Kebahagiaan Anak-Anak
Kebahagiaan merupakan sesuatu yang sulit
untuk dinikmati hari-hari ini, ditengah persoalan manusia yang kompleks. Semua
orang merindukan kebahagiaan namun faktanya tidak semua orang mengalami
kebahagiaan justru kehancuran. Maka, tidak jarang kita menemukan adanya fakta
keluarga yang bercerai, berbagai macam bentuk kecanduan yang mengendalikan
beberapa orang; narkoba, judi, alkohol, pornografi, dll. Unikanya usia
orang yang mengalami ketidakbahagiaan tidak hanya usia dewasa tapi juga dialami
oleh usia anak-anak. Kita bisa membaca
berita anak-anak yang menjadi korban perceraian, korban perdagangan manusia,
anak-anak yang hidup di jalanan sebagai pengemis, pengamen, anak yang menjadi
korban kekerasan orangtua, anak yang menjadi korban aborsi atau kelahirannya
tidak dikehendaki, dan berbagai macam bentuk perlakuan pada anak, yang mana
telah menendang jauh kebahagiaan dari kehidupan anak-anak, yang sebenarnya
merupakan hak anak untuk bahagia.
Seberapa pentingkah pengaruh kebahagiaan
pada masa kanak-kanak? Hurlock (1992), memandang masa kanak-kanak yang bahagia
sangat penting untuk perkembangan masa selanjutnya. Menurut Riana Mashar[1]
dalam tulisannya bahwa "Ketidakbahagiaan dapat membahayakan penyesuaian pribadi
dan sosial anak. Sebaliknya kebahagiaan mempengaruhi sikap, perilaku dan
kepribadian mereka." Selanjutnya Riana
menyebutkan beberapa pengaruh kebahagiaan
untuk penyesuaian masa kanak-kanak, yaitu:
- Anak yang bahagia biasanya sehat dan energik, tetapi anak yang tidak bahagia biasanya lebih rendah kesehatannya.
- Anak yang bahagia memiliki kegiatan yang bertujuan, namun yang tidak bahagia banyak menghabiskan waktu untuk melamun, berpikir yang sedih-sedih dan menyesali diri.’
- Kebahagiaan juga mewarnai wajah anak dengan ekspresi gembira. Orang menanggapi secara positif terhadap kegembiraan, dan secara negatif terhadap ekspresi kemurungan.
- Kebahagiaan membekali anak dengan motivasi kuat untuk melakukan sesuatu, sedangkan ketikdakbahagiaan membekukan motivasi
- Anak yang bahagia menerima kekecewaan secara lebih tenang dan mencoba memahami alasannya. Anak yang tidak bahagia bereaksi dengan ledakan amarah dan tidak berusaha mempelajari kekecewaan yang dialami.
- Kebahagiaan mendorong hubungan sosial dan keikut-sertaan dalam kegiatan sosial sedangkan ketidakbahagiaan mendorong anak untuk mundur dan berorientasi pada diri sendiri.
- Masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar untuk keberhasilan di masa dewasa, sedangkan ketidakbahagiaan meletakkan dasar untuk kegagalan.
Dari uraian di atas, kita bisa melihat
betapa kebahagiaan menjadi sebuah kebutuhan yang harus dialami oleh setiap
anak. Saya menyadari bahwa semua orang menginginkan kebahagiaan namun tidak
semua orang bisa mewujudkannya. Semua anak menginginkan mereka menjadi bahagia
dan mereka membutuhkan peran orangtua mereka. Memang tidak ada ukuran yang
pasti mengenai kebahagiaan, tapi beberapa orang memberikan ukuran yang salah
untuk kebahagiaan, dimana mereka
berpikir ketika anak-anak diberi fasilitas yang komplit, kartu
kredit, mainan yang canggih, atau yang lainnya, mereka akan bahagia.
Kita
memang membutuhkan materi, namun materi bukanlah penentu utama
kebahagiaan. Peran
orangtualah yang menentukan kebahagiaan anak-anak dan tulisan ini hanya
menyoroti
kebahagiaan dari sisi peran orangtua. Masih ada banyak penentu
kebahagiaan anak
yang menjadi pendukung peran orangtua. Bagi anak-anak, mereka akan
menikmati
kebahagiaan jika ...
- Asupan gisi atau kebutuhan mendasar dari fisik mereka terpenuhi. Anak-anak dapat menikmati makanan dan minuman yang sehat yang mendukung pertumbuhan fisik mereka. Hal ini tidak membuat mereka menjadi sakit-sakitan dan tidak membuat mereka harus beristirahat panjang hanya karena kekurangan gisi dan rentan sakit. Mereka juga dapat mengenakan pakaian yang pantas dan layak pakai (bersih, sesuai ukuran badan dan jenis kelamin, tidak harus mahal dan bermerk). Peran orangtua untuk bertanggung jawab dalam menyediakan kebutuhan mendasar ini sangat berpengaruh.
- Orangtua mereka saling mencintai. Keharmonisan perkawinan orangtua memiliki dampak psikologis yang kuat bagi anak-anak. Hal yang paling ditakuti oleh anak-anak adalah perceraian orangtua mereka. Yang sering tidak disadari oleh pasangan yang bercerai adalah bahwa dalam hal perceraian selalu yang menjadi korban dari keegoisan mereka adalah anak-anak. Anak-anak menjadi malu, diam, pasif, murung, dan merasa dirinya buruk memiliki orangtua yang bercerai. Menurut Nilam Widyarini, bahwa anak korban perceraian terutama yang sudah berusia sekolah atau remaja, biasanya merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian perceraian tersebut. Mereka juga merasa khawatir terhadap akibat buruknya yang akan menimpa mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya kecemasan yang amat sangat terhadap kehidupan masa kini dan di masa depan. Anak-anak yang ayah ibunya bercerai sangat menderita dan mungkin lebih menderita dari pada orangtuanya sendiri.[2] Meskipun orangtua mencoba memperkecil resiko dari perceraiannya dengan hati-hati dan damai, namun akan tetap ada dampak negatif dari peceraian. Dalam keharmonisan perkawinan orangtua, anak-anak selain menikmati kebahagiaan, mereka juga belajar tentang membangun relasi yang baik, penghargaan terhadap orang lain, manajemen konflik yang benar. Ketika orangtua mereka saling mencintai, rumah akan menjadi tempat teraman bagi anak-anak.
- Orangtua mau menerima mereka apa adanya. Sebuah penerimaan merupakan hal yang penting bagi anak dan juga bagi orang dewasa. Penerimaan keberadaan anak tanpa syarat, termasuk di dalamnya adalah pemberian penghargaan, pujian, kehangatan, dll. Jika anak mendapat penghargaan tapi bersyarat, maka anak akan cenderung mengalami kecemasan karena anak akan menuntut dirinya sesuai tuntutan dari lingkungan dan membuat anak tidak dapat berekspresi apa adanya. Orangtua yang selalu menuntut kesempurnaan atas prestasi anak akan membuat anak selalu merasa dituntut untuk melakukan yang terbaik. Ketika anak tidak mencapai apa yang menjadi tuntutan dari orangtuanya, dia akan merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, merasa gagal. Atmosfir penerimaan tanpa syarat akan membentuk rasa aman dan nyaman bagi anak. Bahkan pada saat anak gagal, atmosfir penerimaan dalam keluarga akan membuat anak bisa belajar untuk bangkit dari kegagalan. Penerimaan orangtua juga terlihat dengan tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Tidak ada istilah “anak emas” atau perbandingan. Penerimaan orangtua terhadap anak-anaknya akan memperkuat relasi orangtua dengan anak, maupun anak-anak dengan saudara kandungnya. Dalam penerimaan tanpa syarat, perlunya orangtua menyatakan melalui bahasa cinta anak : kata-kata penguat/pujian, kualitas waktu/kebersamaan, pelayanan, hadiah, sentuhan fisik. Melalui bahasa cinta ini (meskipun tidak semua anak akan sama bahasa cintanya), namun anak akan merasa dicintai dan diterima jika orangtua berkomunikasi lewat bahasa cinta mereka.
- Orangtua yang memberikan aturan atau disiplin yang sesuai dengan porsi /sesuai tahapan usia anak. Aturan atau disiplin yang berlebihan membuat anak menjadi cemas atau ketakutan jika mereka membuat kesalahan. Sehingga hal ini akan membawa anak pada sikap apatis, tidak mau mencoba hal-hal baru karena takut membuat kesalahan. Seringkali orangtua juga memberikan kritik yang tidak membangun dan merendahkan sebagai bagian dari disiplin mereka, sehingga anak menjadi tertolak dan terluka.
- Orangtua yang memberikan contoh teladan hidup yang benar. Dalam keteladanan orangtua, anak dapat belajar bagaimana mereka harus hidup di dunia yang kompleks namun tetap ada dalam nilai-nilai yang benar. Keteladanan memberikan arahan kepada anak apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka harus hidup dalam prinsip kebenaran meskipun ada resiko. Dari keteladanan anak juga belajar tentang hidup yang berintegritas dan konsisten. Yang sering menjadi persoalan bagi anak-anak adalah bagaimana mereka melihat orangtua mereka tidak konsisten dengan perkataan maupun perilaku mereka. Orangtua yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatannya, akan membuat anak-anak merasa tidak nyaman.
- Orangtua yang memiliki spiritualitas dan keimanan yang kuat. Keyakinan spiritualitas akan memberikan pegangan bagi anak dalam meresponi tantangan hidup. Hal ini juga dapat menjadi sandaran bagi anak-anak ketika mereka mengalami kesulitan hidup. Orangtua yang memiliki spiritualitas dan keimanan yang kuat akan membuat anak-anak merasa aman di tengah dunia yang tidak aman. Anak-anak akan hidup dalam iman yang telah ditanamkan oleh orangtua dalam diri mereka. Mereka bukan sekedar beragama tapi mereka menghidupi apa yang mereka yakini dan berjalan dalam kehendak Tuhan.
Kekokohan keluarga akan membuat keluarga
menjadi tempat yang nyaman dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan emosi
maupun fisik serta spiritual anak-anak. Ditengah serangan dan keadaan degradasi
moral generasi, keluarga harus menjadi tempat teraman bagi anak-anak.
Kebahagiaan anak dan peran orangtua dalam membesarkan anak-anak saling
berkaitan. Mari wujudkan keluarga yang bahagia karena dari situlah anak-anak
akan menikmati kebahagiaan di masa depannya. Selamat menjadi orangtua yang senantiasa menghadirkan kebahagiaan bagi anak-anak.
PUSTAKA
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar