Pendahuluan
Sebagai orang Kristen, perjalanan rohani merupakan proses
dari sebuah pertumbuhan iman. Dalam
perjalanan rohani, seseorang akan menemukan beragam pengalaman iman melalui
situasi suka dan duka. Dan di setiap pengalaman itulah, Tuhan membawa seseorang
pada pengenalan akan diri-Nya sehingga kehadiran dan keintiman dalam
hubungannya dengan Tuhan merupakan suatu pengalaman yang indah bagi setiap
orang Kristen. Pengalaman-pengalaman rohani memberikan kepuasaan tersendiri dan
memberikan kedamaian dalam diri, dan melalui perjalanan rohani orang percayai
dapat memaknai pentingnya hidup tinggal di dalam Kristus.
Dalam kekristenan, pengenalan akan Allah yang datang karena
kerinduan yang mendalam, akan membawa perjalanan rohani seseorang menjadi begitu
menarik. Menarik karena perjalanan rohaninya menjadi sebuah pengalaman yang
indah, berpetualang dan memperoleh pelajaran yang indah dari Allah sehingga
pengenalannya tentang Allah secara pribadi merupakan sebuah eksklusivitas antara dirinya dengan
Allah.
Banyak orang menyadari pentingnya spiritualitas namun tidak semua orang mau mengambil keputusan
menempatkan spiritualitas sebagai hal
yang penting dalam hidupnya. Dunia hari-hari
ini memberikan semua hal yang berkaitan dengan kenikmatan, pemuasan sesaat, dan
berpusat pada tubuh fisik dan bukan pada spiritual. Merupakan godaan terbesar
bagi murid Kristus untuk memilih melakukan perjalanan rohani untuk mengenal
Kristus secara pribadi atau memilih perjalanan bersama dunia untuk menikmati
semua kenikmatan yang sementara dan kehilangan Kristus. Dan itu yang dialami
oleh Demas “karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah
berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia”
(2 Timotius 4: 10). Kenikmatan dan indahnya dunia dapat mengubah cinta seseorang
sehingga berpaling dari Kristus. Sebuah pilihan antara mencintai dunia atau
mencintai Kristus. Dan diantara dua
pilihan itu akan menentukan arah perjalanan rohaninya.
A. Perjalanan
Rohani di Semua Musim
Adakalanya perjalanan rohani tidak seperti yang kita duga, dimana
ada musim-musim kehidupan yang harus kita lewati, dan di dalamnya ada pasang
surut yang menyertai, termasuk kegairahan rohani maupun kelesuan rohani. Namun
perjalanan rohani dari orang-orang percaya diibaratkan seperti cahaya fajar yang
semakin terang hingga rembang tengah hari. “Tetapi
jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai
rembang tengah hari” (Amsal 4:18)
Bahkan Daud dalam mazmurnya berkata bahwa orang percaya
dalam perjalanannya, mereka akan berjalan makin lama makin kuat. (Mazmur 84:6-8) Berbahagialah manusia yang
kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! 7Apabila
melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air;
bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. Mereka berjalan
makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.
Dalam perjalanan rohani, kita berhubungan dengan satu
pribadi yang jauh lebih besar dari kita yakni Allah. Dalam kebesaran dan
kehebatan-Nya, Dia memperkenalkan diri-Nya atau lebih tepatnya Allah membuka
diri untuk dikenal oleh umat-Nya. Proses
mengenal Allah tidak akan pernah berakhir sampai kita berjumpa dengan Dia dalam
kekekalan, karena itulah saat ini, kita sedang dalam perjalanan rohani untuk
mengenal Dia sampai kita berjumpa dengan-Nya dalam kekekalan.
Dalam konteks Firman Tuhan, kata “mengenal” berarti suatu
hubungan pribadi yang intim, dimana kita dapat mengenal Allah dalam hubungan timbal-balik
yang dalam. Selagi hidup dalam tubuh yang terbatas ini, kita memang tidak dapat
menangkap keseluruhan informasi mengenai Allah. Namun, di dalam Yesus, kita
dapat benar-benar mempunyai hubungan dengan Allah, dimana hubungan tersebut
memberikan hidup rohani dan hidup yang kekal kepada kita.[1]
Jadi pengenalan akan Allah terjadi sepanjang umur hidup kita dan itulah yang
menjadi sebuah perjalanan rohani bagi kita.
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa perjalanan rohani akan membentuk kehidupan yang dikuasai Allah. Hidup yang dikuasai Allah di dalamnya menyangkut tentang bagaimana kita diproses mencapai kesempurnaan seperti gambar Allah. (Roma 8:29). Perjalanan rohani membawa kita kepada kesadaran bahwa kita sedang berada di dalam kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah yang memampukan seseorang melewati perjalanan di semua musim, meskipun musim yang harus dilewati adalah musim kedukaan/kesedihan. Dan kasih karunia Allah yang akan membawa orang tersebut mampu memandang ‘kehadiran Allah’. Seperti yang Paulus katakan dalam Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Stephanus Herry menjelaskan tentang Roma 8:28 bahwa setiap
peristiwa dan setiap kejadian yang terjadi di dalam hidup orang yang
mengasihi-Nya itu mengandung rencana Ilahi, sekalipun cara-Nya menanamkan semua
itu melalui hal-hal yang tidak kita inginkan, bahkan Ia memakai hal-hal yang
menyakitkan demi tujuan-Nya. Dan melalui semua hal itu, Tuhan menargetkan
sebuah hasil yang baik di dalam manusia batiniah kita.[2]
Karena itu perjalanan rohani seorang murid Kristus merupakan perjalanan yang
akan mengubahkan banyak hal dalam hidupnya yang disebabkan keterbukaan dan
respon hatinya terhadap karya Allah yang bekerja.
Sebuah perjalanan rohani merupakan pengalaman pribadi dan
bukan copy paste dari pengalaman
orang lain. Secara khusus dalam perjalanan rohani dimana kita diijinkan untuk melewati
lembah kekelaman,maka kekuatan akan terbentuk dalam diri kita melalui masa
sukar. Dalam bukunya Pengakuan Seorang Kristen yang Sedih[3],
Zig Ziglar menceritakan pengalaman perjalanan rohaninya:
Ketika harus menghadapi kematian putri
sulungnya, bagaimana dia belum siap untuk mengalami kepedihan dan kesusahan
yang menimpa dirinya dan keluarganya.
Selama berbulan-bulan bahkan beberapa tahun harus melewati masa kedukaan
dan karena imannya kepada Tuhanlah yang membuatnya terus berkemenangan. Zig
Ziglar mengatakan bahwa bila kita tidak bisa memahami jalan pikiran Tuhan, kita
dapat percaya kepada hati-Nya. Kita tahu bahwa Tuhan itu Maha Bijaksana dan
tidak mungkin keliru, Ia Maha Kasih, tidak mungkin membuat umat-Nya menderita
kesusahan tanpa makna. Pendek kata, proses menderita kesedihan itu
dianugerahkan kepada kita oleh Tuhan dan menggunakan kesedihan tersebut untuk
menyembuhkan kita, untuk menempa kita dalam iman, untuk meneguhkan hubungan kita dengan-Nya,
untuk memperlihatkan belas kasih-Nya kepada kita, untuk mengajar kita dan untuk
membimbing kita kepada kesempurnaan. Dibalik kesedihannya, Zig Ziglar semakin
mengasihi istrinya dan anak-anaknya jauh lebih besar dari sebelumnya bahkan
kepada anggota keluarga besarnya yang lain dan juga ada dorongan hati yang lebih
kuat lagi untuk semakin efektif memberikan kesaksiannya tentang Yesus.
B. Memiliki
Keakraban yang Otentik dengan Allah.
Perjalanan rohani kita merupakan perjalanan yang pribadi
atau ekslusive karena perjalanan
rohani menyangkut hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Dan pola pengembangan
keakraban dengan Allah merupakan pengalaman pribadi yang datang dari kejujuran
diri bukan datang dari copy paste pengalaman orang lain. Keotentikan diri
sangat penting dalam membangun relasi dengan Tuhan karena kita mengenal dan
membangun keintiman dengan pencipta kita yang telah menciptakan kita sebagai
pribadi yang unik.
Karena itu, kita
perlu membangun relasi atau perjalanan rohani kita dengan keaslian atau keorisinilan diri kita sebagai pribadi.
Keakraban yang otentik dengan Allah dapat dinyatakan dalam ibadah yang meliputi
berbagai bentuk.[4]
- Pendekatan naturalis yang beribadah kepada Allah di luar, di alam terbuka.
- Pendekatan dengan panca indera yang beribadah melalui indera termasuk mendengar musik bagus dan memandang karya seni.
- Pendekatan asket, yakni beribadah kepada Allah dengan menyepi dan kesederhanaan.
- Pendekatan aktivis yang beribadah kepada Allah dengan konfrontasi – melawan kejahatan dan memanggil pendosa untuk bertobat.
- Pendekatan orang peduli yang beribadah kepada Allah dengan mengasihi dan melayani orang lain.
- Pendekatan antusias, yakni beribadah kepada Allah melalui perayaan bersukacita.
- Pendekatan perenungan yang beribadah kepada Allah dengan mengasihi Dia melalui pemujaan mendalam.
- Pendekatan intelektual yang beribadah kepada Allah dengan pikiran. Orang yang beribadah dengan cara ini merasa paling dekat dengan Allah kalau mereka mendapat pemahaman baru tentang Allah.
Kita dapat menemukan bahwa setiap orang dapat memiliki
keakraban dengan Kristus melalui bentuk
ibadah yang berbeda-beda dan kita tidak dapat menghakimi atau memaksakan
pendekatan ibadah kita kepada orang lain, asalkan semua tidak keluar dari
kebenaran Firman Tuhan dan bentuk ibadah tersebut menjadi sebuah perjalanan
rohani yang mengarahkan hidupnya kepada pengenalan akan Kristus.
C. Penghambat
perjalanan rohani
Terkadang perjalanan rohani kita tidak semulus apa yang kita
pikirkan. Kadang kita mengalami kelesuan
dan kejenuhan dengan hal-hal yang bersifat rohani, menjadi tidak bergairah
untuk melayani Tuhan, malas untuk berdoa dan merenungkan Firman Tuhan. Kita
mengalami kemandekan dalam pertumbuhan rohani. Karena itu ada hal-hal yang
harus kita waspadai dalam perjalanan rohani kita sehingga kita tidak terpisah
dan kehilangan Allah yang diakibatkan oleh kesalahan kita sendiri:
1.
Kesibukan.
Dalam
dunia yang bergerak secara cepat, banyak orang mulai kehilangan keseimbangan
hidup sehingga mereka menjadi sibuk dan pada akhirnya mengalami kelebihan beban.
Dengan slogan “melakukan percepatan”, orang-orang mulai kehilangan waktu untuk
menyendiri dengan Tuhan, kehilangan waktu untuk mengevaluasi diri dan
kehilangan waktu untuk keluarganya. Percepatan telah menghasilkan orang-orang
yang menyukai hal-hal yang instan dan menolak proses. Percepatan telah membuat
orang-orang kehilangan waktu dan kesempatan untuk berdiam diri mencari wajah
Tuhan. Kalau pun mereka berdiam diri, mereka menjadi sulit untuk fokus dan
tidak akan tahan berlama-lama untuk berdiam diri.
Kesibukan
telah menghancurkan makna berdiam diri dan menikmati proses. Kesibukan telah
menghasilkan banyak orang menjadi kehilangan kendali, kehilangan kebersamaan,
kehilangan sukacita karena tenggelam dalam kesibukan. Karena kesibukanlah seseorang
menjadi kelebihan beban/overload.
Kelebihan beban disebabkan karena kita tidak memiliki margin atau batas-batas.
Dan hal ini terjadi karena kesibukan kita; baik dalam pekerjaan di kantor atau
pun dalam pelayanan. Sebab itu, kita membutuhkan margin dalam hidup ini
sehingga tidak mengalami kelebihan beban/overload.
Dalam bukunya The Overload Syndrome, Richard menjelaskan apa yang dimaksud dengan margin:
“Margin adalah ruang yang dulu pernah ada diantara beban
kita dan batas kita-batas kita. Margin adalah ruang diantara vitalitas dan
keletihan. Itu merupakan ruang pernapasan kita, cadangan kita, waktu luang
kita. Margin adalah situasi yang bertolak belakang dengan kelebihan beban, dan
karenanya itu merupakan pencegahan terhadap kondisi yang menjengkelkan.”[5]
Kita
memilih menjadi sibuk agar tidak dikatakan pemalas, namun pada akhirnya kita
menjadi kelebihan beban. Kita menjadi sibuk karena takut dikatakan tidak rohani
dan banyak alasan lain yang membuat kita pada akhirnya tenggelam dalam
kesibukan dan akhirnya kita kelelahan. Kita harus berani mengenali batas/margin
kita agar kita tidak menjadi lelah dan memiliki waktu berkualitas dengan Allah
dan sesama kita. Sehingga perjalanan rohani kita menjadi menarik karena kita
tetap fokus dengan Allah. Ketika kita
menjadi sibuk namun kita kehilangan Allah, maka sia-sialah semuanya. Bukan
berarti kita harus bermalas-malasan karena kemalasan bukanlah karakter kerajaan
Allah. Namun kita perlu tegas dengan margin kita dan perlu mengembangkan
keseimbangan hidup karena semua di dunia ini ada waktunya; ada waktu untuk
bekerja, ada waktu untuk beribadah untuk
mencari Tuhan, ada waktu untuk istirahat, ada waktu untuk keluarga dan ada
waktu untuk berdiam diri dihadapan Tuhan, sehingga kita bisa menikmati
perjalanan rohani kita.
Jadilah
seperti Maria yang tahu apa yang menjadi prioritasnya atau kalau kita sibuk
seperti Marta, jadilah sibuk namun tetap dalam margin sehingga kita tetap bisa
bernafas karena ada ruang dan tetap bisa menikmati Allah dalam kesibukan kita.
Kesibukan dan overload akan menghabiskan cadangan emosi kita sehingga kita
menjadi kelelahan. Richard dalam bukunya Margin,[6]
mengatakan, “Ketika cadangan kita kosong dan kita terus mengurasnya, maka rasa
sakit tak terhindarkan menimpa kita. Jadi kita harus memahami cadangan emosi
kita, kita harus mempelajari batas-batas kita, sehingga kita tidak terus
berusaha mengurasnya bila kita sudah benar-benar kosong.” Bijaksana dengan
hidup kita akan menghindarkan kita dari kesulitan atau kesusahan yang kita
ciptakan sendiri.
2.
Hati yang terikat atas pemberian-pemberian Allah.
Menjadi
pembicaraan penting disini adalah pemberian-pemberian Allah yang tidak dikelola
dengan baik sehingga hati kita dikuasai oleh pemberian-pemberian Allah, maka
hal itu akan memisahkan hubungan kita dengan Allah. A.W. Tozer menjelaskan
bahwa,
“Dalam kisah penciptaan dalam kitab
Kejadian, Allah menyiapkan bagi manusia
sebuah dunia yang penuh dengan berbagai hal yang berguna dan menyenangkan untuk
menjadi makanan dan kesenangan bagi manusia. Semuanya diciptakan untuk
digunakan oleh manusia, namun benda-benda tersebut selalu dimaksudkan untuk
menjadi bagian eksternal dari manusia dan tunduk kepada manusia. Di dalam hati
manusia yang dalam terdapat sebuah tempat kudus yang hanya boleh dimasuki oleh
Allah. Namun, dosa telah mendatangkan kerumitan dan telah menjadikan
pemberian-pemberian Allah tersebut menjadi sebuah sumber potensial bagi
kehancuran jiwa manusia. Kesengsaraan kita dimulai ketika Allah dipaksa keluar
dari tempat kudus-Nya di dalam diri kita dan berbagai hal diizinkan masuk ke
dalamnya dan hati kita diambil alih oleh berbagai hal.”[7]
Hati yang terikat pada
pemberian-pemberian Allah akan memalingkan pandangan kita dari Sang pemberi
berkat itu sendiri. Keterikatan pada pemberian-pemberian Allah menyebabkan kita
kehilangan hubungan dengan sumber yakni Allah sendiri dan memfokuskan hati dan
pikiran kita hanya kepada pemberian-Nya. Seharusnya pemberian-pemberian dari
Allah menarik kita lebih dekat kepada Allah sehingga roh kita selalu disegarkan
oleh Allah dan bukan oleh pemberian itu sendiri. Di dalam kitab Ulangan 6:10-12
Tuhan mengingatkan kepada bangsa Israel melalui Musa untuk mereka jangan
melupakan Tuhan ketika mereka telah menerima kelimpahan berkat dari
pemberian-pemberian Allah. Artinya bahwa hati yang terikat kepada
pemberian-pemberian Allah akan cenderung mudah untuk melupakan Allah.
D. Mengembangkan
respon-respon rohani.
Sebuah perjalanan rohani akan melatih kita untuk memberikan
respon-respon rohani untuk melakukan sesuatu seperti apa yang Allah mau,
sehingga tantangan, hambatan, krisis tidak mengubah arah perjalanan atau tidak
akan menghentikan perjalanan tersebut.
Respon-respon rohani tersebut dapat berupa:
Pertama. Tindakan memperkuat Kerinduan.
Bani
Korah dalam Mazmur 42, mengungkapkan
kerinduannya akan Allah seperti rusa yang merindukan air. Rasa haus yang hanya
terpuaskan dari sungai Allah. Kepuasan yang datang dari keintiman dengan Allah
membuat kita akan semakin diperbaharui dari hari kesehari. Cara pandang kita
tentang Allah, sesama dan lingkungan akan berubah, komitmen akan diperbaharui.
Mazmur
84:11 berkata, “Sebab lebih baik satu
hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri
di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.”
Menjadi pertanyaan adalah apa yang menarik dari pelataran rumah Allah
dibandingkan di tempat lain? Jawabannya sederhana, yakni sebuah pengalaman perjumpaan
dengan Allah memberikan kepuasan yang tak tergantikan oleh apapun. Kita perlu
memperkuat hasrat atau kerinduan kita untuk selalu berjumpa dengan Allah setiap
saat. Ada banyak hal di dunia ini yang berusaha melemahkan kerinduan kita akan
Allah, sehingga kita tidak lagi menginginkan Allah mendekat pada kita. Kerinduan
kita tidak bisa lepas dari kasih kita kepada Allah. Semakin kita mengasihi
Allah, semakin hasrat atau kerinduan kita akan Allah semakin kuat. Karena itu
Firman Allah dengan tegas menegor jemaat di Efesus karena mereka meninggalkan
kasih yang mula-mula (Wahyu 2:4-5) dan tegoran ke dua ditujukan kepada jemaat
di Laodikia yang didapati mereka terkondisikan mengalami kasih yang suam-suam
kuku (Wahyu 3:15-16). Kedua kondisi inilah yang merusak kerinduan orang Kristen.
Karena itu perlunya kembali kepada kasih yang mula-mula, kasih yang kuat dan
panas dan hanya tertuju kepada Tuhan Yesus Kristus.
Kedua, Tindakan memperkuat akar.
Sebuah
pohon yang kuat dan kokoh, tidak diukur dari seberapa lebat daunnya atau
seberapa banyak orang yang berteduh dibawahnya tetapi diukur dari akarnya. Akar
yang semakin merambat dan menerobos kedalaman tanah akan semakin banyak
mendapatkan makanan dan semakin membuat pohon itu menjadi kokoh dan kuat.
Perjalanan rohani kita menjadi kuat atau tidak sangat ditentukan oleh seberapa
dalam kehidupan kita berakar kuat di dalam Kristus. Kekristenan tanpa akar yang
dalam, tidak akan mampu menghadapi badai kehidupan. Bagi orang kristen yang
berakar kuat di dalam Kristus, krisis akan membuatnya semakin kuat dalam penyerahan
hidupnya dan semakin membuat dia dekat dengan Tuhan.
Perjalanan
rohani tanpa akar yang kuat, akan memudahkan terperangkap pada aksesoris rohani
dan bukan esensi kerohanian yakni Allah. Beberapa orang lebih menyukai mengejar
fenomena rohani, sehingga ketika seseorang berbenturan dengan realitas yang
berbeda, yang terjadi adalah kekecewaan. Dan sama seperti pohon yang akarnya
tidak menyeruak pada kedalaman tanah, ketika angin besar datang pohon itu akan tumbang.
Kedalaman
akar akan menghasilkan orang yang beragama atau memiliki spiritualitas yang
sehat. Garry R. Collins memberikan tanda-tanda dari orang yang beragama sehat:[8]
- Tahu apa yang mereka percayai (dan sering mengapa mereka percaya seperti itu).
- Bertindak dengan cara-cara dan memperlihatkan perilaku yang konsisten dengan kepercayaan mereka.
- Mempunyai penghayatan iman yang konsisten dengan kepercayaan mereka.
- Mempunyai keseimbangan antara akal sehat dan emosi.
- Mempunyai konsep-diri yang realistis dan pada dasarnya positif.
- Menghormati orang lain dan tidak bersikap menghakimi atau membela diri.
- Memikul tanggung jawab atas tindakan mereka.
- Bersedia dan mampu mengampuni
- Bersedia dan mampu menangguhkan kesenangan seketika supaya kepuasan lebih besar dapat dinikmati di masa depan.
- Ditandai kasih yang mempengaruhi hubungan-hubungan dan menjangkau orang lain dalam tindakan melayani, belas kasihan, keadilan sosial dan penginjilan.
- Terlibat dalam persekutuan. Orang kristen yang memiliki spiritualitas yang sehat menunjukkan bahwa perjalanan rohaninya memiliki makna tersendiri dan bukan sekedar sebuah perjalanan rohani biasa, ada kepuasan rohani yang dinikmatinya bersama Allah. Semua ini datang dari kedalaman akar yang dimilikinya. Orang Kristen harus kembali kepada disiplin rohani yang datang dari kasih dan kerinduan untuk membaca, merenungkan dan melakukan Firman Tuhan sehingga akar itu semakin menancap ke dalam dan fondasi kekristenan menjadi kuat. Iman orang Kristen tidak dibentuk dari pujian penyembahan tapi dari mendengar dan melakukan Firman Tuhan (Roma 10:17). Mari perkuat akar dengan mencintai Firman Tuhan.
Berdiam
diri bukanlah sekedar menarik diri dari dunia agar dapat diperbaharui dan
disegarkan kembali, tapi juga sarana menemukan pusat keheningan roh dan
keyakinan yang bisa kita pakai sebagai titik tolak tindakan kita di tengah
dunia yang sibuk dan penuh tuntutan ini.[9]
Kita perlu mengambil waktu untuk berdiam
diri dihadapan Tuhan, karena itu kebutuhan kita sebagai bagian dari perjalanan
rohani kita.
Charles
Ringma berkata bahwa beralih kepada
keheningan adalah menemukan diri kita yang sudah diperbaharui, dan dengan
memenuhi diri kita dengan perasaan dikasihi dan dipelihara Tuhan, kita akan
mampu terlibat kembali di dunia dengan penuh makna dan menikmati kegembiraan
tanpa keterikatan.[10]
Beralih pada keheningan merupakan hal yang banyak ditakutkan oleh banyak orang
karena mereka bingung, apa yang harus dilakukan selama dalam keheningan. Hal
ini menyebabkan beberapa orang Kristen mulai kehilangan arti penting dari
mengambil waktu tenang dan hening untuk berdiam diri. Padahal mengambil waktu
berdiam diri dalam keheningan, kita bisa mendengar suara-Nya, kita bisa menemukan
arah baru dan tuntunan Allah, bahkan kita bisa mendapatkan perspektif baru
tentang kehidupan di dunia ini.
Billy Kristanto menguraikan pentingnya mengambil waktu tenang dihadapan Tuhan:
“Untuk melawan kesepian, kita perlu
belajar mengubah saat kesendirian menjadi solitude. Kita bisa merenungkan
keberadaan kita dihadapan Tuhan dengan lebih dalam. Kita tidak mungkin merenung
sedalam itu di dalam keramaian. Ketika kita berhasil mengubah saat kesendirian
menjadi solitude, disitu kita berdamai dengan diri sendiri, dan melihat diri
sendiri apa adanya dan membiarkan diri dikasihi oleh Tuhan. Saat-saat seperti
itu mengokohkan keberadaan kita dihadapan Tuhan dan memberikan kekuatan untuk
bisa berelasi dengan orang lain secara benar.”
Dalam
keheningan kita dapat berdiam diri, dan saat itulah kita sedang membawa hidup
kita dengan segala kerinduan dan harapan kita ke dalam penyerahan kepada Allah
dan membiarkan Allah menuntun serta memberikan kekuatan untuk kita tetap berada
dalam pusat kehendak Allah. Karena perjalanan rohani kita menuntut kita
bergerak dengan cara mendengarkan suara Allah dan kita harus mendengarkan
hal-hal baru dari Allah.
E. Hasil dari
suatu perjalanan rohani.
Perjalanan
rohani murid Kristus bukanlah sebuah perjalanan kesia-siaan, jika perjalanan
rohani tersebut merupakan perjalanan bersama dengan Kristus. Setiap pengalaman
berjalan bersama Kristus akan memberikan hal-hal baru dan itu menjadi sebuah
kekayaan rohani yang tidak bisa dinilai dengan materi. Beberapa hasil yang
diperoleh dari perjalanan rohani yang ditandai keintiman dengan Kristus, adalah
sebagai berikut:
1.
Terjadinya perubahan karakter.
Perjalanan
rohani bersama Allah menghasilkan proses perubahan karakter dalam diri.
Berjalan bersama Allah akan membuat kita tertantang untuk membuat
perubahan-perubahan dari dalam. Dallas Willard berkata bahwa revolusi karakter dimulai dengan
mengubah orang dari dalam melalui relasi pribadi yang terus-menerus dengan Allah
di dalam Kristus dan dengan orang lain.
Revolusi ini mengubah ide, keyakinan, perasaan dan kebiasaan mereka dalam
membuat keputusan, juga mengubah kecenderungan jasmani dan relasi sosial mereka. Revolusi ini menembus hingga
lapisan-lapisan terdalam jiwa mereka.[11]
Perjalanan rohani tanpa menghasilkan perubahan merupakan perjalanan seorang
diri tanpa kehadiran Allah disampingnya dan perjalanan kerohanian tersebut
merupakan perjalanan rohani yang sia-sia. Jonathan Edwards berkata:[12]
“Orang-orang Kristiani itu seperti
Kristus; tak seorang pun layak disebut Kristiani jika karakter mereka tidak
serupa Dia...Ranting memiliki sifat yang sama dengan batang dan akar, menghisap
cairan yang sama, dan menghasilkan buah yang sama. Anggota tubuh memiliki
kehidupan yang sama dengan kepala. Akan sangat aneh jika orang-orang Kristiani
tidak memiliki sifat dan semangat yang sama dari Kristus; ketika mereka
mengikatkan diri pada Tuhan, mereka menjadi satu roh dengan Dia. Dan menjalani
hidup sedemikan, hingga bukan mereka yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
dalam mereka.”
Apa yang disampaikan oleh Jonathan
Edwards menegaskan bahwa tanpa perubahan hidup seperti Kristus, kita sedang
memutuskan untuk tidak mengikatkan diri
pada Kristus karena menolak untuk masuk dalam proses menjadi sama seperti
Kristus.
2.
Semakin memahami karya salib Kristus.
Orang
yang memiliki keintiman dengan Kristus, dia dalam perjalanan rohaninya akan
dibawa pada pemahaman yang lebih dalam tentang karya salib Kristus. Salib
membawa seseorang pada kehidupan yang lebih baik. Setiap orang percaya yang mengikut Yesus akan
sanggup memikul salibNya. Orang tersebut akan menyadari hakekat tentang membayar
harga untuk keputusannya mengikut Yesus. Dan memikul salib baginya adalah
sebuah kehormatan, dan sebuah kemuliaan.
Karya
salib merupakan bukti pertukaran dimana, Dia yang tidak berdosa menjadi dosa
karena kita. (2 Korintus 5:21) dan hasil dari pertukaran adalah pengampunan
melalui darah Kristus, itu yang kita nikmati. Semakin memahami karya salib
Kristus membuat seseorang akan sangat
menghargai hidupnya, dan dia akan semakin mengasihi Tuhan. Semakin memahami
karya salib Kristus, semakin kita akan mengenal kasih-Nya yang hebat atas kita
dan kita akan semakin mengasihi-Nya. Perjalanan rohani yang disertai pengalaman
penderitaan atau kesesakan, tidak akan membuat murid Kristus menyerah tapi
justru berbahagia karena mereka menyadari bahwa mereka layak untuk menderita
karena Guru mereka yakni Kristus mengalami penderitaan. Rasul Paulus memahami
akan hal ini dan dia berkata dalam suratnya kepada jemaat di Filipi 3:10, “Yang
kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.”
3.
Tingkat pengenalan akan Tuhan akan semakin bertumbuh.
Pengakuan
Ayub akan pengenalannya yang bertumbuh, datang dari proses perjalanan rohani
yang tidak mudah. Kedukaan, kesedihan dan kekecewaan membawa perjalanan
rohaninya kepada pengenalan yang sesungguhnya dimana dia mengenal Allah dari
pengalaman pribadi dalam perjalanan rohaninya dan bukan lagi dari apa kata
orang. Sejujurnya jalan menuju pengenalan akan Allah yang lebih dalam lebih
banyak melalui lembah-lembah kedukaan, kesedihan dan kekecewaan, dan itulah
pengalaman perjalanan rohani Ayub. Semakin tingkat pengenalan akan Allah
bertumbuh, maka semakin kita memiliki kerinduan untuk hidup lebih kudus
dihadapan Allah.
4. Hidup yang
dikuasai Firman Tuhan.
Seperti
kutipan seorang pendeta Inggris, Octavius Winslow dalam bukunya yang terbit
pada abad ke-19 yang memberikan gambaran orang yang berada dalam kemunduran
rohani:[13]
“Ketika seorang yang mengaku Kristiani dapat membaca
Alkitabnya tanpa selera akan hal-hal yang rohani atau ketika ia menyelidikinya
tanpa hasrat tulus untuk mengenal pikiran Roh agar dapat hidup dalam kekudusan
dan ketaatan, tetapi hanya berdasarkan rasa ingin tahu, atau selera dan
tujuannya menikmati Alkitab tidak lebih dari menikmati sebuah karya sastra,
maka dapat dipastikan jiwanya tengah mengalami kemunduran rohani yang
sesungguhnya.”
Sebuah
perjalanan rohani akan menghasilkan rasa kagum yang kuat terhadap Firman Allah,
rasa menyukai dan rasa lapar rohani untuk menikmati kebenaran Firman Allah.
Bahkan tidak hanya itu saja, perjalanan rohani akan membawa murid Kristus untuk
menyukai merenungkan firman Allah dan menghidupi
kebenaran Firman Allah dan mentaati. Hidup yang dikuasai oleh Firman Allah
adalah ketika seorang murid Kristus mengerti dan memiliki pandangan Allah yang
didapat dari merenungkan Firman Allah dan setiap keputusan yang dibuat maupun
respon terhadap peristwa sesuai dengan
tuntunan Firman Allah.
5.
Mendapatkan jiwa yang tenang dalam hadirat-Nya.
Perjalanan
rohani bersama Allah akan membawa seseorang untuk mendapatkan ketenangan hidup.
Allah yang menjadi tempat perteduhan merupakan tempat yang aman. Apa yang
terjadi di hari-hari ini dengan komplesknya permasalahan manusia, menyebabkan
manusia menjadi rentan untuk depresi. Jiwa yang tenang merupakan sesuatu yang
mahal di dunia ini. Namun ketenangan jiwa hanya dapat diperoleh dari suatu
perjalanan rohani bersama Allah. Perjalanan rohani akan menjadi cara dimana seorang murid
Kristus dapat menikmati Allah setiap hari.
Respon ini yang menghasilkan ketenangan dalam
jiwa karena menikmati Allah setiap hari. Ketenangan jiwa datang dari penyerahan
hidup yang disertai pengenalan akan Allah secara pribadi. Menyadari bahwa ada
Pribadi yang kuat dan tidak terkalahkan, yang dapat memberikan rasa aman dan
menjadi tempat perteduhan yang aman. Tidak heran jika pemazmur berkata, “Dengan
tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah,
ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.” (Mazmur 4:9)
F. Penutup
Perjalanan
rohani seorang murid Kristus mengantar kepada kehidupan yang merdeka tanpa didikte
oleh dunia. Perjalanan rohani tersebut membawanya menemukan Allah di semua
tempat, di semua keadaan dan dalam berbagai macam cara.
Menguti
pernyataan AW. Tozer;
“Mereka yang kehidupan religiusnya
ditandai dengan kelaparan yang semakin hebat akan Allah, mendambakan
realitas-realitas rohani dan mereka tidak dapat dibendung hanya dengan
kata-kata, mereka juga tidak akan puas dengan
‘intepretasi’ yang benar dari kebenaran. Mereka haus akan Allah, dan
mereka tidak akan dipuaskan sampai mereka menghirup dalam-dalam di Sumber Air
Hidup.”[14]
Surat 2 Petrus 3:18 berkata bagi kita semua, para murid Kristus yang sedang dalam perjalanan rohani dan sedang mendekat pada kota kemuliaan;
Surat 2 Petrus 3:18 berkata bagi kita semua, para murid Kristus yang sedang dalam perjalanan rohani dan sedang mendekat pada kota kemuliaan;
“Tetapi bertumbuhlah dalam kasih
karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.
Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya.”
Mari bertumbuh dalam pengenalan akan Allah melalui perjalanan rohani kita dan teruslah berjalan bersama Allah di semua musim kehidupan kita. Dia akan memberikan kekuatan untuk kita tetap berlari dan tidak menjadi lesu atau saat kita berjalan menikmati perjalanan rohani kita, Dia membuat kita menjadi tidak lelah.
[1]Daud
Kurniawan, Kerajaan Allah Diantara Kita.
Menikmati Hubungan Akrab dengan Tuhan Setiap Hari. (Bandung: Kalam
Hidup,2006), hlm. 42
[2]
Stephanus Herry, Peta Perjalanan Rohani.
(Jakarta: Metanoia, 2013), hlm. 41
[3]
Zig Ziglar, Pengakuan Seorang Kristen
yang Sedih. (Batam: Interaksara, 2000), hlm. 21-23
[4]
Gary R. Collins, The Soul Search. Mencari
Jiwa Kita. (Batam: Interaksara, 1999), hlm. 226-227
[5]
Richard A. Swenson, The Overload
Syndrome. Sindrom Kelebihan Beban. (Bandung: Pionir Jaya & Visi Press,
2006), hlm. 15
[6]
Richard A. Swenson, Margin. (Bandung:
Pionir Jaya & NavPress, 2009), hal. 108-109.
[7]
A.W. Tozer. The Pursuit of God. Mengejar
Allah. Kehausan Manusia akan Keilahian. (Batam: Gospel Press, 2001), hlm.
31-32
[8]
Gary R. Collins, The Soul Search. Mencari
Jiwa Kita. (Batam: Interaksara, 1999), hlm. 151
[9]
Charles Ringma, Dare to Journey With
Henry Nouwen. (Bandung: Pionir Jaya, 2010), hlm. 22
[10]
Ibid.
[11]
Dallas Willard, Renovation of The Heart.
Pembaharuan Hati, mengenakan Karakter Kristus. (Malang: SAAT, 2011), hlm.
15
[12]
Donald S. Whitney, Spiritual Check-Up.
(Yogyakarta: Gloria Graffa, 2011), hlm. 12-13.
[13]
Ibid,. hlm. 34
[14]
Tozer, Op.Cit., hlm. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar