Rabu, 08 Mei 2013

Membangun Kehangatan Dalam Keluarga






Alkitab mencatat dalam Mazmur 133 bahwa apabila kita hidup rukun bersama maka hal itu akan mendatangkan berkat Tuhan mengalir. Kerukunan  menghadirkan sukacita dalam keluarga, dan dimana ada kerukunan disitu pasti ada kehangatan. Kehidupan yang rukun dan penuh kehangatan selalu dimulai dari rumah dan dapat dirasakan  oleh orang lain. Namun saat ini kita sedang ada dalam masyarakat yang berbeda dibandingkan 50 tahun yang lalu dimana masyarakat hari ini ditandai dengan perubahan besar dalam peran, pola hubungan, dan identitas pria-wanita. Perubahan ini menghancurkan dasar-dasar keluarga tradisonal.
Kehidupan keluarga pada masa sekarang sangat rentan terhadap krisis dan permasalahan. Meningkatnya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, kenakalan remaja, kejenuhan dalam pernikahan, pelecehan pada anak, merupakan bukti yang lebih dari cukup bahwa keluarga sedang menghadapi ancaman yang siap merusak kerukunan dan kehangatan dalam keluarga.




Untuk mencegah terjadinya kerusakan dalam keluarga, kekacauan perilaku pada anak-anak maupun pada relasi suami istri, dimana kehangatan menjadi surut,  maka harus ada upaya bersama dari seluruh anggota keluarga, khususnya pasangan suami istri atau orangtua. Menjadi upaya bersama, karena di dalam suatu keluarga ada sistem keterkaitan satu sama lain artinya jika ada satu anggota yang mengalami sesuatu maka hal tersebut akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Beberapa  hal yang bisa menjadi strategi dari membangun kehangatan keluarga adalah:

a.  Memprioritaskan keluarga dimana kita memberikan waktu khusus untuk keluarga dan bukan memberikan waktu yang sisa. Secara khusus bagi pasangan suami istri yang sama-sama bekerja, perlunya untuk memberikan waktu khusus bagi anak-anak sepulang dari bekerja. Tugas baby sitter tidak bisa menggantikan peran dan tanggung jawab sebagai orangtua. Dalam hal ini,  memprioritaskan keluarga termasuk di dalamnya yang paling penting adalah menjaga dan memperkuat komunikasi dalam keluarga. Suami istri jangan menggantikan komunikasi dengan handphone/sms ketika komunikasi tersebut bisa diupayakan secara verbal, kecuali jika ada di tempat yang berbeda dan sulit untuk bertemu. Juga dalam membuat keputusan bersama diupayakan untuk bisa didiskusikan bersama-sama lewat dialog secara fisik bukan lewat sms/handphone. Demikian pula antara orangtua dengan anak-anak, komunikasi harus berjalan dengan baik. Orangtua dapat menjadi pribadi yang selalu hadir dan responsif ketika mendengarkan anak seacra khusus ketika anak menginjak remaja. Keluarga hari ini harus menyikapi kemjauan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi dengan bijaksana. Jangan sampai gadget menghancurkan komunikasi dalam keluarga dan jika dimungkinkan, keluarga dapat melakukan diet gadget jika terasa bahwa gadget telah merampas waktu kebersamaan keluarga. Kita perlu menyadari bahwa komunikasi merupakan inti dari kehidupan keluarga dan melalui komunikasi anggota keluarga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan mereka. Bicaralah DENGAN mereka (pasangan/anak-anak) bukan KEPADA mereka. Temukan kesukaan serta ketidaksukaan mereka, impian serta ketakutan mereka, kekuatan dan kelemahan mereka melalui komunikasi yang baik dan lemah lembut. Bagi para orangtua: Dosen saya pernah memberikan nasehat bahwa sebagai pasutri atau dalam keluarga,  jangan pernah menjerit pada satu sama lain kecuali rumah anda terbakar. 

b.  Menciptakan kegiatan keluarga bersama-sama yang menyenangkan. Misalnya : membuat kejutan untuk anak-anak/pasangan, membiasakan makan malam bersama, mengecat rumah bersama-sama,  menonton konser musik/nonton film bersama. Bagi anda para orangtua: Bergembiralah dan jadikan rumah anda sebagai “sorga” keluarga anda. Nikmati kesenangan dan tertawalah lepas bersama pasangan dan anak-anak anda.




c.  Sebagai pasutri perlu untuk menjaga “kemesraan dalam relasi pernikahan”. Salah satu pembunuh sukacita perkawinan adalah kejenuhan dalam relasi pasutri, dan hal ini akan mempengaruhi kehangatan dalam keluarga secara khusus pada anak-anak. Harus disadari bahwa pola hubungan suami istri atau orangtua akan mempengaruhi  secara langsung atau tidak langsung pada tumbuh kembang anak. Walaupun anak tidak mengalami kekerasan tetapi dengan adanya kekerasan  dalam hubungan suami-istri (baik kekerasan fisik atau verbal) akan menumbuhkan konsep yang buruk tentang hidup dan diri pada anak. Dalam perkawinan tidak lepas dari konflik namun pasutri dapat mengatasi konflik sesegera mungkin tanpa menyimpan atau membiarkan masalah tanpa menyelesaikan. Konflik yang dapat teratasi dengan baik akan membuat pernikahan menjadi lebih dinamis. Pasutri harus mengembangkan kemampuan mengelola konflik dan mengelola emosi dengan baik sehingga konflik yang terjadi tidak menghancurkan kehangatan dalam keluarga. Kualitas pernikahan orangtua akan mempengaruhi kesejahteraan anak. Ketika orangtua akur dan berhubungan secara positif dengan setiap anak mereka, maka kakak adik/sesama saudara juga dapat akur. Bagi anda para orangtua: Biarkan anak-anak anda melihat kualitas pernikahan anda sehingga mereka dapat belajar tentang membangun relasi yang sehat, komunitas pergaulan dan pertemanan yang sehat dan nantinya mereka dapat menemukan pasangan hidup yang sehat pula seperti pernikahan orangtua mereka.





d.  Mengembangkan empati dan saling memahami dalam keluarga. Mayarakat hari ini mengalami perubahan pola hidup dimana mereka terbentuk menjadi masyarakat yang tidak peduli dengan sekitarnya. Keluarga yang kehilangan empati akan menyebabkan di dalam rumah, mereka tidak akan saling mempedulikan satu sama lain. Ketika empati dan saling memahami terbangun dalam keluarga maka anak-anak atau pasangan suami istri tidak akan merasa malu atau  takut untuk menceritakan/mengungkapkan perasaan-perasaan mereka. Bahkan tidak akan ada sikap saling menyerang dalam keluarga atau menyakiti anggota keluarga dengan kata-kata. Justru mereka akan mendapatkan dukungan ketika mereka ada dalam tekanan/persoalan. Setiap anggota keluarga akan saling menghargai dan menghormati sebagai satu pribadi. Bagi anda para orangtua : Berikanlah kata-kata penguat atau kata-kata pengokohan kepada pasangan maupun anak-anak anda. Biarkan mereka mengetahui bahwa anda memahami dan peduli dengan hidup mereka sehingga mereka tahu bahwa anda selalu ada untuk mereka.




e.  Memberikan ruang bagi apresiasi dan pujian kepada anggota keluarga sesuai dengan bahasa cinta mereka sehingga tangki cinta setiap anggota keluarga penuh. Ketika tangki cinta menjadi penuh, anak-anak tidak akan mencari perhatian atau cinta yang semu di luar rumah. Anak-anak akan terhindar dari perangkap hubungan atau pergaulan yang tidak sehat. Bagi para orangtua: Bersikaplah penuh kasih sayang kepada pasangan maupun anak-anak anda. Sering-seringlah merangkul mereka dan katakan bahwa anda sayang kepada mereka setiap harinya. Berilah mereka pujian dan dorongan ketimbang mengecilkan hati mereka. Janganlah membentak, memukul, mengata-ngatai atau merendahkan mereka. Perlakukanlah mereka dengan lembut dan dengan hormat, sayangilah mereka.

Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, tempat untuk belajar dan tempat untuk mengenal Tuhan Yesus. Ketika kehangatan dalam keluarga terbangun, hal itu akan menjadi atmosfir yang akan memudahkan proses pertumbuhan, pembelajaran mudah terjadi termasuk dalam proses pengenalan akan Tuhan Yesus. Mari jadikan rumah kita tempat yang aman dan selalu dirindukan oleh keluarga kita. 


Referensi: Jane Brooks, The Process of Parenting, Pustaka Pelajar



Post: Andi Wijaya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar