Yesus Kristus telah menjadi teladan bagi setiap orang percaya untuk mengembangkan karakter peduli. Kepedulian Tuhan Yesus telah menyembuhkan dan memulihkan orang banyak, menghadirkan makna baru bagi mereka yang kesepian dan tertolak. Kerinduan Tuhan Yesus sendiri adalah ingin memakai setiap orang percaya untuk menyatakan kabar baik dengan menyatakan kepedulian pada setiap orang di tengah dunia yang kering akan kepedulian.  Gereja Tuhan sudah saatnya menyatakan karakter peduli sehingga dunia tahu bahwa Tuhan Yesus mengasihi dunia.
Keserupaan seperti Kristus merupakan visi hidup dalam setiap orang percaya, dimana orang percaya memiliki karakter seperti Kristus. Siapapun yang meletakkan visi menjadi serupa seperti Kristus, hidupnya akan berbeda, termasuk cara memperlakukan orang lain, cara berpikir dan berespon juga akan berbeda. Orang tersebut tidak akan tergoda untuk menghakimi orang lain, tidak mengijinkan dirinya dikendalikan kemarahan atau pola buruk yang lain, dan tidak akan terguncang sekalipun diterpa badai dan banjir persoalan sekalipun. Visi yang telah mendarah daging turut pula membentuk karakter seperti apa yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari visi tersebut.

1.   Pengertian Karakter
Jika kita membahas tentang karakter peduli maka yang menjadi sebuah pertanyaan sederhana adalah apakah karakter itu? Tidak ada salahnya jika kita mengulas definisi dari karakter itu sendiri. Karakter didefinisikan  sebagai sekumpulan trait positif yang terefleksi dalam pikiran, perasaan, dan perilaku. Dan karakter terdiri dari tiga komponen yakni pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral.[1] Jadi jika membicarakan tentang karakter peduli, maka peduli merupakan salah satu dari kumpulan  trait positif yang terefleksi dalam pikiran, perasaan dan perilaku seseorang
John dan Jim Dornan memberikan gambaran dari pentingnya karakter bahwa karakter bersifat permanen, menjaga fokus tetap pada tanggung jawab, menambah nilai pada banyak orang, membangun warisan untuk masa depan, membangkitkan integritas dan respek, menjaga seseorang tetap ada di sana.[2]
Karakter yang kuat dan positif akan menghadirkan kesejahteraan pada pribadi yang memiliki karakter tersebut. Orang yang berkarakter akan mudah dipercaya, memiliki rasa percaya diri yang sehat karena dia menghargai hidupnya dan mudah memaknai dirinya sendiri sehingga hidupnya akan mudah teraktualisasi bagi kepentingan orang banyak.

2.   Manusia Membutuhkan Karakter.
Karakter merupakan kekuatan dari hidup seseorang, sehingga menjadikan orang tersebut memiliki ke-khas-an dalam dirinya saat bersosialisasi dengan orang lain. Ketika karakter ditambah dengan potensi diri/bakat maka hal itu akan menjadikan hidup seseorang berkualitas. Karakter akan menjaga seseorang tetap berada dalam jalur yang benar; nilai-nilai moral yang dianut masyarakat dan hidup sesuai dengan standar Firman Tuhan. Kepedulian, kejujuran, hormat, rendah hati, sabar, tanggung jawab, sopan, dan lain-lain yang kita kenal sebagai karakter,  akan membentuk seseorang menjadi matang/dewasa.
Semua orang membutuhkan karakter karena setiap kita akan berinteraksi dengan orang lain; bagaimana kita memperlakukan orang lain, bagaimana kita berbicara, bagaimana kita tuntas menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pribadi harus dapat kita pertanggungjawabkan dihadapan manusia dan Tuhan. Tanpa karakter yang benar maka manusia akan memperlakukan manusia yang lain dengan sewenang-wenang, tanpa penghargaan dan tidak memanusiakan manusia lain. Tanpa karakter yang benar, manusia akan menjadi kejam dalam memperlakukan orang lain. Kita perlu mengembangkan karakter dalam diri setiap kita dan satu hal yang unik bahwa karakter tidak muncul dengan sendirinya tapi bertumbuh melalui proses kehidupan. Karena itu Paulus berkata bahwa hidup kita mengarah kepada keserupaan seperti Kristus (Roma 8:29) “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Karakter yang kita tumbuhkan dalam diri kita, yang salah satunya adalah karakter peduli merupakan karakter Kristus yang akan bertumbuh melalui proses dan tidak muncul secara instan.

3.   Memahami Karakter Peduli
Salah satu karakter yang harus dikembangkan dalam  diri murid Kristus adalah karakter peduli. Karakter peduli harus menjadi karakter yang muncul dalam diri setiap orang percaya di tengah dunia yang suka mengabaikan orang lain dan memilih untuk mementingkan diri sendiri. Karakter peduli bukanlah sikap yang ingin mencampuri urusan orang lain atau ingin menjadi pahlawan kesiangan.
3.1  Apa  sebenarnya yang dimaksud karakter peduli?
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, peduli adalah mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan.[3] Jadi,  peduli merupakan sikap mengindahkan atau memberikan perhatian terhadap kebutuhan orang atau menghiraukan keadaan orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Karakter peduli merupakan bentuk kematangan dalam diri seseorang karena dia mampu melepaskan kepentingan dirinya sendiri dan mengarahkan diri pada kepentingan orang lain.  Cara melihat dan memperlakukan orang lain tidak berputar pada fokus memuaskan dirinya sendiri. Karakter peduli bukan tindakan untuk melepaskan orang lain dari tanggung jawab pribadinya, tetapi sebuah perhatian yang diwujudkan dalam tindakan untuk meringankan beban orang lain atau  tindakan memberikan dukungan kepada orang lain dengan cara yang tepat. Rasul Paulus memberikan gambaran singkat namun utuh tentang karakter peduli Tuhan Yesus dimana Dia telah menjadi teladan yang tepat tentang karakter peduli ini (Filipi 2:4-8);
4  dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7  melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8  Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

               Kita bisa menemukan bahwa musuh dari karakter peduli adalah kepentingan diri sendiri. Kepentingan diri sendiri telah mengkerdilkan peran orang percaya bagi dunia untuk menjadi berkat. Selain itu kepentingan diri sendiri juga telah merusak persekutuan orang percaya dimana mereka tidak lagi bisa sepikir, sehati dan setujuan. Ketika orang percaya tidak bisa sepikir, sehati dan setujuan maka yang terjadi adalah perpecahan dalam tubuh Kristus.
Karakter peduli tidak bisa dilepaskan dari  dua unsur penting lainnya yakni belas kasihan dan  empati. Belas kasihan dibangun atas dasar empati dan kepedulian merupakan tindakan nyata dari belas kasihan. Empati adalah kemampuan untuk secara akurat merefleksikan perasaan orang, pengalamannya, dan perkataannya. Empati mampu menciptakan situasi aman dimana orang merasa dipahami, dihargai dan dikasihi.[4]  Seseorang menjadi peduli karena dia mampu menempatkan kakinya di sepatu orang lain sehingga dia mampu merasakan dan merefleksikan perasaan orang lain dan mampu memandang dari kaca mata belas kasihan.
Namun ketika empati dihancurkan oleh orang-orang yang tidak disukai atau oleh kekecewaan yang mendalam maka empati bisa berubah menjadi sifat kesenangan untuk menikmati kemalangan orang lain.[5]  Dalam beberapa kasus, kita dapat menjumpai beberapa orang yang konflik dalam relasi yang menyebabkan kepahitan yang mendalam dan berkepanjangan. Sehingga ketika  Si A mengalami penderitaan/krisis maka si B akan bersukacita dan menikmati penderitaan si A, si B bahkan mensyukuri dengan menggunakan atau meminjam “bahasa rohani” bahwa Allah telah menolong si A atau Allah telah membela dirinya.
Sebenarnya karakter peduli adalah tentang bagaimana kita saling memperlakukan sesama kita dengan baik. Memberikandukungan, bersikap baik hati, mau berbagi, menolong dan memberi, hal-hal ini merupakan cara kita menunjukkan bahwa kita peduli.[6] Kepedulian kita kepada orang lain, dan lingkungan merefleksikan kedalaman hati kita. Karena itu, karakter peduli memiliki beberapa hal penting  dan mendasar:
a.      Karakter peduli menunjukkan bahwa seseorang sadar akan hidup untuk berbagi. Orang dengan karakter peduli berusaha membagikan kehidupan yang lebih baik kepada orang lain dan tindakan peduli tersebut tidak dibuat-buat atau dipaksa oleh orang lain melainkan sebuah kesadaran diri yang menyadari akan identitasnya sebagai anak Allah, menyadari akan tujuan hidupnya dan menyadari bahwa peduli merupakan karakternya.

b.     Karakter peduli merupakan gambaran dari potret diri yang sehat. Kepedulian tidak boleh lahir dari kondisi jiwa yang sakit (meskipun hal  ini bisa terjadi);  dimana ada dorongan pencarian kepuasan akan pengakuan dari orang lain,  pemenuhan tuntutan dari agama yang akhirnya dilakukan dengan terpaksa,  ketakutan jika dikatakan ‘tidak rohani’, dll.

c.      Karakter peduli tidak mengharapkan adanya pamrih atau adanya agenda yang tersembunyi. Kepedulian yang ditunjukkan haruslah didorong oleh ketulusan hati untuk melihat hal-hal yang baik serta dapat dirasakan oleh orang lain dan tidak lebih dari itu. Kepedulian tidak pernah membuat perhitungan untung atau  rugi, melainkan membuat suatu pengorbanan diatas kepentingan diri sendiri. Tidak ada syarat yang diajukan ketika tindakan kepedulian dinyatakan. Layak tidaknya seseorang menerima kepeduliannya diukur dari kasih Kristus yang telah peduli dengan dirinya. Dalam hal ini karakter peduli pun dapat didorong oleh kepentingan diri untuk memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya., Namun, sebuah karakter peduli yang sejati tidak memiliki agenda tersembunyi apapun.

d.     Karakter peduli merupakan hasil dari proses pembentukan karakter Kristus dalam diri seseorang dan merupakan hasil pengenalan pribadi tentang Kristus serta pemahaman yang mendalam tentang hidup yang dituntun oleh Roh Kudus. Jadi karakter peduli tidak bisa muncul dalam waktu semalam dan langsung permanen dalam hidup seseorang, melainkan melewati proses pembentukan. Karena itu karakter peduli harus terus dikembangkan dalam diri setiap orang percaya sehingga menjadi sebuah gaya hidup dan dapat dirasakan oleh orang lain dan lingkungan. Barbara menjelaskan bagaimana karakter peduli dapat terlihat melalui 4 hal:[7]
1)      Dengan perkataan kita. Kita dapat mengungkapkan kepedulian kita melalui kata-kata. Kita dapat memilih kata-kata yang tepat yang akan kita sampaikan kepada orang lain ketika kita sedang berbicara. Kata-kata peneguhan/penguatan dan bukan kata-kata yang menjatuhkan merupakan kata-kata yang dapat mewakili kepedulian kita terhadap kesakitan orang lain.

2)      Dengan Perbuatan kita. Perbuatan  memberikan pesan yang lebih kuat dibandingkan dengan kata-kata. Kepedulian kita bisa dalam bentuk pelayanan,  tindakan mau membantu terhadap orang yang membutuhkan bantuan, atau menyediakan waktu 1 jam untuk mendengarkan orang yang kesepian.  Dapat pula dalam bentuk tindakan penanaman pohon, menjaga lingkungan tetap bersih, dll. Jika berkaitan dengan kepedulian pada diri sendiri dapat terlihat dengan menjaga pola makan dan pola hidup yang sehat.

3)      Dengan Pemikiran kita. Seseorang dapat berbuat baik bagi orang lain hanya dengan memikirkan hal-hal yang baik tentang orang tersebut. Pemikiran kita yang positif dan penuh kepedulian yang kita nyatakan akan dapat dirasakan oleh orang lain. Paulus mendorong kita untuk kita tetap berada dalam pemikiran yang benar, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8)

4)      Dengan Pemberian kita.  Sikap berbagi merupakan bagian dari kepedulian, dan kita bisa lakukan tidak hanya pada saat acara-acara tertentu seperti natal, paskah, bulan misi, dll, namun bisa kita lakukan kapan pun.

3.2  Keuntungan Dari Memiliki Karakter Peduli
Saat seseorang memiliki karakter peduli, terlihat sepertinya ada banyak hal yang dikorbankan dari sisi kehidupannya; baik hal materi, waktu, tenaga, pemikiran dan mungkin kehilangan kesenangan pribadi. Namun, bila kita perhatikan dengan seksama dan kita alami secara pribadi (mengembangkan karakter peduli), maka kita akan mendapati ada banyak keuntungan yang kita peroleh/nikmati saat memiliki karakter peduli. Beberapa keuntungan dari mengembangkan karakter peduli:
a.      Mengalami pertumbuhan kedewasaan secara rohani, emosi dan sosial. Saat seseorang mengenal Tuhan Yesus maka akan diikuti dengan perubahan karakter dan salah satunya adalah karakter peduli akan terbentuk dalam kehidupannya. Keserupaan dengan Kristus akan berproses dalam diri orang yang mengenal Tuhan Yesus. Hidupnya akan dituntun oleh Roh Kudus untuk mengalami pertumbuhan secara rohani yang seiring waktu akan terus didewasakan. Karakter peduli akan terasa karena dengan kepedulian kasih Kristus yang dimilikinya bisa dialirkan kepada semua orang khususnya mereka yang sedang mengalami kesakitan, penderitaan dan ketidak-adilan. Kepedulian juga membentuk kita semakin dewasa secara emosi karena kita bisa mengelola emosi kita dengan baik, mampu merasakan emosi orang lain yang sedang menderita. Selain itu kedewasaan secara sosial juga bertumbuh karena dengan karakter peduli kita bisa mengembangkan relasi kita dengan orang lain, kita bisa berinteraksi dengan orang-orang baru dan kita semakin terlatih dalam mengembangkan relasi.

b.     Semakin mengalami kedalaman pemahaman tentang kehidupan. Hal ini terjadi karena kedalaman pemahaman berhubungan langsung dengan penerapan dari apa yang kita pelajari, bahkan kita juga mengalami pemahaman baru dari apa yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Karena penerapan memindahkan pengetahuan dari kepala ke hati. Pengetahuan tanpa adanya penerapan maka hanya akan berakhir di dalam arena perdebatan dan munculnya banyak komentator. Melalui kepedulian terhadap orang lain, kita semakin dibawa untuk mengenali lebih dalam sisi kehidupan orang lain; baik perjuangannya, cara berpikirnya, kekuatan dan kelemahan pribadinya. Dengan peduli kepada diri sendiri, kita juga bisa mengenali secara lebih mendalam tentang kehidupan itu sendiri, bahkan tentang diri kita dalam perspektif yang lebih luas.

c.      Memberikan waktu perhentian sejenak untuk kita bisa memeriksa bagian lain dari hidup kita.  Terkadang ada bagian dalam diri kita yang tidak mampu kita lihat dan melalui karakter peduli kita ditolong untuk mampu melihat bagian lain dari hidup kita. Saat kita peduli dengan kesakitan orang lain, tanpa sadar kita mampu memeriksa hidup kita yang terlalu nyaman bahkan cenderung angkuh dengan orang lain atau terlalu keras dalam cara memperlakukan diri kita sendiri. Kita bisa belajar untuk mengucap syukur dengan keadaan kita yang mungkin selama ini kita sulit untuk mengucap syukur.

d.     Menjadikan hidup kita lebih efektif. Melalui karakter kepedulian kita akan semakin lebih efektif dalam membangun relasi dengan sesama kita, kita bisa menemukan hal-hal yang terbaik dari dalam diri ktia maupun dalam diri orang lain.  Hidup menjadi lebih nyaman ketika kita peduli dengan alam, dimana kita dapat mengelola alam dengan penuh tanggung jawab. Keefektifan hidup kita akan melahirkan inspirasi bagi orang lain sehingga orang lain dapat dipengaruhi oleh kepedulian kita sehingga lingkaran pengaruh kita akan semakin membesar. Kita dapat menyentuh kehidupan orang lain melalui hidup yang berbagi.

e.      Mengubah cara pandang kita dalam melihat tuaian. Dalam kepedulian-Nya yang besar yang didorong oleh belas kasihan , Tuhan Yesus melayani orang banyak  dan Dia melihat adanya tuaian. 36  Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. 37  Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. 38  Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:36-38)  Kepedulian akan mengubah cara pandang kita untuk tidak lagi melihat pada kepentingan diri sendiri tapi berpindah kepada kebutuhan orang lain akan keselamatan. Barbara A. Lewis menyatakan hal yang menarik, “pandanglah sekelilingmu, maka akan kamu lihat banyak peluang untuk memberi dan melayani.”[8]

f.       Menjadikan kita lebih kreatif. Kepedulian membuat seseorang dapat bertindak kreatif untuk mewujudkan apa yang bisa dilakukan.  Kepedulian yang muncul merupakan bagian penting yang bisa mendorong atau melecut kemampuan kreatif manusia. Kepedulian pada akhirnya memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara yang terkadang tidak terduga/spontan dan menghasilkan sesuatu yang kreatif.

4.   Belajar Kepedulian dari Tuhan Yesus
Di dalam Injil Lukas 10:25-37 dikisahkan tentang seorang ahli taurat yang berusaha menjebak Tuhan Yesus dengan pertanyaan “apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Tuhan Yesus menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang memiliki karakter murah hati. Karakter murah hati ini yang membuat orang Samaria tampil beda dengan sikap dari seorang imam ataupun orang Lewi. Dan karakter murah hati yang dimiliki oleh orang Samaria menyebabkan perumpamaan Tuhan Yesus menjadi seru, menohok dan menyadarkan para pendengarnya, khususnya seorang ahli taurat yang berusaha menjebak Yesus dengan pertanyaan,  bahwa tidak cukup kita memiliki agama, memiliki hukum dan aturan. Karena tanpa karakter kemurahan hati dan kepedulian maka semua nafas keagamaan akan terhenti, hukum dan aturan akan menjadi mati.
Dalam perumpamaan tersebut, orang Samaria yang murah hati menolong orang asing yang telah dipukuli dan dirampok habis-habisan dan tergeletak dengan luka parah di pinggir jalan.  Dua orang sebelumnya melewati begitu saja tanpa ada kepedulian sedikitpun untuk menolong.  Hal yang membedakan dari orang Samaria adalah bahwa dia tidak hanya sekedar memiliki karakter murah hati tapi juga kebaikan yang dibalut oleh karakter peduli. Tanpa kepedulian maka kemurahan tidak akan teralirkan dengan baik. Kepedulian yang menyebabkan kebaikan orang Samaria mengalir dengan benar ke arah yang tepat. Kepedulian yang menggerakkan orang Samaria yang murah hati bertindak untuk menolong orang yang terluka.
Kemudian Yesus mengakhiri cerita itu dengan pertanyaan ini, "Dari ketiga orang itu yang manakah, menurut pendapatmu, yang bertindak sebagai sesama dari orang yang dirampok itu?" (ayat 36 - BIS). Ketika kita kehilangan karakter peduli terhadap sesama, maka kita akan cenderung “mengecualikan” atau memperlakukan secara berbeda orang-orang yang tidak memenuhi kriteria kita untuk tidak masuk dalam kelompok orang yang kita pedulikan. Kita akan menganggap mereka sebagai orang  yang bukan “sesama” kita. Yesus sedang mengajarkan bahwa ketika seseorang kehilangan karakter peduli maka dia akan cenderung mengabaikan orang lain bahkan ketika orang itu nyaris mati.
Kedewasaan rohani tidak diukur dari seberapa hebatnya seseorang melayani atau seberapa banyak pengetahuan alkitab yang dia miliki, melainkan mereka yang peduli akan keadaan orang lain yang membutuhkan pertolongan  dan mereka hadir disitu untuk menyentuh sisi kebutuhan orang lain. Bersembunyi dibalik alasan merupakan cara yang sering dipakai orang-orang yang tidak memiliki karakter peduli. Mereka menyimpang  di jalan lain atau mereka beralasan “aku tidak mengetahui peristiwa itu.” Namun yang pasti mereka (seorang imam dan seorang lewi) yang mengetahui hukum Tuhan, namun gagal mempraktekkan apa yang mereka ketahui. Yakobus mengatakan iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (Yakobus 2:14-26)
Kisah lain tercatat dalam Yohanes 4, yang mengisahkan tentang keteladanan Tuhan Yesus dimana kepedulian Tuhan Yesus terlihat pada saat Dia meluangkan waktu khusus untuk berbicara dengan seorang wanita Samaria. Kepedulian Tuhan Yesus pada wanita Samaria ditunjukkan dengan Dia menyediakan waktu untuk bertemu dengan wanita Samaria. Kepedulian Tuhan Yesus memberikan rasa aman pada wanita Samaria untuk menceritakan keadaannya. Pengenalan yang datang dari relasi yang dibangun, pertanyaan maupun pernyataan yang diajukan Tuhan Yesus sangat menarik dan adanya penggambaran, simbol, serta ilustrasi merupakan kreatifitas yang datang dari kepeduian Tuhan Yesus. Kepedulian Tuhan Yesus di siang hari di dekat sumur Yakub menyebabkan hidup seorang wanita yang kosong dan kesepian diubahkan dan menjadi saksi Kristus bagi banyak orang di desanya. Kepedulian Tuhan Yesus tidak menghadirkan penghakiman pada wanita Samaria yang berulangkali berganti pasangan. Tuhan Yesus peduli karena wanita Samaria ini adalah jiwa yang juga membutuhkan keselamatan dan pemulihan diri. Ada rasa haus yang menguasai wanita Samaria dan Tuhan Yesus peduli dan ingin memberikan air kehidupan yakni diri-Nya.
Masih ada banyak kisah keteladan Tuhan Yesus berkaitan dengan karakter peduli yang Dia miliki. Namun, yang menarik adalah, antara pengajaran  dan kehidupan Tuhan Yesus sendiri tidak bertentangan, dengan kata lain apa yang diajarkan telah dihidupi terlebih dahulu oleh Tuhan Yesus. Pengajaran dan hidup-Nya memberikan ketenangan dan kesegaran dalam jiwa pendengar-Nya. Karakter kepedulian-Nya membuat setiap orang yang percaya kepada-Nya merasa aman dan nyaman.  Keteladanan Tuhan Yesus pada masa pelayanan-Nya di bumi menunjukkan kepada kita betapa kuat belas kasihan-Nya pada manusia yang terlihat melalui kepedulian-Nya.
Daniel Goleman mengatakan bahwa belas kasihan dibangun atas dasar empati, yang pada gilirannya membutuhkan fokus terhadap orang lain. Bila fokus itu terserap pada diri sendiri, kita semata tidak akan memperhatikan orang lain; kita bisa saja berlalu tanpa peduli sama sekali terhadap kesusahan mereka. Namun setelah memperhatikan mereka, kita bisa memberikan perhatian, merasakan perasaan dan kebutuhan mereka, serta menindaklanjuti kepedulian kita.[9]
              
5.   Terkikisnya karakter peduli dalam diri orang percaya.
Meskipun karakter peduli merupakan karakter yang harus ada dalam diri orang percaya, namun yang kita lihat hari ini bahwa kepedulian telah terkikis dalam diri orang percaya. Kepedulian pada orang lain dan lingkungan telah terkikis oleh kepentingan diri sendiri.  Cara hidup orang percaya mulai mengalami banyak perubahan dan mulai menjadi sama dengan orang dunia. Sikap “masa bodoh”, akan penderitaan orang lain, menyebabkan orang percaya mulai tidak peka akan sekelilingnya. Khotbah-khotbah di mimbar tidak lagi berbicara tentang salib Kristus, pertobatan, penginjilan, namun lebih banyak berisi tentang bagaimana hidup sukses dan berkelimpahan sebagai orang Kristen.  Umat diajar untuk mengejar materi dan mengabaikan orang lain.
Paulus dalam suratnya kepada Timotius, memberikan gambaran tentang keadaan manusia di akhir jaman (2 Timotius 3:1-5);  dimana mereka mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang, membual dan menyombongkan diri,  pemfitnah,  berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,  tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik,  suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. Namun secara lahiriah mereka masih menjalankan ibadah mereka. Artinya bahwa akan ada yang beribadah di gereja tapi cara hidup dan karakter mereka bukan lagi seperti Kristus. Ibadah hanya menjadi sebuah topeng untuk menutupi perilakunya.
 Sikap kepentingan diri sendiri yang menguat dalam gereja harusnya kita waspadai, karena seperti lintah yang menghisap, kepentingan diri sendiri akan menghancurkan semua potensi dan kekuatan  gereja. Jika karakter peduli hilang dari dalam diri orang percaya maka otomatis belas kasihan dan empati akan ikut lenyap dan itu artinya penginjilan akan terhenti. Maka amanat agung Tuhan Yesus tidak akan berjalan dengan baik.
               Daud Kurniawan mengatakan, bahwa untuk menjadi berkat bagi banyak orang, kita perlu mengangkat pandangan dan pikiran agar tidak  hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok kita. Kalau kita semakin dekat kepada Tuhan, kita memandang semua orang dan seluruh dunia dari sudut yang lebih prihatin dan lebih penuh kasih.[10]  Jadi dibutuhkan keberanian untuk mempertanyakan “apakah saya hari peduli dengan orang lain dan lingkungan?” ataukah “saya telah terhisap dalam keserupaan dengan cara hidup dunia?”

6.   Bagaimana Mengembangkan Karakter Peduli?
Karakter peduli datang melalui proses dan bukan datang dari sebuah keajaiban doa semalam. Jadi tidak ada alasan bahwa hanya orang-orang tertentu yang memiliki karakter peduli, semua orang-orang  percaya atau murid Kristus harus memiliki dan mengembangkan karakter peduli dan  belajar dari keteladan Yesus Kristus yang merupakan Tuhan sekaligus Guru. Orang percaya dapat mengembangkan karakter peduli  setiap hari:
a.      Peduli kepada sesama. Kita dapat menunjukkan kepedulian kita kepada sesama dengan membuat orang lain mengalami kehidupan yang berarti. Kita harus meninggalkan cara hidup yang tidak peduli dan yang merugikan orang lain: keengganan untuk mengantri, tidak peduli akan keselamatan orang lain dengan mengendarai kendaraan tanpa menyalakan lampu di malam hari, dll.

b.     Peduli kepada lingkungan. Kerusakan alam seperti darurat asap karena hutan yang terbakar baik di sumatera maupun di kalimantan, atau banjir yang merupakan peristiwa tahunan, lebih banyak disebabkan karena minimnya kepedulian manusia pada kesejahteraan alam. Manusia banyak mengeksploitasi hutan berlebihan tanpa peduli untuk mereboisasi ulang, kebiasaan membuang sampah sembarangan merupakan contoh ketidakpedulian yang tampak di depan mata.

c.      Peduli kepada diri sendiri. Dalam hukum kasih yang kedua dimulai dengan kalimat “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kegagalan mengasihi diri sendiri menjadi awal persoalan dalam mengasihi sesama. Ketidak pedulian terhadap diri sendiri cenderung terjadi dalam bentuk mengembangkan pola hidup yang tidak sehat, kita mengabaikan keseimbangan antara bekerja/melayani dengan istirahat, dll

Ada 3 tempat penting dimana orang percaya dapat mengembangkan karakter peduli:
1.     Pendidikan karakter peduli dimulai dari rumah. Pendidikan karakter harusnya dimulai dari rumah dan dimulai dari orangtua yang mengajarkan karakter peduli kepada anak-anak sejak dini. Program pendidikan karakter harus diagendakan di dalam pengasuhan anak. Namun yang harus disadari bahwa orangtua yang mengajarkan karakter peduli dituntut untuk terlebih dahulu telah memiliki dan menghidupi karakter peduli sebelum diajarkan kepada anak-anaknya. Orangtua tidak bisa menuntut anak-anak memiliki karakter peduli sementara orangtua sendiri tidak memiliki. Kekuatan dari teladan hidup lebih kuat berbicara kepada anak-anak. Beberapa hal ini dapat menolong orang tua dalam mengembangkan karakter peduli pada anak:
a.      Para ayah dan ibu dapat membuat peran sebagai orangtua menjadi peran yang menyenangkan bagi anak. Tugas pengasuhan akan menjadi ringan jika orangtua memandang peran tersebut sebagai tanggung jawab yang menyenangkan. Dan ketika anak-anak melihat orangtua mereka bersukacita dalam menjalan perannya sebagai orangtua, anak-anak juga akan membuka diri untuk diasuh dan dididik oleh orangtua mereka. Dan kepedulian orangtua kepada anak-anak dapat ditunjukkan disaat mengasuh. Jika kita menelaah kitab Ulangan 6:4-9 tentang bagaimana Tuhan memerintahkan orangtua untuk mengajarkan anak-anak mereka berulang-ulang dan disemua tempat, hal ini menunjukkan bagaiamana peran orangtua yang sangat peduli terhadap anak harus ditunjukkan, sehingga anak-anak dapat  merasakan bahwa mereka dipedulikan oleh orangtua mereka sehingga anak-anak dapat belajar bersikap sama untuk peduli kepada orangtua. Proses pembelajaran karakter peduli akan terjadi sangat natural sekali kepada anak-anak.

b.     Orangtua dapat mengkomunikasikan tentang karakter peduli kepada anak-anak dalam bentuk cerita/dongeng, menceritakan ulang karakter kepedulian tokoh di alkitab, dll dengan cara-cara yang kreatif. Jika anak sudah remaja, orangtua dapat mendiskusikan film-film yang mereka tonton, lirik lagu yang mereka dengarkan atau membicarakan bersama tentang pandangan mereka tentang sikap dalam pertemanan, kondisi sekolah, dll. Mengkomunikasikan hal ini dapat dilakukan di ruang keluarga atau di tempat tidur sebelum mereka tidur sehingga orangtua juga dapat membangun kelekatan dengan anak-anak.

c.      Orangtua dapat pula melatih anak-anak masuk dalam praktek nyata karakter peduli (program keluarga) dengan mengajak anak-anak bersentuhan langsung dengan bentuk kepedulian: memberikan bantuan untuk korban bencana alam, mengunjungi teman yang sedang sakit, mengumpulkan pakaian pantas pakai dan memberikan kepada orang lain yang membutuhkan, kunjungan ke panti asuhan, dll.

d.     Memperkuat  hubungan- hubungan dalam keluarga dengan mengajarkan nilai kepedulian antar anggota keluarga; bagaimana mereka saling menghormati satu dengan yang lain,  berkata-kata dengan baik tanpa melukai, mengajarkan bahwa setiap orang di dalam rumah merupakan orang penting dan dihargai sebagai satu pribadi dan tidak boleh direndahkan, saling memberikan dukungan sebagai satu keluarga.

e.      Menjaga kehangatan keluarga (home sweet home). Sebagaimana diketahui, bahwa kehangatan (warmth) merupakan salah satu dimensi dalam pengasuhan yang menyumbangkan akibat-akibat positif bagi perkembangan. Kedekatan merupakan aspek penting dalam kehangatan yang memprediksikan kepuasan pengasuhan dan keterlibatan anak dalam aktivitas keluarga.[11] Kehangatan keluarga dapat tercipta jika suami istri  dapat menjaga keharmonisan pernikahan mereka sehingga anak-anak akan dipengaruhi oleh keharmonisan pernikahan orangtua mereka. Hal yang sangat menakutkan bagi anak adalah ketika orangtua bercerai. Perceraian mengajarkan kepada anak-anak bahwa ayah dan ibu mereka sudah tidak peduli lagi satu sama lain. Karena itu keharmonisan pernikahan suami istri akan menjadi kontribusi besar untuk anak-anak belajar tentang karakter peduli. Kehangatan keluarga menjadikan suasana belajar yang nyaman bagi anak-anak untuk belajar tentang apapun termasuk belajar tentang karakter peduli.

2.   Sekolah juga merupakan tempat pendidikan karakter peduli. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak karena waktu mereka lebih banyak habis di sekolah. Di sekolah mereka belajar berelasi dengan orang lain dan menjadi mengenal karakter teman-teman mereka yang berbeda. Disitulah mereka belajar memahami, peduli dan berempati tanpa memaksakan kepentingan sendiri. Guru memainkan peran penting dalam pertumbuhan karakter anak-anak.  Memilih sekolah yang tepat dimana lingkungan sekolah yang kondusif merupakan hal penting bagi orangtua. Sekolah yang memiliki visi pengembangan karakter Kristus dan tidak hanya mengedepankan sisi akademik saja harus menjadi pertimbangan orangtua dalam pemilihan sekolah.
Menurut Mary Setiawani, bukan hanya prestasi atau nilai saja yang dipentingkan tetapi juga tingkah laku secara lahiriah dipentingkan. Yang penting juga bukan hanya hasil belajar tetapi justru lebih kepada proses belajar. Karena mementingkan proses belajar berarti mementingkan apa yang terbaik di dalam diri anak, dimana anak bertanggung jawab sepenuhnya terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain dan terhadap Tuhan.[12]
Tidak ada yang berbeda dengan mahasiswa, kampus merupakan tempat pendidikan karakter peduli. Yang membedakan adalah mahasiswa memiliki cara berpikir yang sudah matang dibandingkan dengan anak-anak pelajar, dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab sehingga pembelajaran datang dari kesadaran diri dan dari arah/tujuan hidup yang sudah diketahui. Sebagaimana di Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, mahasiswa tinggal di asrama, maka proses pembentukan karakter peduli sangat kuat. Hidup bersama dalam satu kamar, setiap hari belajar dan makan bersama, mengalami dan menyelesaikan konflik, menjadikan mahasiswa mengenal satu sama lain, dan karakter peduli mereka terbangun dan terasah.

3.     Pengajaran karakter juga disuarakan oleh gereja.
Pengajaran karakter peduli merupakan salah satu tanggung jawab para pendeta untuk disuarakan dari mimbar. Yesus mengajarkan keseimbangan dalam hidup bahwa hidup yang sesungguhnya adalah mengasihi Tuhan, mengasihi sesama dan mengasihi diri sendiri. Para pendeta harus mengajarkan kepada umat bahwa  karakter peduli merupakan bagian dari pertumbuhan rohani. Umat  harus ditantang  peduli  kepada sesama dan lingkungan  mereka saat mereka terjun dimasyarakat, sehingga hidup mereka menjadi kesaksian.

Penutup
               Karakter peduli merupakan pernyataan dari karakter kerajaan Allah, bagaimana Allah merelakan Anak-Nya Yesus Kristus turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Kepedulian-Nya kepada kita telah mengantarkan kita untuk juga peduli dengan orang lain dan lingkungan dengan kasih-Nya. Karakter peduli seharusnya menjadi bagian  dari identitas kita sebagai garam dan terang dunia. Kepedulian kita terhadap kebusukan dunia menggerakkan kita untuk menggarami dan kepedulian kita terhadap kegelapan dunia memanggil kita untuk menghadirkan terang. Suatu saat kepedulian kita akan mengantar kita kepada kemuliaan Tuhan Yesus Kristus.

Matius 25:34-36,40

Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu,  sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan   untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.







































[1] Sri Lestari, Psikologi Keluarga,  Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, Jakarta: Kencana , 2012, hal. 94
[2] John C. Maxwell & Jim Dornan, Menjadi Orang yang Berpengaruh, Jakarta: Harvest Publication House,  1997, hal. 23
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal. 740
[4] Michael K. Simpson, Unlocking Potensial, Jakarta: Dunamis Publishing, 2014, hal. 24
[5] Ibid., hal. 124
[6] Barbara A. Lewis, Character Building Untuk Anak-anak,  Batam: Karisma Publishing,  2004, hal. 25
[7] Ibid,. hal. 27-29
[8] Barbara A. Lewis, Character Building Untuk Remaja,  Batam: Karisma Publishing,  2004, hal. 40
[9] Daniel Goleman, Focus. Pendorong Kesempurnaan yang Tersembunyi, Jakarta: Gramedia, 2015, hal. 122
[10] Daud Kurniawan, Kerajaan Allah diantara Kita, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006, hal. 412
[11] Sri Lestari, Psikologi Keluarga. Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, Jakarta: Kencana , 2012, hal. 62
[12] Mary Setiawani & Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Hikmat Guru & Ayah Bunda, Surabaya: Momentum, 2010, hal. 25-26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar