Senin, 23 November 2015

PERJALANAN ROHANI ORANG KRISTEN



Pendahuluan

Sebagai orang Kristen, perjalanan rohani merupakan proses dari sebuah pertumbuhan iman. Dalam perjalanan rohani, seseorang akan menemukan beragam pengalaman iman melalui situasi suka dan duka. Dan di setiap pengalaman itulah, Tuhan membawa seseorang pada pengenalan akan diri-Nya sehingga kehadiran dan keintiman dalam hubungannya dengan Tuhan merupakan suatu pengalaman yang indah bagi setiap orang Kristen. Pengalaman-pengalaman rohani memberikan kepuasaan tersendiri dan memberikan kedamaian dalam diri, dan melalui perjalanan rohani orang percayai dapat memaknai pentingnya hidup tinggal di dalam Kristus.
Dalam kekristenan, pengenalan akan Allah yang datang karena kerinduan yang mendalam, akan membawa perjalanan rohani seseorang menjadi begitu menarik. Menarik karena perjalanan rohaninya menjadi sebuah pengalaman yang indah, berpetualang dan memperoleh pelajaran yang indah dari Allah sehingga pengenalannya tentang Allah secara pribadi merupakan sebuah eksklusivitas antara dirinya dengan Allah.
Banyak orang menyadari pentingnya spiritualitas namun tidak semua orang mau mengambil keputusan menempatkan spiritualitas sebagai hal yang penting dalam  hidupnya. Dunia hari-hari ini memberikan semua hal yang berkaitan dengan kenikmatan, pemuasan sesaat, dan berpusat pada tubuh fisik dan bukan pada spiritual. Merupakan godaan terbesar bagi murid Kristus untuk memilih melakukan perjalanan rohani untuk mengenal Kristus secara pribadi atau memilih perjalanan bersama dunia untuk menikmati semua kenikmatan yang sementara dan kehilangan Kristus. Dan itu yang dialami oleh Demas   “karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia” (2 Timotius 4: 10). Kenikmatan dan indahnya dunia dapat mengubah cinta seseorang sehingga berpaling dari Kristus. Sebuah pilihan antara mencintai dunia atau mencintai Kristus. Dan diantara dua  pilihan itu akan menentukan arah perjalanan rohaninya.


    A.   Perjalanan Rohani di Semua Musim
Adakalanya perjalanan rohani tidak seperti yang kita duga, dimana ada musim-musim kehidupan yang harus kita lewati, dan di dalamnya ada pasang surut yang menyertai, termasuk kegairahan rohani maupun kelesuan rohani. Namun perjalanan rohani dari orang-orang percaya diibaratkan seperti cahaya fajar yang semakin terang hingga rembang tengah hari. “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari” (Amsal 4:18) 
Bahkan Daud dalam mazmurnya berkata bahwa orang percaya dalam perjalanannya, mereka akan berjalan makin lama makin kuat. (Mazmur 84:6-8) Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! 7Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.
Dalam perjalanan rohani, kita berhubungan dengan satu pribadi yang jauh lebih besar dari kita yakni Allah. Dalam kebesaran dan kehebatan-Nya, Dia memperkenalkan diri-Nya atau lebih tepatnya Allah membuka diri untuk dikenal oleh umat-Nya.  Proses mengenal Allah tidak akan pernah berakhir sampai kita berjumpa dengan Dia dalam kekekalan, karena itulah saat ini, kita sedang dalam perjalanan rohani untuk mengenal Dia sampai kita berjumpa dengan-Nya dalam kekekalan.
Dalam konteks Firman Tuhan, kata “mengenal” berarti suatu hubungan pribadi yang intim, dimana kita dapat mengenal Allah dalam hubungan timbal-balik yang dalam. Selagi hidup dalam tubuh yang terbatas ini, kita memang tidak dapat menangkap keseluruhan informasi mengenai Allah. Namun, di dalam Yesus, kita dapat benar-benar mempunyai hubungan dengan Allah, dimana hubungan tersebut memberikan hidup rohani dan hidup yang kekal kepada kita.[1] Jadi pengenalan akan Allah terjadi sepanjang umur hidup kita dan itulah yang menjadi sebuah perjalanan rohani bagi kita.


Satu hal yang perlu kita pahami bahwa perjalanan rohani akan membentuk kehidupan yang dikuasai Allah. Hidup yang dikuasai Allah di dalamnya menyangkut tentang bagaimana kita diproses mencapai kesempurnaan seperti gambar Allah. (Roma 8:29). Perjalanan rohani membawa kita kepada kesadaran bahwa  kita sedang berada di dalam kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah yang memampukan seseorang melewati perjalanan di semua musim, meskipun musim yang harus dilewati adalah musim kedukaan/kesedihan. Dan kasih karunia Allah yang akan membawa orang tersebut mampu memandang ‘kehadiran Allah’.  Seperti yang Paulus katakan dalam Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Stephanus Herry menjelaskan tentang Roma 8:28 bahwa setiap peristiwa dan setiap kejadian yang terjadi di dalam hidup orang yang mengasihi-Nya itu mengandung rencana Ilahi, sekalipun cara-Nya menanamkan semua itu melalui hal-hal yang tidak kita inginkan, bahkan Ia memakai hal-hal yang menyakitkan demi tujuan-Nya. Dan melalui semua hal itu, Tuhan menargetkan sebuah hasil yang baik di dalam manusia batiniah kita.[2] Karena itu perjalanan rohani seorang murid Kristus merupakan perjalanan yang akan mengubahkan banyak hal dalam hidupnya yang disebabkan keterbukaan dan respon hatinya terhadap karya Allah yang bekerja.
Sebuah perjalanan rohani merupakan pengalaman pribadi dan bukan copy paste dari pengalaman orang lain. Secara khusus dalam perjalanan rohani dimana kita diijinkan untuk melewati lembah kekelaman,maka kekuatan akan terbentuk dalam diri kita melalui masa sukar. Dalam bukunya Pengakuan Seorang Kristen yang Sedih[3], Zig Ziglar menceritakan pengalaman perjalanan rohaninya:
Ketika harus menghadapi kematian putri sulungnya, bagaimana dia belum siap untuk mengalami kepedihan dan kesusahan yang menimpa dirinya dan keluarganya.  Selama berbulan-bulan bahkan beberapa tahun harus melewati masa kedukaan dan karena imannya kepada Tuhanlah yang membuatnya terus berkemenangan. Zig Ziglar mengatakan bahwa bila kita tidak bisa memahami jalan pikiran Tuhan, kita dapat percaya kepada hati-Nya. Kita tahu bahwa Tuhan itu Maha Bijaksana dan tidak mungkin keliru, Ia Maha Kasih, tidak mungkin membuat umat-Nya menderita kesusahan tanpa makna. Pendek kata, proses menderita kesedihan itu dianugerahkan kepada kita oleh Tuhan dan menggunakan kesedihan tersebut untuk menyembuhkan kita, untuk menempa kita dalam iman,  untuk meneguhkan hubungan kita dengan-Nya, untuk memperlihatkan belas kasih-Nya kepada kita, untuk mengajar kita dan untuk membimbing kita kepada kesempurnaan. Dibalik kesedihannya, Zig Ziglar semakin mengasihi istrinya dan anak-anaknya jauh lebih besar dari sebelumnya bahkan kepada anggota keluarga besarnya yang lain dan juga ada dorongan hati yang lebih kuat lagi untuk semakin efektif memberikan kesaksiannya tentang Yesus.


    B.   Memiliki Keakraban yang Otentik dengan Allah.
Perjalanan rohani kita merupakan perjalanan yang pribadi atau ekslusive karena perjalanan rohani menyangkut hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Dan pola pengembangan keakraban dengan Allah merupakan pengalaman pribadi yang datang dari kejujuran diri bukan datang dari copy paste  pengalaman orang lain. Keotentikan diri sangat penting dalam membangun relasi dengan Tuhan karena kita mengenal dan membangun keintiman dengan pencipta kita yang telah menciptakan kita sebagai pribadi yang unik.
     Karena itu, kita perlu membangun relasi atau perjalanan rohani kita dengan keaslian atau keorisinilan diri kita sebagai pribadi. Keakraban yang otentik dengan Allah dapat dinyatakan dalam ibadah yang meliputi berbagai bentuk.[4]
  • Pendekatan naturalis yang beribadah kepada Allah di luar, di alam terbuka.
  • Pendekatan dengan panca indera yang beribadah melalui indera termasuk mendengar musik bagus dan memandang karya seni.
  • Pendekatan asket, yakni beribadah kepada Allah dengan menyepi dan kesederhanaan. 
  • Pendekatan aktivis yang beribadah kepada Allah dengan konfrontasi – melawan kejahatan dan memanggil pendosa untuk bertobat. 
  • Pendekatan orang peduli yang beribadah kepada Allah dengan mengasihi dan melayani orang lain. 
  • Pendekatan antusias, yakni beribadah kepada Allah melalui perayaan bersukacita. 
  • Pendekatan perenungan yang beribadah kepada Allah dengan mengasihi Dia melalui pemujaan mendalam. 
  • Pendekatan intelektual yang beribadah kepada Allah dengan pikiran. Orang yang beribadah dengan cara ini merasa paling dekat dengan Allah kalau mereka mendapat pemahaman baru tentang Allah.
Kita dapat menemukan bahwa setiap orang dapat memiliki keakraban dengan Kristus  melalui bentuk ibadah yang berbeda-beda dan kita tidak dapat menghakimi atau memaksakan pendekatan ibadah kita kepada orang lain, asalkan semua tidak keluar dari kebenaran Firman Tuhan dan bentuk ibadah tersebut menjadi sebuah perjalanan rohani yang mengarahkan hidupnya kepada pengenalan akan Kristus.

    C.  Penghambat perjalanan rohani
Terkadang perjalanan rohani kita tidak semulus apa yang kita pikirkan.  Kadang kita mengalami kelesuan dan kejenuhan dengan hal-hal yang bersifat rohani, menjadi tidak bergairah untuk melayani Tuhan, malas untuk berdoa dan merenungkan Firman Tuhan. Kita mengalami kemandekan dalam pertumbuhan rohani. Karena itu ada hal-hal yang harus kita waspadai dalam perjalanan rohani kita sehingga kita tidak terpisah dan kehilangan Allah yang diakibatkan oleh kesalahan kita sendiri:

     1.   Kesibukan.
Dalam dunia yang bergerak secara cepat, banyak orang mulai kehilangan keseimbangan hidup sehingga mereka menjadi sibuk dan pada akhirnya mengalami kelebihan beban. Dengan slogan “melakukan percepatan”, orang-orang mulai kehilangan waktu untuk menyendiri dengan Tuhan, kehilangan waktu untuk mengevaluasi diri dan kehilangan waktu untuk keluarganya. Percepatan telah menghasilkan orang-orang yang menyukai hal-hal yang instan dan menolak proses. Percepatan telah membuat orang-orang kehilangan waktu dan kesempatan untuk berdiam diri mencari wajah Tuhan. Kalau pun mereka berdiam diri, mereka menjadi sulit untuk fokus dan tidak akan tahan berlama-lama untuk berdiam diri.
Kesibukan telah menghancurkan makna berdiam diri dan menikmati proses. Kesibukan telah menghasilkan banyak orang menjadi kehilangan kendali, kehilangan kebersamaan, kehilangan sukacita karena tenggelam dalam kesibukan. Karena kesibukanlah seseorang menjadi kelebihan beban/overload. Kelebihan beban disebabkan karena kita tidak memiliki margin atau batas-batas. Dan hal ini terjadi karena kesibukan kita; baik dalam pekerjaan di kantor atau pun dalam pelayanan. Sebab itu, kita membutuhkan margin dalam hidup ini sehingga tidak mengalami kelebihan beban/overload.


Dalam bukunya The Overload Syndrome, Richard menjelaskan apa yang dimaksud dengan margin:
“Margin adalah ruang yang dulu pernah ada diantara beban kita dan batas kita-batas kita. Margin adalah ruang diantara vitalitas dan keletihan. Itu merupakan ruang pernapasan kita, cadangan kita, waktu luang kita. Margin adalah situasi yang bertolak belakang dengan kelebihan beban, dan karenanya itu merupakan pencegahan terhadap kondisi yang menjengkelkan.”[5]

Kita memilih menjadi sibuk agar tidak dikatakan pemalas, namun pada akhirnya kita menjadi kelebihan beban. Kita menjadi sibuk karena takut dikatakan tidak rohani dan banyak alasan lain yang membuat kita pada akhirnya tenggelam dalam kesibukan dan akhirnya kita kelelahan. Kita harus berani mengenali batas/margin kita agar kita tidak menjadi lelah dan memiliki waktu berkualitas dengan Allah dan sesama kita. Sehingga perjalanan rohani kita menjadi menarik karena kita tetap fokus dengan Allah.  Ketika kita menjadi sibuk namun kita kehilangan Allah, maka sia-sialah semuanya. Bukan berarti kita harus bermalas-malasan karena kemalasan bukanlah karakter kerajaan Allah. Namun kita perlu tegas dengan margin kita dan perlu mengembangkan keseimbangan hidup karena semua di dunia ini ada waktunya; ada waktu untuk bekerja, ada waktu untuk beribadah  untuk mencari Tuhan, ada waktu untuk istirahat, ada waktu untuk keluarga dan ada waktu untuk berdiam diri dihadapan Tuhan, sehingga kita bisa menikmati perjalanan rohani kita.
Jadilah seperti Maria yang tahu apa yang menjadi prioritasnya atau kalau kita sibuk seperti Marta, jadilah sibuk namun tetap dalam margin sehingga kita tetap bisa bernafas karena ada ruang dan tetap bisa menikmati Allah dalam kesibukan kita. Kesibukan dan overload akan menghabiskan cadangan emosi kita sehingga kita menjadi kelelahan. Richard dalam bukunya Margin,[6] mengatakan, “Ketika cadangan kita kosong dan kita terus mengurasnya, maka rasa sakit tak terhindarkan menimpa kita. Jadi kita harus memahami cadangan emosi kita, kita harus mempelajari batas-batas kita, sehingga kita tidak terus berusaha mengurasnya bila kita sudah benar-benar kosong.” Bijaksana dengan hidup kita akan menghindarkan kita dari kesulitan atau kesusahan yang kita ciptakan sendiri.

     2.   Hati yang terikat atas pemberian-pemberian Allah.  
Menjadi pembicaraan penting disini adalah pemberian-pemberian Allah yang tidak dikelola dengan baik sehingga hati kita dikuasai oleh pemberian-pemberian Allah, maka hal itu akan memisahkan hubungan kita dengan Allah. A.W. Tozer menjelaskan bahwa,
“Dalam kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, Allah menyiapkan  bagi manusia sebuah dunia yang penuh dengan berbagai hal yang berguna dan menyenangkan untuk menjadi makanan dan kesenangan bagi manusia. Semuanya diciptakan untuk digunakan oleh manusia, namun benda-benda tersebut selalu dimaksudkan untuk menjadi bagian eksternal dari manusia dan tunduk kepada manusia. Di dalam hati manusia yang dalam terdapat sebuah tempat kudus yang hanya boleh dimasuki oleh Allah. Namun, dosa telah mendatangkan kerumitan dan telah menjadikan pemberian-pemberian Allah tersebut menjadi sebuah sumber potensial bagi kehancuran jiwa manusia. Kesengsaraan kita dimulai ketika Allah dipaksa keluar dari tempat kudus-Nya di dalam diri kita dan berbagai hal diizinkan masuk ke dalamnya dan hati kita diambil alih oleh berbagai hal.”[7]


Hati yang terikat pada pemberian-pemberian Allah akan memalingkan pandangan kita dari Sang pemberi berkat itu sendiri. Keterikatan pada pemberian-pemberian Allah menyebabkan kita kehilangan hubungan dengan sumber yakni Allah sendiri dan memfokuskan hati dan pikiran kita hanya kepada pemberian-Nya. Seharusnya pemberian-pemberian dari Allah menarik kita lebih dekat kepada Allah sehingga roh kita selalu disegarkan oleh Allah dan bukan oleh pemberian itu sendiri. Di dalam kitab Ulangan 6:10-12 Tuhan mengingatkan kepada bangsa Israel melalui Musa untuk mereka jangan melupakan Tuhan ketika mereka telah menerima kelimpahan berkat dari pemberian-pemberian Allah. Artinya bahwa hati yang terikat kepada pemberian-pemberian Allah akan cenderung mudah untuk melupakan Allah.

     D.  Mengembangkan respon-respon rohani.
Sebuah perjalanan rohani akan melatih kita untuk memberikan respon-respon rohani untuk melakukan sesuatu seperti apa yang Allah mau, sehingga tantangan, hambatan, krisis tidak mengubah arah perjalanan atau tidak akan menghentikan perjalanan tersebut.  Respon-respon rohani tersebut dapat berupa:

Pertama. Tindakan memperkuat Kerinduan.
Bani Korah dalam Mazmur 42,  mengungkapkan kerinduannya akan Allah seperti rusa yang merindukan air. Rasa haus yang hanya terpuaskan dari sungai Allah. Kepuasan yang datang dari keintiman dengan Allah membuat kita akan semakin diperbaharui dari hari kesehari. Cara pandang kita tentang Allah, sesama dan lingkungan akan berubah, komitmen akan diperbaharui.
Mazmur 84:11 berkata, “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.” Menjadi pertanyaan adalah apa yang menarik dari pelataran rumah Allah dibandingkan di tempat lain? Jawabannya sederhana, yakni sebuah pengalaman perjumpaan dengan Allah memberikan kepuasan yang tak tergantikan oleh apapun. Kita perlu memperkuat hasrat atau kerinduan kita untuk selalu berjumpa dengan Allah setiap saat. Ada banyak hal di dunia ini yang berusaha melemahkan kerinduan kita akan Allah, sehingga kita tidak lagi menginginkan Allah mendekat pada kita. Kerinduan kita tidak bisa lepas dari kasih kita kepada Allah. Semakin kita mengasihi Allah, semakin hasrat atau kerinduan kita akan Allah semakin kuat. Karena itu Firman Allah dengan tegas menegor jemaat di Efesus karena mereka meninggalkan kasih yang mula-mula (Wahyu 2:4-5) dan tegoran ke dua ditujukan kepada jemaat di Laodikia yang didapati mereka terkondisikan mengalami kasih yang suam-suam kuku (Wahyu 3:15-16). Kedua kondisi inilah yang merusak kerinduan orang Kristen. Karena itu perlunya kembali kepada kasih yang mula-mula, kasih yang kuat dan panas dan hanya tertuju kepada Tuhan Yesus Kristus.
 

Kedua, Tindakan memperkuat akar.
Sebuah pohon yang kuat dan kokoh, tidak diukur dari seberapa lebat daunnya atau seberapa banyak orang yang berteduh dibawahnya tetapi diukur dari akarnya. Akar yang semakin merambat dan menerobos kedalaman tanah akan semakin banyak mendapatkan makanan dan semakin membuat pohon itu menjadi kokoh dan kuat. Perjalanan rohani kita menjadi kuat atau tidak sangat ditentukan oleh seberapa dalam kehidupan kita berakar kuat di dalam Kristus. Kekristenan tanpa akar yang dalam, tidak akan mampu menghadapi badai kehidupan. Bagi orang kristen yang berakar kuat di dalam Kristus, krisis akan membuatnya semakin kuat dalam penyerahan hidupnya dan semakin membuat dia dekat dengan Tuhan.
Perjalanan rohani tanpa akar yang kuat, akan memudahkan terperangkap pada aksesoris rohani dan bukan esensi kerohanian yakni Allah. Beberapa orang lebih menyukai mengejar fenomena rohani, sehingga ketika seseorang berbenturan dengan realitas yang berbeda, yang terjadi adalah kekecewaan. Dan sama seperti pohon yang akarnya tidak menyeruak pada kedalaman tanah, ketika angin besar datang pohon itu akan tumbang.
Kedalaman akar akan menghasilkan orang yang beragama atau memiliki spiritualitas yang sehat. Garry R. Collins memberikan tanda-tanda dari orang yang beragama sehat:[8]
  1.  Tahu apa yang mereka percayai (dan sering mengapa mereka percaya seperti itu).
  2. Bertindak dengan cara-cara dan memperlihatkan perilaku yang konsisten dengan kepercayaan mereka.
  3. Mempunyai penghayatan iman yang konsisten dengan kepercayaan mereka.
  4. Mempunyai keseimbangan antara akal sehat dan emosi.
  5. Mempunyai konsep-diri yang realistis dan pada dasarnya positif.
  6. Menghormati orang lain dan tidak bersikap menghakimi atau membela diri.
  7. Memikul tanggung jawab atas tindakan mereka.
  8. Bersedia dan mampu mengampuni
  9. Bersedia dan mampu menangguhkan kesenangan seketika supaya kepuasan lebih besar dapat dinikmati di masa depan.
  10. Ditandai kasih yang mempengaruhi hubungan-hubungan dan menjangkau orang lain dalam tindakan melayani, belas kasihan, keadilan sosial dan penginjilan.
  11. Terlibat dalam persekutuan. Orang kristen yang memiliki spiritualitas yang sehat menunjukkan bahwa perjalanan rohaninya memiliki makna tersendiri dan bukan sekedar sebuah perjalanan rohani biasa, ada kepuasan rohani yang dinikmatinya bersama Allah. Semua ini datang dari kedalaman akar yang dimilikinya. Orang Kristen harus kembali kepada disiplin rohani yang datang dari kasih dan kerinduan untuk membaca, merenungkan dan melakukan Firman Tuhan sehingga akar itu semakin menancap ke dalam dan fondasi kekristenan menjadi kuat. Iman orang Kristen tidak dibentuk dari pujian penyembahan tapi dari mendengar dan melakukan Firman Tuhan (Roma 10:17). Mari perkuat akar dengan mencintai Firman Tuhan. 



Ketiga, Mengambil waktu berdiam diri dihadapan Tuhan.
Berdiam diri bukanlah sekedar menarik diri dari dunia agar dapat diperbaharui dan disegarkan kembali, tapi juga sarana menemukan pusat keheningan roh dan keyakinan yang bisa kita pakai sebagai titik tolak tindakan kita di tengah dunia yang sibuk dan penuh tuntutan ini.[9] Kita perlu mengambil  waktu untuk berdiam diri dihadapan Tuhan, karena itu kebutuhan kita sebagai bagian dari perjalanan rohani kita.
Charles Ringma berkata bahwa beralih  kepada keheningan adalah menemukan diri kita yang sudah diperbaharui, dan dengan memenuhi diri kita dengan perasaan dikasihi dan dipelihara Tuhan, kita akan mampu terlibat kembali di dunia dengan penuh makna dan menikmati kegembiraan tanpa keterikatan.[10] Beralih pada keheningan merupakan hal yang banyak ditakutkan oleh banyak orang karena mereka bingung, apa yang harus dilakukan selama dalam keheningan. Hal ini menyebabkan beberapa orang Kristen mulai kehilangan arti penting dari mengambil waktu tenang dan hening untuk berdiam diri. Padahal mengambil waktu berdiam diri dalam keheningan, kita bisa mendengar suara-Nya, kita bisa menemukan arah baru dan tuntunan Allah, bahkan kita bisa mendapatkan perspektif baru tentang kehidupan di dunia ini.


Billy Kristanto menguraikan pentingnya mengambil waktu tenang dihadapan Tuhan:
“Untuk melawan kesepian, kita perlu belajar mengubah saat kesendirian menjadi solitude. Kita bisa merenungkan keberadaan kita dihadapan Tuhan dengan lebih dalam. Kita tidak mungkin merenung sedalam itu di dalam keramaian. Ketika kita berhasil mengubah saat kesendirian menjadi solitude, disitu kita berdamai dengan diri sendiri, dan melihat diri sendiri apa adanya dan membiarkan diri dikasihi oleh Tuhan. Saat-saat seperti itu mengokohkan keberadaan kita dihadapan Tuhan dan memberikan kekuatan untuk bisa berelasi dengan orang lain secara benar.”
Dalam keheningan kita dapat berdiam diri, dan saat itulah kita sedang membawa hidup kita dengan segala kerinduan dan harapan kita ke dalam penyerahan kepada Allah dan membiarkan Allah menuntun serta memberikan kekuatan untuk kita tetap berada dalam pusat kehendak Allah. Karena perjalanan rohani kita menuntut kita bergerak dengan cara mendengarkan suara Allah dan kita harus mendengarkan hal-hal baru dari Allah.

        E.   Hasil dari suatu perjalanan rohani.
Perjalanan rohani murid Kristus bukanlah sebuah perjalanan kesia-siaan, jika perjalanan rohani tersebut merupakan perjalanan bersama dengan Kristus. Setiap pengalaman berjalan bersama Kristus akan memberikan hal-hal baru dan itu menjadi sebuah kekayaan rohani yang tidak bisa dinilai dengan materi. Beberapa hasil yang diperoleh dari perjalanan rohani yang ditandai keintiman dengan Kristus, adalah sebagai berikut:

     1.   Terjadinya perubahan karakter.
Perjalanan rohani bersama Allah menghasilkan proses perubahan karakter dalam diri. Berjalan bersama Allah akan membuat kita tertantang untuk membuat perubahan-perubahan dari dalam. Dallas Willard berkata bahwa revolusi karakter dimulai dengan mengubah orang dari dalam melalui relasi pribadi yang terus-menerus dengan Allah di dalam Kristus  dan dengan orang lain. Revolusi ini mengubah ide, keyakinan, perasaan dan kebiasaan mereka dalam membuat keputusan, juga mengubah kecenderungan jasmani dan relasi  sosial mereka. Revolusi ini menembus hingga lapisan-lapisan terdalam jiwa mereka.[11] Perjalanan rohani tanpa menghasilkan perubahan merupakan perjalanan seorang diri tanpa kehadiran Allah disampingnya dan perjalanan kerohanian tersebut merupakan perjalanan rohani yang sia-sia. Jonathan Edwards berkata:[12]
“Orang-orang Kristiani itu seperti Kristus; tak seorang pun layak disebut Kristiani jika karakter mereka tidak serupa Dia...Ranting memiliki sifat yang sama dengan batang dan akar, menghisap cairan yang sama, dan menghasilkan buah yang sama. Anggota tubuh memiliki kehidupan yang sama dengan kepala. Akan sangat aneh jika orang-orang Kristiani tidak memiliki sifat dan semangat yang sama dari Kristus; ketika mereka mengikatkan diri pada Tuhan, mereka menjadi satu roh dengan Dia. Dan menjalani hidup sedemikan, hingga bukan mereka yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam mereka.”
          
         Apa yang disampaikan oleh Jonathan Edwards menegaskan bahwa tanpa perubahan hidup seperti Kristus, kita sedang memutuskan untuk  tidak mengikatkan diri pada Kristus karena menolak untuk masuk dalam proses menjadi sama seperti Kristus.

     2.   Semakin memahami karya salib Kristus.
Orang yang memiliki keintiman dengan Kristus, dia dalam perjalanan rohaninya akan dibawa pada pemahaman yang lebih dalam tentang karya salib Kristus. Salib membawa seseorang pada kehidupan yang lebih baik.  Setiap orang percaya yang mengikut Yesus akan sanggup memikul salibNya. Orang tersebut akan menyadari hakekat tentang membayar harga untuk keputusannya mengikut Yesus. Dan memikul salib baginya adalah sebuah kehormatan, dan sebuah kemuliaan.
Karya salib merupakan bukti pertukaran dimana, Dia yang tidak berdosa menjadi dosa karena kita. (2 Korintus 5:21) dan hasil dari pertukaran adalah pengampunan melalui darah Kristus, itu yang kita nikmati. Semakin memahami karya salib Kristus membuat seseorang  akan sangat menghargai hidupnya, dan dia akan semakin mengasihi Tuhan. Semakin memahami karya salib Kristus, semakin kita akan mengenal kasih-Nya yang hebat atas kita dan kita akan semakin mengasihi-Nya. Perjalanan rohani yang disertai pengalaman penderitaan atau kesesakan, tidak akan membuat murid Kristus menyerah tapi justru berbahagia karena mereka menyadari bahwa mereka layak untuk menderita karena Guru mereka yakni Kristus mengalami penderitaan. Rasul Paulus memahami akan hal ini dan dia berkata dalam suratnya kepada jemaat di Filipi 3:10, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.”

     3.   Tingkat pengenalan akan Tuhan akan semakin bertumbuh.
Pengakuan Ayub akan pengenalannya yang bertumbuh, datang dari proses perjalanan rohani yang tidak mudah. Kedukaan, kesedihan dan kekecewaan membawa perjalanan rohaninya kepada pengenalan yang sesungguhnya dimana dia mengenal Allah dari pengalaman pribadi dalam perjalanan rohaninya dan bukan lagi dari apa kata orang. Sejujurnya jalan menuju pengenalan akan Allah yang lebih dalam lebih banyak melalui lembah-lembah kedukaan, kesedihan dan kekecewaan, dan itulah pengalaman perjalanan rohani Ayub. Semakin tingkat pengenalan akan Allah bertumbuh, maka semakin kita memiliki kerinduan untuk hidup lebih kudus dihadapan Allah.

    4.   Hidup yang dikuasai Firman Tuhan.
Seperti kutipan seorang pendeta Inggris, Octavius Winslow dalam bukunya yang terbit pada abad ke-19 yang memberikan gambaran orang yang berada dalam kemunduran rohani:[13]
“Ketika seorang yang mengaku Kristiani dapat membaca Alkitabnya tanpa selera akan hal-hal yang rohani atau ketika ia menyelidikinya tanpa hasrat tulus untuk mengenal pikiran Roh agar dapat hidup dalam kekudusan dan ketaatan, tetapi hanya berdasarkan rasa ingin tahu, atau selera dan tujuannya menikmati Alkitab tidak lebih dari menikmati sebuah karya sastra, maka dapat dipastikan jiwanya tengah mengalami kemunduran rohani yang sesungguhnya.”
Sebuah perjalanan rohani akan menghasilkan rasa kagum yang kuat terhadap Firman Allah, rasa menyukai dan rasa lapar rohani untuk menikmati kebenaran Firman Allah. Bahkan tidak hanya itu saja, perjalanan rohani akan membawa murid Kristus untuk menyukai merenungkan firman Allah  dan menghidupi kebenaran Firman Allah dan mentaati. Hidup yang dikuasai oleh Firman Allah adalah ketika seorang murid Kristus mengerti dan memiliki pandangan Allah yang didapat dari merenungkan Firman Allah dan setiap keputusan yang dibuat maupun respon terhadap  peristwa sesuai dengan tuntunan Firman Allah.


     5.   Mendapatkan jiwa yang tenang dalam hadirat-Nya.
Perjalanan rohani bersama Allah akan membawa seseorang untuk mendapatkan ketenangan hidup. Allah yang menjadi tempat perteduhan merupakan tempat yang aman. Apa yang terjadi di hari-hari ini dengan komplesknya permasalahan manusia, menyebabkan manusia menjadi rentan untuk depresi. Jiwa yang tenang merupakan sesuatu yang mahal di dunia ini. Namun ketenangan jiwa hanya dapat diperoleh dari suatu perjalanan rohani bersama Allah. Perjalanan rohani  akan menjadi cara dimana seorang murid Kristus dapat menikmati Allah setiap hari.
 Respon ini yang menghasilkan ketenangan dalam jiwa karena menikmati Allah setiap hari. Ketenangan jiwa datang dari penyerahan hidup yang disertai pengenalan akan Allah secara pribadi. Menyadari bahwa ada Pribadi yang kuat dan tidak terkalahkan, yang dapat memberikan rasa aman dan menjadi tempat perteduhan yang aman. Tidak heran jika pemazmur berkata, “Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.” (Mazmur 4:9)

    F.   Penutup
Perjalanan rohani seorang murid Kristus mengantar kepada kehidupan yang merdeka tanpa didikte oleh dunia. Perjalanan rohani tersebut membawanya menemukan Allah di semua tempat, di semua keadaan dan dalam berbagai macam cara.
Menguti pernyataan AW. Tozer;
“Mereka yang kehidupan religiusnya ditandai dengan kelaparan yang semakin hebat akan Allah, mendambakan realitas-realitas rohani dan mereka tidak dapat dibendung hanya dengan kata-kata, mereka juga tidak akan puas dengan  ‘intepretasi’ yang benar dari kebenaran. Mereka haus akan Allah, dan mereka tidak akan dipuaskan sampai mereka menghirup dalam-dalam di Sumber Air Hidup.”[14] 

Surat 2 Petrus 3:18 berkata bagi kita semua, para murid Kristus yang sedang dalam perjalanan rohani dan sedang mendekat pada kota kemuliaan;
“Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya.”

Mari bertumbuh dalam pengenalan akan Allah melalui perjalanan rohani kita dan teruslah berjalan bersama Allah di semua musim kehidupan kita. Dia akan memberikan kekuatan untuk kita tetap berlari dan tidak menjadi lesu atau saat kita berjalan menikmati perjalanan rohani kita, Dia membuat kita menjadi tidak lelah.



[1]Daud Kurniawan, Kerajaan Allah Diantara Kita. Menikmati Hubungan Akrab dengan Tuhan Setiap Hari. (Bandung: Kalam Hidup,2006), hlm. 42
[2] Stephanus Herry, Peta Perjalanan Rohani. (Jakarta: Metanoia, 2013), hlm. 41
[3] Zig Ziglar, Pengakuan Seorang Kristen yang Sedih. (Batam: Interaksara, 2000), hlm. 21-23
[4] Gary R. Collins, The Soul Search. Mencari Jiwa Kita. (Batam: Interaksara, 1999), hlm. 226-227
[5] Richard A. Swenson, The Overload Syndrome. Sindrom Kelebihan Beban. (Bandung: Pionir Jaya & Visi Press, 2006), hlm. 15
[6] Richard A. Swenson, Margin. (Bandung: Pionir Jaya & NavPress, 2009), hal. 108-109.
[7] A.W. Tozer. The Pursuit of God. Mengejar Allah. Kehausan Manusia akan Keilahian. (Batam: Gospel Press, 2001), hlm. 31-32
[8] Gary R. Collins, The Soul Search. Mencari Jiwa Kita. (Batam: Interaksara, 1999), hlm. 151
[9] Charles Ringma, Dare to Journey With Henry Nouwen. (Bandung: Pionir Jaya, 2010), hlm. 22
[10] Ibid.
[11] Dallas Willard, Renovation of The Heart. Pembaharuan Hati, mengenakan Karakter Kristus. (Malang: SAAT, 2011), hlm. 15
[12] Donald S. Whitney, Spiritual Check-Up. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2011), hlm. 12-13.
[13] Ibid,. hlm. 34
[14] Tozer, Op.Cit., hlm. 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar